28. Luo Yunxi

1K 113 0
                                    

   Untuk yang kesekian kalinya tamparan Wu Yifan mendarat di pipi Luo Yunxi membuat pemuda itu jatuh tersungkur. Ia memegangi pipinya yang panas dan perih, sekaligus berusaha setengah mati menahan air matanya yang hampir keluar. Bahkan memperlihatkan matanya memerah saja ia tidak sudi. Ia menghela napas panjang beberapa kali untuk menekan gejolak tangis di dadanya.

   "Mahal-mahal bayar uang kuliah tapi nggak ada hasilnya. Bego! Proyek kecil begitu saja bisa salah perhitungan!" Seru Wu Yifan.

   Luo Yunxi duduk bersila di lantai, menunduk tak menatap ayahnya. "Papa, perhitungan kita nggak rugi. Hanya keuntungan kita yang berkurang sedikit. Aku baru mulai kerja. Aku masih belajar."

   "Masih belajar? Cih! Memang intinya kamu itu bodoh sama kayak Ayah kamu."

   "Jangan bicara soal Ayah kalau Papa nggak pernah mau kasih tahu siapa dia bahkan fotonya pun juga nggak ada di rumah ini." Luo Yunxi bangkit berdiri dan dengan sekuat tenaga berusaha mengangkat wajahnya.

   "Ya buat apa juga ditaruh disini? Kamu nggak tahu dia saja, kamu masih mengikuti bodohnya dia. Apalagi kalau kamu kenal dia?"

   "Stop, Pah! Intinya disini, di keluarga kita, itu juga kalau masih layak disebut keluarga. Papa yang nggak mau terima aku. Aku ini pintar, selalu juara kelas di sekolah, ikut banyak perlombaan dan kegiatan, banyak mendapatkan penghargaan. Tapi toh, intinya aku seperti ini. Jadi nggak usah bawa-bawa Ayah. Intinya memang Papa nggak bisa melihat usahaku untuk membuat Papa memandang dan menghargai aku barang sedikit pun."

   Satu tamparan tambahan mendarat lagi di pipi Luo Yunxi. Tapi kali ini, ia tak membiarkan tubuhnya tersungkur jatuh. Ia berdiri tegak, menahan sakit di pipi tanpa menyentuhnya sedikit pun. Berjengit pun ia tak mau.

   "Siapa kamu berani-beraninya minta dihargai. Harga kamu nggak lebih dari sekadar surat-surat kontrak kerja sama yang ditandatangani klien. Ngerti kamu?!" Ujar Wu Yifan geram.

   "Aku siapa? Aku anak Papa." Jawab Luo Yunxi lirih namun pasti.

   "Ha!" Wu Yifan menggeram kesal. "Kebetulan saja kamu lahir dari laki-laki yang saya hamili itu."

   "PAPA, CUKUP!!" Amarah Luo Yunxi meledak sebelum kalimat sang ayah selesai. "Sekarang bilang saja aku harus apa supaya Papa berhenti menghina aku dan Ayah. Aku sudah mau keluar dari rumah ini dulu tapi Papa melarang. Oke, aku tinggal. Tapi usahaku untuk jadi anak yang baik juga nggak dipandang sama sekali sama Papa. Jadi aku harus apa, bilang Pah. Aku harus jual diri sama klien-klien Papa itu lagi? Atau apa? Bilang. Leo mau tahu berapa harga secuil kasih sayang Papa itu."

   Senyum Wu Yifan tersungging miring penuh kelicikan, membuat bulu kuduk Luo Yunxi meremang. Hatinya getir seketika, takut kalau harga secuil kasih sayang itu akan terlalu mahal untuk dipenuhinya.

   "Kamu tanya berapa harga kasih sayang saya? Harganya setara dengan hidup kamu, penderitaan kamu, dan air mata kamu. Saya kasih tahu pengaplikasian nyatanya kalau memang kamu mau membeli kasih sayang saya. Sekarang kamu pikirkan segala cara untuk membuat Yibo menikahi kamu. Setelah hal itu berhasil kamu lakukan, saya akan kasih seluruh kasih sayang saya buat kamu. Bagaimana?" Tantang Wu Yifan.

   Seluruh saraf tubuh Luo Yunxi menegang. Dahinya mengernyit, berusaha mencerna maksud di balik permintaan itu. "Yibo? Buat apa? Kemarin bukannya Papa mau jodohin aku sama Owen?"

   "Itu kan kemarin. Tapi sekarang Papa mau kamu menikah sama Yibo. Menikah dengannya berarti Panah Nusantara akan jadi milik kamu. Papa mau Panah Nusantara. Simpel, kan? Kamu kan punya wajah cantik, dan kata kamu, kamu ini pintar, pasti nggak akan sulit membuat Yibo suka kamu, terus minta nikah sama kamu."

   "Ya susahlah!" Timpal Luo Yunxi frustasi. "Papa nggak lihat pacar-pacarnya? Aku ini cuma rata-rata kalau mau dibandingkan sama mereka. Modal cantik doang nggak bisa buat Yibo minta nikah sama aku."

   "Well, i don't care. Kamu cari sendiri caranya."

   "Come on! Aku bersedia merayu pria lain, siapa pun, asal bukan Yibo. Masih banyak rekan bisnis Papa yang jauh lebih kaya dari dia, kan?"

   "Saingan dia cuma World Line kalau mau membicarakan masalah kekayaan. Tapi Papa maunya Panah Nusantara." Jawab Wu Yifan tenang.

   "What is it with Panah Nusantara, sih?"

   "Kan tadi kamu tanya soal berapa harga kasih sayang Papa. Panah Nusantara itu seharga dengan hati Papa."

   Sebelum Luo Yunxi sempat memprotes lagi, Wu Yifan sudah mendekatinya, mendekatkan mulutnya ke telinga anak itu dan berbisik. "Do what you can. Get him, and I'll give you my love."

   Lalu tanpa aba-aba Wu Yifan beranjak pergi, meninggalkan Luo Yunxi yang akhirnya membiarkan air matanya jatuh. Ia terduduk di lantai marmer yang dingin, tangannya gemetar, bibirnya kaku.

   "Xian.." gumamnya.

.

.

.

To be continued.

FOREVER MONDAY [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang