Song Weilong menjawab dengan panik, "Aku nggak tahu. Waktu itu aku juga bingung. Sampai sekarang juga aku masih bingung sebenarnya. Taiheng nggak ngejelasin apa-apa. Waktu kamu telepon aku waktu itu, aku mau tanya ke kamu. Tapi kami kayak lupa semuanya. Jadi aku nggak jadi nanya," jelas Song Weilong tanpa sempat mencicipi kopinya yang masih mengepul. Nada bicara Xiao Zhan yang agak tinggi dan wajah ketakutan Song Weilong mulai menarik perhatian pengunjung kafe lainnya. "People are watching, Xian."
"I don't care."
"You should care. Karena di sini ada aku, ada Yibo juga di bawa-bawa. Calm down."
Xiao Zhan mengerutkan dahi, mengembuskan napas frustasi, dan menjambak kepalanya sendiri dengan dua tangan. Song Weilong sendiri hampir sinting melihat pemuda didepannya itu. Ia tidak tahu bagaimana menghadapi Xiao Zhan yang seperti ini. Akan lebih mudah rasanya kalau harus menghadapi seribu omega yang selama ini dijadikannya pacar dengan segala kelakuan merepotkan mereka. Tapi pada Xiao Zhan, Song Weilong tak tahu harus berbuat apa.
"Xian, Xian, dengar!" Song Weilong menarik tangan Xiao Zhan dengan lembut. "Kalau kamu sudah lupa, ya sudah, nggak usah coba-coba diingat lagi. Oke?"
"Nggak oke. Itu nggak oke. Terus, kenapa kamu biarin aku cekik leher kamu waktu itu? Leo bilang kamu bahkan nggak coba melawan kalau dia nggak teriakin kamu."
Song Weilong menatapnya dalam-dalam. Sesungguhnya ia tak punya jawaban jelas untuk pertanyaan itu. "Hmm.. aku.. waktu itu kamu nangis. Dan kayaknya yang bisa membuat kamu berhenti nangis hanya kalau kamu sudah melihat aku mati tercekik."
Napas Xiao Zhan naik-turun semakin cepat. Song Weilong mulai panik melihat napas memburu pemuda itu. Mata Xiao Zhan membesar, menatap nanar ke sekeliling.
"Ayo pergi. Sekarang!" Xiao Zhan tiba-tiba berdiri. Song Weilong dengan cepat menyusulnya setelah buru-buru meninggalkan selembar seratus ribuan di meja kafe.
"Xian, Xian! Kita mau ke mana?" Kejar Song Weilong.
"Buka pintu mobilnya. Sekarang!"
Song Weilong menurut. Begitu pintu mobil terbuka, Xiao Zhan langsung masuk, disusul Song Weilong yang masih tak mengerti apa yang mau diperbuat Xiao Zhan.
"Jalan. Sekarang!"
"Tapi ke mana, Xian?" Tanya Song Weilong frustasi.
"Ke mana saja. Sekarang. Cepat!" Xiao Zhan hampir menjerit. Tangannya yang gemetar lalu menekan tombol radio mobil secara acak, memperdengarkan sebuah lagu rock. Xiao Zhan memperbesar volumenya sampai mereka berdua seakan ditelan habis oleh suara yang menggema di dalam mobil itu.
Song Weilong dengan cekatan menginjak pedal gas dan dalam hitungan menit, mobilnya sudah melaju meninggalkan kawasan Kota Bandung. Hingga ketika suara di sekeliling mereka sudah tak terlalu ramai, barulah Xiao Zhan menjerit sekencang-kencangnya. Ia menunduk hingga dahinya menyentuh lutut.
Song Weilong langsung menghentikan mobilnya di suatu kawasan sepi yang hampir menuju Lembang. "Xian? Xian?"
Song Weilong mengecilkan suara radio seiring Xiao Zhan yang mulai berhenti menjerit. Tapi kini pemuda itu menangis. Ia masih belum mau mendongak, membuat Song Weilong semakin ketakutan. "Say something. Aku nggak tahu harus ngapain kalau kamu begini. Apa masih ada yang sakit? Kepala kamu? Badan kamu? Jangan nangis."
"Kamu bisa mati waktu itu, Wen.." Akhirnya Xiao Zhan bicara. Perlahan kepalanya mendongak. Ia menatap nanar kedua tangannya. "Kamu bisa mati dengan ini."
KAMU SEDANG MEMBACA
FOREVER MONDAY [Completed]
FanfictionXiao Zhan akhirnya mendapatkan hari Senin untuk menjadi pacar Wang Yibo, playboy yang punya begitu banyak pacar, satu orang untuk satu hari. Sampai Xiao Zhan bertemu Song Weilong, playboy lainnya yang berparas tampan. Song Weilong mengubah hidup...