Wang Yibo menyipitkan mata sambil memandang dari celah gorden kamarnya di lantai atas. Raut wajahnya, seperti biasa, terorganisasi dengan baik. Tanpa emosi berlebihan apa pun. Akhirnya ia memutuskan untuk mundur menjauh dari jendela itu dan mengganti pakaiannya di kamar mandi. Beberapa menit kemudian ia turun dan mendapati Xiao Zhan baru masuk dengan wajah seakan terhipnotis.
"Pulang sama siapa?" tanyanya, membuat Xiao Zhan terkejut.
"Yibo?! Kamu tumben ada di rumah."
Wang Yibo tidak menggubris pertanyaan itu dan berlalu ke dapur. "Saya tanya, kamu pulang sama siapa."
"Oh, itu, sama Owen." Jawab Xiao Zhan tergagap. "Heng mana?"
"Mana saya tahu."
Xiao Zhan lalu mengeluarkan ponsel dan menelepon adiknya itu. "Halo? Di mana kamu? Pulang ya! Jam satu batasnya. Awas kalau jam satu belum sampai di sini." Xiao Zhan memasukkan ponselnya kembali ke tas dan memperhatikan Wang Yibo yang membuka-buka kulkas. "Kamu cari apa?"
"Cari yang bisa dimakan."
"Kenapa nggak minta dimasakin Tante Ziyi saja?"
"Tante Ziyi sudah tidur."
"Oh." Xiao Zhan meletakkan jaketnya di kursi. Lalu pemuda itu mendekat. "Sini aku masakin. Kamu mau apa?"
"Apa pun yang bisa dimakan."
Xiao Zhan lalu mulai masak sementara Wang Yibo duduk di meja makan, sibuk dengan i-Pad-nya. Setengah jam kemudian, Xiao Zhan sudah siap dengan sup ayamnya. Wang Yibo meletakkan iPad-nya dan mulai melahap makanan itu dengan wajah datar.
"Mau aku masakin yang lain?" tanya Xiao Zhan.
"Nggak." Jawab Wang Yibo tanpa menatap Xiao Zhan. Lalu bertanya, "Kamu nggak makan?"
Xiao Zhan menggeleng. "Kasih tahu aku kamu suka makan apa. Besok-besok kalau kamu pulang, mungkin aku bisa masakin buat kamu."
"Jangan bersikap seakan-akan kamu istri saya," sahut Wang Yibo dingin.
"Bersikaplah seperti manusia," balas Xiao Zhan. "Kita tinggal serumah, paling tidak bertemanlah denganku."
"Saya tidak pernah punya teman."
"Well, then make one. Dicoba dulu. Nggak ada ruginya pulang ke rumah dan ketemu seorang teman. Ini kan rumah kamu, Yibo. Masak kamu mau pelihara musuh di rumah kamu sendiri?" Xiao Zhan berkata kesal.
"Ini bukan rumah saya kok. Ini rumah kamu." Wang Yibo masih tak mau menatap Xiao Zhan.
"Maksudnya? Aku kan cuma numpang di sini. Itu juga karena di surat wasiat Daddy, aku dan Heng disuruh tinggal sama kamu. Sebenarnya sampai sekarang aku sama Heng nggak ngerti juga kenapa kami harus tinggal sama kamu. Well, I don't really care anymore sih soal itu. Tapi intinya aku bisa pindah sekarang. Aku bisa kerja dan coba membiayai hidupku sendiri. Kamu bisa berhenti bayar uang kuliahku, berhenti beliin aku semuanya."
"Saya belikan kamu semua itu dari uang hasil perusahaan ayah kamu, kok."
"Ya tapi yang bekerja itu kan kamu. Dan kalau Daddy sudah kasih itu ke kamu, berarti Daddy nggak mau aku dan Heng memilikinya. Aku jengah, Yibo. Tinggal serumah sama orang yang anggap aku musuh," balas Xiao Zhan.
"Kalau ada yang harus pergi, saya sih seharusnya. Karena rumah ini atas nama kamu dan Taiheng." Sahutnya tenang.
Xiao Zhan menggebrak meja dengan keras. "Apa sih, Bo! Omongan kamu mulai ngaco."
"Apanya yang ngaco sih?" Akhirnya amarah Wang Yibo terpancing juga. "Tadi kamu kan yang bicara soal keluar dari rumah ini. Saya heran, yang besar-besarin masalah ini kamu, yang marah juga kamu. Saya baru kali ini ketemu cowok yang nggak bisa diam, banyak pertanyaan. Jadi kamu empat tahun lalu seperti ini, ya?" Sindirnya.
Xiao Zhan mendesis kesal. "Sekarang, hubungan kamu sama Daddy tuh apa sih? Aku berhak tahu, kan? Kenapa sampai Daddy kasih perusahaannya buat kamu? Kenapa aku sama Heng dikasih ke kamu?" Suara Xiao Zhan mulai meninggi.
"Saya nggak tahu." Jawab Wang Yibo dengan nada yang kembali dingin.
"Nggak mungkin kamu nggak tahu!" Lawan Xiao Zhan.
Wang Yibo mengembuskan napas panjang. "Kalau saya bilang nggak tahu, berarti saya nggak tahu. Kamu besok datang ke kantor jam sembilan. Dan sekarang saya mau tidur, saya nggak mau dengar pertanyaan kamu lagi."
"Yibo!" Xiao Zhan berseru, tapi Wang Yibo tetap melangkah pasti dan cepat ke arah kamarnya. Begitu masuk, ia membanting pintu dan menguncinya dari dalam.
"Shit!" Ia buru-buru mengeluarkan ponsel dari saku dan menelepon orang yang menjadi pemicu utama kemarahannya sedari tadi.
"Apa?" tanya Song Weilong tak ramah dari seberang.
"Jauh-jauh deh lo. Jangan dekat-dekat Xiao Zhan," jawab Wang Yibo langsung tepat sasaran.
Tawa remeh Song Weilong terdengar setelahnya. "Gue nggak mau."
"Just leave him alone. Don't you dare go near him or even give him a call. Demi Tuhan, pacari siapa saja, tapi jangan Xiao Zhan."
"Dan kenapa gue harus nurutin kata lo?"
"Karena dia tanggung jawab gue. Gue nggak mau dia pacaran sama cowok brengsek. Khususnya lo."
Tawa mengejek Song Weilong membahana semakin keras. "Are you talking about yourself?"
"I am talking about us! So just leave him alone."
"No!" Seru Song Weilong sebelum ia tiba-tiba memutus sambungan teleponnya.
"SHIT!" Wang Yibo melempar ponselnya ke dinding.
.
.
.
To be continued.
KAMU SEDANG MEMBACA
FOREVER MONDAY [Completed]
FanfictionXiao Zhan akhirnya mendapatkan hari Senin untuk menjadi pacar Wang Yibo, playboy yang punya begitu banyak pacar, satu orang untuk satu hari. Sampai Xiao Zhan bertemu Song Weilong, playboy lainnya yang berparas tampan. Song Weilong mengubah hidup...