Wang Yibo mengulang-ulang kalimat yang sama di kepalanya.
"Jadi, turuti, atau dia mati." Dia mati... dia mati... Xiao Zhan mati. Ya, ia merasa dirinyalah yang akan mati karena kalimat mengerikan itu tak mau pergi dari ingatannya. Kalimat yang menggerakkan kakinya untuk menginjak pedal gas, berkendara ke makam Piao Canlie.
Saat tiba, ia mematikan asal mesin mobil. Ia bahkan meninggalkan kunci di tempatnya dan turun dari mobil dengan kaki lemas. Dengan gontai, ia menyusuri jalan setapak pemakaman yang sudah gelap dan sepi. Tatapannya lurus ke depan tanpa memedulikan kanan-kiri yang begitu mencekam. Terus seperti itu, hingga ia berhenti di depan nisan pualam yang masih belum terlalu tua. Warnanya hitam dan di bagian kanannya terpampang foto Piao Canlie yang tersenyum ramah.
"Hai, Om." Wang Yibo memasukkan tangannya ke dalam saku, berdiri santai sambil menatap ke bawah. "Apa kabar?"
Nisan itu diam membisu. Senyum Piao Canlie yang terlukis di foto menarik tubuh Wang Yibo jatuh terduduk ke tanah. Ia mulai menangisi dirinya sendiri.
"Maaf, Om.." ujarnya lemah. Ia teringat pesan-pesan sosok di foto itu sebelum ia pergi meninggalkan dunia. Bahwa Wang Yibo tidak boleh membawa Xiao Zhan ke Panah Nusantara, dan bahwa Wang Yibo tidak boleh jatuh cinta pada pemuda itu.
Lalu semuanya tiba-tiba saja terasa masuk akal. Wang Yibo sudah melanggar janji-janjinya. Dan ini adalah hadiah untuk pelanggaran-pelanggaran itu.
Wang Yibo membaringkan tubuhnya di atas rumput hijau dingin yang menusuk tulang, setengah tubuhnya menutupi makam Piao Canlie. Sambil menatap langit, air matanya terasa panas membasahi pipi.
"Maaf, Om," gumamnya. "Tapi aku jelas-jelas harus jatuh cinta pada Xian.."
Tak ada jawaban.
Sejam lamanya ia berbaring di sana. Dalam diam terus menangis, berusaha memanggil jiwa Piao Canlie yang entah ada di mana. Bukan ingin memohon pengampunan, tapi untuk mengatakan bahwa ia tidak menyesal. Untuk mengatakan, ia akan coba membayar berapa pun untuk bisa mencintai Xiao Zhan. Bahkan meskipun hal itu seharga nyawanya.
☂️
Wang Yibo pulang ke rumah dan terperanjat mendapati Xiao Zhan yang sedang duduk minum teh di beranda rumah. "Ngapain kamu di sini? Owen mana?"Xiao Zhan menoleh, menampilkan senyum getir, membuat Wang Yibo semakin takut, semakin ingin menarik cintanya lagi, tapi ia tahu ia tak bisa.
"Ada, dia tidur di kamar Heng." Jawab Xiao Zhan tenang.
"Kok dia malah bawa kamu ke sini?" Wang Yibo baru akan melangkah ke kamar Jin Taiheng tapi Xiao Zhan berdiri dan menahan tangannya.
"Aku yang minta." Ujarnya. Xiao Zhan mendekatkan dirinya dan memeluk tubuh Wang Yibo. "Aku nggak mau lari. Dulu Daddy lari, akhirnya mati juga. Aku nggak mau kasih kamu ke Leo. Kalau harus mati, aku harus mati di dekat kamu."
Wang Yibo terpaku. Haruskah ia mati? Haruskah Xiao Zhan mati? Pertanyaan itu berkelebat di pikirannya.
Melihat mata Xiao Zhan yang penuh kasih, merasakan gaung detak jantung pemuda itu, tiba-tiba tubuh Wang Yibo merosot ke lantai. Xiao Zhan tak berusaha menangkap tubuh yang lemas itu. Ia bahkan tak menunduk untuk melihat. Tangannya terbuka seakan menggenggam ruang hampa.
Sayup-sayup suara tangis Wang Yibo mulai terdengar, menusuk heningnya malam itu. Ia mulai menggumamkan doanya, "Kita harus bagaimana, Xian? Saya tidak mau kehilangan kamu. Dan saya juga tidak mau kehilangan saya.."
.
.
.
To be continued.
KAMU SEDANG MEMBACA
FOREVER MONDAY [Completed]
FanfictionXiao Zhan akhirnya mendapatkan hari Senin untuk menjadi pacar Wang Yibo, playboy yang punya begitu banyak pacar, satu orang untuk satu hari. Sampai Xiao Zhan bertemu Song Weilong, playboy lainnya yang berparas tampan. Song Weilong mengubah hidup...