Wang Yibo mati-matian berusaha menahan tubuhnya yang gemetar hebat sementara ia mendengar suara pintu depan terbuka. Rumah yang kosong membuat langkah kaki orang yang masuk menggema hingga menembus pintu kamarnya. Langkah kaki itu semakin mendekat. Di balik air matanya yang menggenang karena menahan sakit, Wang Yibo menatap ke pintu kamarnya, menunggu sesosok wajah muncul disana.
Langkah kaki itu tak terdengar lagi, keheningan yang menyelip menandakan keragu-raguan. Beberapa saat kemudian barulah wajah itu menyembul di balik pintunya.
Xiao Zhan.
Dalam hati Wang Yibo bertanya-tanya, apakah tiap malam pemuda omega itu selalu mengintip dan berharap ia ada di sana? Rutinitas seperti itu pernah Wang Yibo lakukan dulu. Dulu sekali, ketika ia pulang ke rumah, dengan langkah lambat-lambat, membuka pintu rumah kumuh yang masih jelas-jelas terkunci, dan berharap ibunya ada di dalam.
Wang Yibo meringkuk hanya mampu menatap sayu. Mata Xiao Zhan membesar sedikit, tapi itu tak membuatnya serta-merta berlarian menghampiri. Pemuda itu melangkah tenang. Wajahnya tampak muram entah karena lelah seharian ini atau karena melihat keadaan Wang Yibo.
"Kamu sakit?" Xiao Zhan berusaha menyentuh dahi Wang Yibo, tapi ketakutan membekukan saraf-sarafnya. Tangannya mengambang di udara, tak tertarik tapi juga tak kunjung menggapai tujuannya. Wang Yibo mengeluarkan tangan dari dalam selimut dan menarik tangan pemuda itu ke dahinya.
Xiao Zhan tersentak dan menarik tangannya lalu tergesa-gesa beranjak dari situ. Beberapa saat kemudian ia kembali membawa kompres dan obat. Dengan pasti, tanpa keraguan sedikit pun, ia menggapai Wang Yibo, memeluknya, dan membenarkan posisi tidurnya. Dengan lembut pemuda itu menyuapkan obat ke mulut Wang Yibo sebelum mulai mengompres.
"Kenapa nggak telepon kalau kamu sakit?" Tanya Xiao Zhan khawatir.
"Ini hari Senin, harusnya tanpa ditelepon pun kamu tahu harusnya kamu ada di rumah tunggu saya pulang."
"Aku kira kamu nggak pulang, jadi aku pergi sebentar sama Owen tadi." Jawab Xiao Zhan tenang.
Kalimat pendek itu, entah bagaimana, seakan semakin menaikkan suhu tubuh Wang Yibo. Kepalanya berdenyut, air matanya mengalir makin deras melawan persendian tubuhnya yang seluruhnya nyeri, hatinya juga.. sakit.
"Keluar." Lirihnya.
Xiao Zhan terperanjat. Tangannya langsung menjauh dari kening Wang Yibo. "Apa lagi sih? Aku salah lagi? Kamu sudah mau mati begini masih berani marah-marah?"
"Keluar." Lirih Wang Yibo lagi. Ia sudah berusaha mengumpulkan kekuatan tapi ia tetap tak mampu berteriak.
"Lihat, kan? Kamu selalu menendang orang-orang yang sayang sama kamu. Kayak kamu bisa hidup sendiri saja. Aku kamu tendang, Owen kamu tendang. Jangan-jangan dulu orang tua kamu, kamu tendang juga hatinya makanya kamu sendirian sekarang."
"KELUAR!!" Akhirnya Wang Yibo berhasil berteriak, dan seketika itu juga kepalanya seakan meledak.
"Semuanya salah di mata kamu! Intinya kamu itu memang nggak mau, nggak ngerti disayang. Ingat kemarin-kemarin aku mohon-mohon jadi pacarmu? Melakukan hal-hal gila, mengemis rasa sayangmu itu, Yibo? Tapi kamu malah bilang jijik, bilang aku menyebalkan. Jadi temanku saja kamu nggak mau. Mau kamu apa jadinya? Kamu mempermasalahkan hari Senin, tapi kamu lupa hitung hari-hari yang lain, yang aku nggak pernah absen nunggu kamu. Hatimu itu, Yibo, perbaiki dulu. Atau paling nggak izinkan orang lain memperbaikinya."
"Keluar kamu, Xiao Zhan. Telinga saya sakit mendengar kata-katamu yang manis itu. Cinta kamu itu palsu. Keluar."
.
.
.
To be continued.
KAMU SEDANG MEMBACA
FOREVER MONDAY [Completed]
FanfictionXiao Zhan akhirnya mendapatkan hari Senin untuk menjadi pacar Wang Yibo, playboy yang punya begitu banyak pacar, satu orang untuk satu hari. Sampai Xiao Zhan bertemu Song Weilong, playboy lainnya yang berparas tampan. Song Weilong mengubah hidup...