56. Jin Shuozhen

1.9K 95 11
                                    

   Jin Shuozhen menggenggam dua surat di tangannya. Satu dari Xi Luhan, surat yang ternyata selama ini terselip di buku harian Piao Canlie yang pernah ia berikan pada Jin Shuozhen dulu sebelum meninggal. Sedangkan yang satunya lagi dari Luo Yunxi, surat yang ditulisnya sejak ia sudah merencanakan untuk menjadi pendonor jantung ayahnya. Surat yang ia titipkan pada Xu Kai, pengawal pribadi ayahnya yang entah sejak kapan, sudah memihak Luo Yunxi.

   Dengan sedih Jin Shuozhen membuka lembaran surat pertama.


9 November 2xxx

Untuk Yibo, anak Ayah.

Kita bicarakan Papa kamu saja dulu, bagaimana? Jangan kuatir, Nak. Papa kamu bukan orang jahat yang datang ke rumah bordil. Dia teman Ayah, yang sayang sama Ayah. Tapi Ayah yang menolak dia karena Ayah sudah keburu berambisi dengan Om Canlie. Ayah juga takut kalau Ayah datang bawa dia, dia nggak akan percaya kamu anak dia. Tapi kamu anak dia kok. Kamu anak laki-laki baik. Dia pintar juga. Menurun ke kamu. Gantengnya dia juga nurun ke kamu.

Jadi, Ayah minta maaf, Nak. Ayah sayang kamu. Tapi Ayah malu. Makanya Ayah mau kasih kamu ke Om Buoxian waktu itu. Karena Ayah malu urus kamu. Ayah nggak punya muka di depan kamu. Sayang, Om Buoxian nggak mau. Jadi Ayah taruh kamu di rumah kumuh itu, supaya nggak ketahuan Om Yifan. Om Yifan mengancam akan membunuh Ayah dan kamu kalau Ayah ketahuan masih mengurus kamu. Makanya juga Ayah cuma bisa kasih uang untuk sekolahin kamu ke sekolah bagus dan mahal itu. Itu warisan Ayah buat kamu. Pendidikan, yang dulu nggak bisa Ayah dapatkan karena nggak punya uang.

Ayah nggak benci kamu, seperti yang selalu Ayah bilang. Itu cuma alih-alih dari Ayah benci diri Ayah sendiri. Ayah sudah terlanjur masuk, terjebak sama Om Yifan. Jadi Ayah melakoninya sampai akhir. Ayah sayang kamu. Makanya kalau kamu sakit, Ayah cuma bisa nangis dan bilang "Jangan sakit, Yibo." Karena Ayah nggak punya uang bawa kamu ke rumah sakit. Nggak punya uang belikan kamu susu. Maafin Ayah ya, Nak.

Ayah memutuskan pergi karena Ayah sudah terlalu benci sama diri Ayah sendiri. Karena cinta buta Ayah, Ayah kehilangan dua sahabat Ayah. Yang satu malah meninggalkan Ayah ke surga. Ayah kehilangan Leo dan kamu. Ayah juga diam-diam mencintai suami Ayah, Om Yifan. Tapi dia cuma mencintai Buoxian dan tiap hari dia marah-marah sama Ayah, dan pisahin ayah dari Leo juga. Ayah nggak kuat. Nggak apa-apa ya, Nak, Ayah tinggal. Ada Om Canlie. Dia akan jaga kamu.

Yibo anak pintar. Pasti bisa melalui semuanya.

Ayah sayang Yibo.

   Lalu Jin Shuozhen beralih ke surat kedua. Surat itu rapi, dan kalimat yang tertoreh di sana begitu singkat dan sederhana.

Untuk Papa.

Leo beli kasih sayang Papa dengan jantung Leo, cukup nggak?

Sehat-sehat, Papa. Leo sayang Papa.

   Sesaat dua bilik bersebelahan di ICU itu diliputi kesunyian. Lalu suara isakan tangis lirih keluar dari mulut Wu Yifan, membuat semua kepala yang ada di sana menoleh. Wu Yifan menangis. Untuk pertama kalinya Jin Shuozhen melihat air mata mengalir di wajahnya. Surat-surat bisu itu sudah menghantamnya dengan sangat keras. Kini ia terbaring tak berdaya, dengan detak jantung yang sangat lemah, memanggil-manggil arwah adiknya, arwah istrinya, arwah Bian Buoxian, dan arwah anaknya. Untuk meminta sebuah maaf.

   Belum selesai mereka mencerna hal itu, sebuah suara lain ikut menghantam. Sebuah suara yang keluar dari alat pendeteksi jantung yang terhubung pada Wang Yibo. Alat itu berbunyi datar. Tak menunjukkan perubahan nada apa pun. Datar. Satu suara. Tanda detak jantung yang telah berhenti. Detak jantung Wang Yibo sudah berhenti.

   Setitik air mata mengalir turun dari kedua matanya yang telah tertutup. Mengalir di tubuhnya yang telah mati. Meninggalkan ruangan yang kini telah bising oleh suara tangisan. Tangisan Jin Shuozhen, Wu Yifan, Meng Ziyi, Song Weilong dan Jin Taiheng. Bahkan Jin Shuozhen melihat Bian Buoxian, Xi Luhan, dan Piao Canlie juga ada di sana, menambah kebisingan.

   Cuma ada satu sosok yang dibutakan kesunyian. Seakan ia sudah terperangkap di paralel dunia yang lain. Ia berdiri diam. Berkedip sesekali. Tanpa air mata, tanpa teriakan.

   Xiao Zhan.

   Tampaknya jiwanya sudah mengejar Wang Yibo ke alam baka. Walaupun tubuhnya masih di sini, walaupun napasnya masih terasa, walaupun jantungnya masih berdetak.



.

.

.

THE END

.

.

.

FOREVER MONDAY [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang