46. Wang Yibo

870 93 0
                                    

   Wang Yibo mengedip beberapa kali. Ia bernapas dengan tenang sambil menatap Meng Ziyi yang masih berlutut di hadapannya. Perempuan itu tampak menunggu reaksi Wang Yibo. Tapi Wang Yibo tak yakin bagaimana harus bereaksi. Ada sesak di dadanya. Sesak yang sedari tadi berbisik di telinganya untuk mengambil senapan di kamarnya dan menembak kepalanya sendiri. Sesak itu terasa semenyakitkan ketika ia tahu jantung ibunya telah berhenti berdetak.

   Kini ia mengerti bagaimana ia tidak diinginkan.

   "Kalau begitu, Tante. Coba Tante bilang, dari seluruh cerita tadi itu, di mana letak kesalahan saya?" Tanya Wang Yibo tenang. Tapi ia tahu, ketenangan itu tak akan berlama-lama menetap di tubuhnya.

   Meng Ziyi tak menjawab. Bibirnya bergetar, bingung harus mengatakan apa.

   "Saya lahir, itu kesalahan saya, ya? Saya nggak pernah minta macam-macam sama Ayah. Saya mau dikasih ke siapa, dibawa ke mana, saya selalu nurut. Karena kata Ayah, kalau saya sayang Ayah, saya harus nurut. Jadi saya nurut. Saya nggak pernah protes Ayah pulang malam. Ayah nggak pulang pun saya nggak pernah ribut. Dikasih atau tidak dikasih uang, saya juga nggak pernah ngoceh. Jadi, salah saya di mana, Tante Ziyi?"

   Tanpa sadar, air mata Wang Yibo sudah jatuh dari matanya yang tampak kuyu. Wang Yibo menoleh kepada Xiao Zhan. "Salah saya mencintai kamu?"

   Xiao Zhan tak menjawab. Omega itu bahkan tak menoleh. Tapi tangannya bergetar hebat. Matanya menatap nyalang ke depan.

   Wang Yibo lalu menoleh pada Song Weilong. "Mengambil alih jabatan Om Canlie berdasarkan surat wasiatnya, itu salah saya juga?"

   Song Weilong tak menjawab juga. Saat itu Wang Yibo tahu ia akan meledak. Sakit di hatinya sudah meletup-letup, mengelupasi jiwanya yang sudah tipis. Lalu begitu saja air matanya semakin mengalir. Deras, tanda pertahanan terakhirnya. Mulutnya mulai mengeluarkan suara. Isakan yang kecil lalu berubah menjadi teriakan. Tubuhnya jatuh ke lantai. Ia berguling-guling histeris, memanggil-manggil roh ibunya.

   Ia menginginkan satu kata itu terdengar lagi. Tapi bukan dari mulut Xiao Zhan. Atau mulut Meng Ziyi. Atau siapa pun. Ia ingin ibunya sendiri yang menggumamkan "maaf" itu. Ia harus mendengar kata itu sebelum ia membunuh dirinya sendiri. Ia tidak benci, ia tidak marah, ia hanya sedih. Ia tidak ingin dibuang, ia tidak ingin menyesali kelahirannya, ia tidak ingin memperbaiki asal-usulnya, ia tidak ingin mengganti orangtuanya, ia tidak ingin mengubah masa lalunya. Ia hanya perlu ibunya hadir saat ini di hadapannya, melirihkan kata itu, dan ia akan memaafkannya.

   Cintanya terlalu besar. Itu tak bisa diubahnya.

   Jadi Wang Yibo terus menangis meraung seperti itu. Meng Ziyi diam di tempatnya. Xiao Zhan sudah digendong Jin Taiheng masuk ke kamar. Mulut omega itu terkunci, seakan ia mengikuti Wang Yibo ke paralel dunia yang entah ada di mana. Song Weilong meraih sahabatnya dengan lembut, menggendongnya di punggung dan meletakkannya di kamar.

   Tangis Wang Yibo tak berhenti sepanjang malam hingga pagi menyentuh hari baru. Ia terus menggumamkan kata..

   "Ayah.. Yibo mau Ayah.."


.

.

.

To be continued.

FOREVER MONDAY [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang