Terima kasih yang udah vote cerita ini. Have a nice day..
Happy reading~
______________________Xiao Zhan keluar dari kamar Wang Yibo dengan wajah kesal, namun itu tak bisa menutupi rasa kuatir nya. Kalau saja Wang Yibo bisa menunda marahnya sampai ia selesai mengompres dahinya tadi, mungkin Xiao Zhan bisa lebih lega sekarang. Jadi alih-alih masuk kembali, Xiao Zhan hanya bisa mondar-mandir di depan pintu kamar itu.
Bel pintu depan berbunyi. Xiao Zhan segera menuruni tangga dengan napas lega karena ia pikir yang datang adalah Meng Ziyi. Setidaknya Meng Ziyi bisa menggantikannya merawat Wang Yibo. Tapi yang ditemuinya di ambang pintu ternyata bukanlah Meng Ziyi, melainkan Ju Jingyi.
Xiao Zhan bergeming sesaat. Ju Jingyi tampak sederhana dengan jeans dan sweaternya. Kakinya terlihat sangat langsing dengan skinny jeans seperti itu. Gadis itu tak tampak terkejut melihat Xiao Zhan ada di rumah Wang Yibo. Itu menguatkan spekulasi Xiao Zhan bahwa gadis ini sudah tahu mengenai dirinya.
"Ada Yibo?" Tanyanya sopan.
Kebencian mencuat begitu saja dari dalam hati Xiao Zhan. Ia ingin sekali menutup pintu itu sekarang sebelum gadis itu masuk satu langkah saja ke dalam rumahnya. Tapi di lain pihak, Xiao Zhan tahu bahwa Ju Jingyi bisa menolongnya untuk merawat Wang Yibo sekarang.
"Di kamarnya." Jawab Xiao Zhan datar.
Ju Jingyi masuk, melewati Xiao Zhan dan langsung menuju kamar Wang Yibo tanpa perlu pengarahan. Satu tanda lagi yang menunjukkan bahwa Ju Jingyi pernah ke rumah ini, pernah ke kamar Wang Yibo juga. Xiao Zhan tak mengikutinya, tapi ia juga gak masuk ke kamarnya. Ia duduk di ruang tamu dengan perasaan was-was, menerka-nerka apa yang akan terjadi di atas sana.
Setengah jam berlalu, dan tak mendengar apa pun.
Xiao Zhan mulai menimbang-nimbang untuk pergi tidur ketika Ju Jingyi muncul sambil menuruni tangga.
''Belum tidur?" Tanyanya. Ia duduk disebelah Xiao Zhan, mengambil karet dari dalam tasnya, lalu mengikat rambutnya ke belakang. "Yibo sudah tidur. Jadi kamu bisa istirahat sekarang."Kelegaan dan luka jiwa segera menghantam Xiao Zhan sekaligus. Lega karena Wang Yibo akhirnya bisa istirahat, terluka karena ia menyadari kuatnya pengaruh Ju Jingyi terhadap Wang Yibo.
"Kalau sayang sama Yibo, jangan stop dong." Kalimat Ju Jingyi memecah keheningan yang tadinya sempat melingkupi mereka berdua. Gadis itu lalu mengeluarkan rokok dari dalam tas dan mulai menyalakannya.
"Kok bilang begitu? Aku kira kamu justru kembali ke sini buat sama-sama Yibo lagi." Jawab Xiao Zhan.
Ju Jingyi tertawa tipis. "Siapa yang bilang?"
"Insting?"
"Well, jangan terlalu percaya sama insting kalau begitu." Ia mengembuskan asap rokoknya ke atas. "Oke, sejujurnya aku jauh-jauh balik ke sini dari Meksiko memang untuk Yibo. Aku kira dia masih semenyenangkan dulu." Matanya teralih pada Xiao Zhan dengan tatapan merendahkan. Xiao Zhan tak menyangka di balik wajah manis dan lugunya, terselip tatapan sesadis itu.
"Yibo nggak mau dirawat sama lo tadi?" Tanya Ju Jingyi lagi, kali ini dengan nada yang tidak lagi sopan. "Rokok?" Ia menyodorkan bungkus rokoknya.
"Nggak deh." Jawab Xiao Zhan lalu berjalan ke arah jendela dan membukanya. "Ini hari Senin, harusnya aku di rumah." Lanjutnya. "Aku kira dia nggak pulang, jadi tadi aku pergi seharian sama Owen. Nggak tahu perkiraan aku salah apa nggak, tapi mungkin karena itu Yibo jadi terlalu marah dan nggak mau dirawat."
Ju Jingyi spontan tertawa keras. "Ternyata lo sama saja kayak gue. Terlibat cinta segitiga yang menjijikan." Ujarnya. "Bagaimana rasanya di kelilingi dua manusia itu?""Jaga omongan kamu." Tukas Xiao Zhan tenang, tak mau tersulut emosi. "Mereka berdua menjadi seperti ini sekarang karena kamu, Jingyi."
Ju Jingyi tertawa lagi. Tapi ia tak bicara. Sesudahnya ia memijat mata kirinya sejenak sambil menunduk. "Sebenarnya aku ke sini untuk minta maaf." Ujarnya. Gadis itu kembali lagi ke Ju Jingyi yang sopan. Kini ia memijat kedua matanya terus-menerus.
