Luo Yunxi memaksa dirinya untuk melangkah masuk ke rumahnya sendiri. Seperti yang diminta Wang Yibo, ia akan mengambil seluruh pakaian dan barang-barang yang tersisa untuk dipindahkan ke rumah Wang Yibo. Takut-takut, ia menekan gagang pintu ke bawah. Ada firasat kuat di dirinya bahwa ia akan bertemu dengan sang ayah sebentar lagi.
Saat masuk, Luo Yunxi memang menemukan ayahnya. Namun bukan ayah yang ia takuti seperti monster. Yang Luo Yunxi lihat saat itu hanyalah seorang pria tua renta, yang sedang mengejang di lantai rumah, memegangi dadanya, dengan wajah membiru, berusaha menggapai setabung obat yang ada di atas meja.
Wu Yifan terlihat seperti akan mati. Untuk pertama kalinya.
Atau mungkin ini bukan kali pertama?
Luo Yunxi berusaha menguasai diri dan membantunya meraih obat itu. Wu Yifan mengambil satu pil dengan ruas-ruas jarinya yang telah ikut membiru dan menelannya bulat-bulat. Luo Yunxi bergegas mengambil segelas air putih dari dapur dengan tangan yang masih gemetar hebat lalu memberikannya dengan hati-hati.
"Papa sakit?" Luo Yunxi menatap dengan penuh kekuatiran dan kasih.
"Iya. Senang kamu?" Jawab Wu Yifan dengan suara parau.
"Sakit apa?"
"Jantung. Sudah mau mati. Senang kamu?"
"Kok nggak pernah cerita?"
"Biar kamu nggak ketawain Papa yang sekarat. Senang kamu?" Suara Wu Yifan meninggi.
"Dari kapan?"
"Lima tahun lalu. Senang kan, kamu?"
Karena sudah empat kali kata "senang" itu dipertanyakan, Luo Yunxi akhirnya meledak dalam emosi. "Aku nggak senang Papa!" Teriak Luo Yunxi, membuat Wu Yifan tersentak. "Aku nggak seperti Papa, yang senang waktu lihat adik Papa sendiri mati. Aku sedih lihat Papa sekarat. Aku sayang Papa. Aku nggak senang kalau Papa mati. Aku nggak senang kalau nggak bisa lihat Papa. Aku nggak senang melihat Papa sakit. Aku nggak senanggg!" Isak Luo Yunxi histeris.
Dunia ini memang mengerikan bagi Luo Yunxi. Tapi dunia tanpa Papa jauh lebih mengerikan lagi. Monster di hadapannya itu adalah Papa, yang darahnya mengalir di tubuhnya, yang kasih sayangnya mungkin tak pernah sampai pada Luo Yunxi, tapi Luo Yunxi tetap sangat menyayanginya. Jadi bagaimana Luo Yunxi bisa mengatakan "senang" saat tahu ayahnya akan mati?
"Kamu mau ngapain?" Napas Wu Yifan mulai teratur dan tubuhnya memulih sedemikian rupa. Ia beranjak dari lantai dan menegakkan tubuh, kembali pada figur arogan, duduk dengan wajah sinis menghadap Luo Yunxi. Ia bahkan tak sudi Luo Yunxi membantunya berdiri dan duduk terlalu jauh dari yang seharusnya.
"Mau ambil baju, mau pindah ke rumah Yibo."
"Ya sudah sana ambil baju-baju kamu."
"Aku tinggal di sini saja deh, jagain Papa."
Wu Yifan mencibir. "Jangan mimpi kamu. Yang ada kamu di sini buat bunuh Papa diam-diam pas malam. Ambil baju kamu, pindah ke rumah Yibo. Urus pernikahan kalian secepat mungkin. Kalau kalian nggak nikah sebelum Papa mati, jangan kaget kalau tiba-tiba Xiao Zhan dan Jin Taiheng ikutan mati juga sama Papa."
"Papa!" Pekik Luo Yunxi putus asa. "Cukuplah, Pa. Nggak cukup sama harta kita sekarang? Kita sudah kaya. Semuanya ada. Kenapa harus ambil Panah Nusantara juga? Kenapa aku harus nikah sama Yibo? Kasihan Xian."
"Kasihan? Bapaknya Xiao Zhan itu nggak pernah kasihan sama Papa. Kakek-nenekmu itu nggak pernah kasihan sama Papa. Jadi buat apa kamu kasihan sama Xiao Zhan? Kasihan nggak akan buat kamu senang. Panah Nusantara itu punya Papa. Kalau Papa mati nanti dan kamu berani-berani serahin perusahaan itu balik ke Xiao Zhan, Papa akan pastikan mereka kena imbasnya. Jadi, kamu turutin kata Papa. Katanya sayang, kan? Nurut!"
KAMU SEDANG MEMBACA
FOREVER MONDAY [Completed]
FanfictionXiao Zhan akhirnya mendapatkan hari Senin untuk menjadi pacar Wang Yibo, playboy yang punya begitu banyak pacar, satu orang untuk satu hari. Sampai Xiao Zhan bertemu Song Weilong, playboy lainnya yang berparas tampan. Song Weilong mengubah hidup...