Lalu Xiao Zhan melihat setetes air mata mengalir di pipinya.
Ju Jingyi mulai bicara lagi dengan suara yang lebih tipis dan kepala masih menunduk. Air matanya mengalir makin banyak di wajahnya. "Akan lebih baik kalau aku nggak mengenal mereka dulu. Sungguh, aku menyesal mengenal dua orang itu. Yibo selalu merasa dialah yang paling sakit. Dia nggak lihat aku. Dia nggak lihat Owen. Owen itu yang pertama buatku. Dan dia menolakku demi sahabatnya itu. Haha."
Ju Jingyi mengangkat wajahnya, tersenyum sinis sambil mengatakan, "Setelah bertahun-tahun, aku kira mereka sudah kembali jadi sahabat. Makanya aku kembali untuk merusaknya lagi. Ternyata.." ia tertawa. Setelah itu ia menunduk, lalu menangis lagi.
"Bagaimana pun mereka pernah jadi teman-teman baikku. Mereka menjagaku dengan baik. Kukira setelah melihat mereka menderita, sakit hatiku akan terobati. Ternyata rasanya malah lebih buruk."
Ia mengangkat kepala lagi, kali ini lebih mantap dan diarahkan pada Xiao Zhan. Ia menghapus air matanya dengan punggung tangan, menegakkan posisi duduknya, dan menyalakan batang rokok kedua. "Jangan ulangi kesalahanku, Xian. Yibo suka kamu, aku tahu itu. Semakin ia menolakmu, tandanya semakin ia sayang kamu."
"Kenapa harus begitu?" Tanya Xiao Zhan kesal. "Kalau suka, harusnya dia terima aku. Tapi pada dasarnya dia itu memang nggak mau dan nggak ngerti disayang."
"Semua karena ibunya." Jawab Ju Jingyi.
"Ibunya?" Dahi Xiao Zhan berkerut.
"Kamu nggak tahu soal orangtua Yibo? Owen nggak cerita sama kamu?"
Xiao Zhan menggeleng.
"Ibu Yibo itu pelacur. Dia pulang seminggu sekali, biarin Yibo tidur sendiri di rumah kumuh. Ibunya masih nyekolahin dia, memang. Tapi yang yang ditinggalin untuk makan sering kali nggak cukup buat makan tiga kali sehari. Ibunya selalu marahin dia, bilang kalau dia benci Yibo. Yibo jadi pengemis saat bertemu ibunya. Dia mengemis cinta dan kasih sayang. Sampai pada suatu hari dia pulang dari sekolah, dan menemukan ibunya mati dengan mulut berbusa di rumahnya."
Dunia Xiao Zhan seketika gonjang-ganjing. Tangannya gemetaran, hatinya ketakutan.
"Sejak saat itu Yibo nggak bisa membedakan rasa. Bagi dia, cinta, benci, dendam, nggak ada bedanya." Ju Jingyi meneruskan. "Ditambah aku yang ternyata mencintai sahabatnya sendiri, wajar kalau dia makin buta arah. Kalau saja Yibo tahu Owen nolak aku buat dia."
Xiao Zhan tercekat.
"Yibo mulai benci dirinya sendiri. Dia benci ibunya, dia benci aku, dia benci Owen. Dan ia membencimu. Tahu apa persamaannya?"
Xiao Zhan tak bereaksi.
"Semua hal yang dibencinya adalah hal yang dicintainya. Dia ketakutan sama cinta karena dia punya terlalu banyak kenangan buruk sama satu hal itu. Termasuk hari ini, soal kamu jalan sama Owen. Itu menambah deretan list pengalaman buruknya. Yibo itu nggak kenal banyak ekspresi. Kebanyakan rasa yang dia punya disampaikan lewat marah-marah. Karena memang dari dulu dia nggak diajarin bagaimana menyayangi orang, dan dia hampir nggak pernah disayangi orang kecuali oleh Owen."
Lalu tiba-tiba air mata itu mengalir di pipi Xiao Zhan. Tiba-tiba rasa sakit menyerang di dadanya begitu tajam. Tiba-tiba saja tangisnya semakin keras. Xiao Zhan kini seperti sedang memakai sepatu Wang Yibo. Ia berdiri dijalannya, merasakan semua sakit hati pacarnya itu.
Pintu kamar Wang Yibo terbuka. Dengan langkah sempoyongan ia menuruni tangga. Matanya menatap Xiao Zhan dengan tatapan yang tak bisa diartikan. Lalu matanya teralih ke Ju Jingyi dengan tatapan sayu. "Terima kasih sudah menjelaskan semuanya, Jingyi. Sekarang, saya minta kamu pergi."
Ju Jingyi memasukkan rokok ke dalam tas dan berdiri. "I am sorry, Yibo." Lalu ia pergi.
.
.
.
To be continued.
KAMU SEDANG MEMBACA
FOREVER MONDAY [Completed]
FanfictionXiao Zhan akhirnya mendapatkan hari Senin untuk menjadi pacar Wang Yibo, playboy yang punya begitu banyak pacar, satu orang untuk satu hari. Sampai Xiao Zhan bertemu Song Weilong, playboy lainnya yang berparas tampan. Song Weilong mengubah hidup...