Selamat membaca.
"FAREL."
"Iya dengan saya sendiri.""Enak banget kamu, saya di depan sedang menerangkan sedangkan kamu enak-enakan ngobrol sama Juki!!" Ujar Pak Juna dengan tampang galaknya.
"Juki Pak. Masa tadi dia ngajak saya bolos Pak, saya kan anak baik-baik. Terus katanya kalo saya nggak mau dia bakal bocorin kalo saya yang suka umpetin kacamata Bapak ups...."
Dengan cepat Farel menutup mulut sialannya. Niatnya mau menjatuhkan Juki malah dirinya yang kena, sial!! Farel merutuki kebodohannya.
Mulut apaan tai lemes amat!! Batin Farel.
"Oh jadi selama ini kamu yang sering ngumpetin kacamata saya. Bisa aja kamu biar jam Bapak kesita buat nyari kacamata, sekarang semuanya udah kebongkar. Jadi ide gila apa lagi yang bakal kamu ciptain?" Tanya Pak Juna dengan menahan emosi.
Ia masih menghormati dan masih mengingat bahwa di depanya adalah cucu yang punya sekolah, meskipun Dava-Kakek Farel mengatakan jika Farel berbuat ulah maka jangan segan-segan untuk memberikan hukuman sama seperti murid-murid lainya. Tetapi ia merasa tidak enakan memperlakukan Farel seperti itu.
"Maaf Pak. Bapak sih kalo ngajar serius mulu, jangan serius-serius lah Pak. Saya kan jadinya males, terlalu monoton," balas Farel mengeluarkan unek-uneknya.
"Apalagi mapel yang Bapak ajar jarang di sukain orang-orang," lanjut Farel.
Sebisa mungkin guru setengah baya itu menahan kekesalannya. Padahal di dalam hati sudah sangat dongkol.
"Farel, kalo hidup cuman buat bercanda mau jadi apa masa depan nanti?" Tanya Pak Juna.
"Jadi kehidupan lah Pak, masa mau balik ke zaman paleolithikum." Jawab Farel dengan santai.
"Jika semua penerus punya pemikiran sama kaya kamu. Hancur dunia ini."
"Tinggal di rangkai aja apa susahnya sih Pak?"
"Kamu kira kita sedang mainan puzzle?" Tampaknya dari nada sekarang sudah mulai kehabisan kesabaran.
"Yang bilang puzzle Bapak ya bukan saya."
"Diam!!"
"Saya ka-" Ucapan Farel terpotong karena merasakan ada seseorang yang mendorong kepalanya cukup kencang dari belakang. Farel tengok ke sampingnya ternyata si pelaku adalah Agam-teman satu bangkunya. Sedang menatapnya tajam.
"Kata gue lo diem deh bangsat. Liat noh muka Chef Juna udah merah gitu. Lo nggak ngeri liatnya? Udah kenapa sih, nih mulut kalo udah debat emang nggak pernah mau ngalah ya." Agam dengan suara tertahan. Mencoba menyadarkan teman sebangkunya yang sudah kelewat pintar.
"Jangan bisik-bisik ya kalian! Nggak sopan!" Seru Pak Juna dengan emosi tertahan.
Farel menatap depan lagi, menghiraukan ucapan Agam barusan. Ia lebih tertarik adu argumen dengan guru Matematika itu.
"Pak Juna kenapa nggak jadi chef aja Pak? Mungkin aja Pak Juna ternyata kembarannya chef Juna yang jadi juri makan di master sep, Bapak jadi chef aja deh, malesin Bapak kalo jadi guru. Itu loh Pak, chef Juna yang kalo ngomong mulutnya cuman lebaran dikit, sariawan ya Pak kembarannya? Kembar yang terpisah deh kayanya Bapak sama chef Juna." cerocos Farel tanpa henti. Tidak memperdulikan Pak Juna yang malah emosinya bertambah naik. Ingin sekali jari ini mencubit bibir Farel yang kelewat pintar ini, jika status Farel bukan cucu dari seorang Dava, sudah ia caci maki Farel yang sudah sangat berani seperti ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
BAPER [COMPLETED]
Teen FictionIni menceritakan kisah dua sejoli yang mempunyai sifat berkebalikan. Satu misi yang malah menimbulkan rasa keterbalikan dari perjanjian awal. Harusnya Farel konsisten dengan kata yang keluar dari mulutnya. Harusnya Farel tidak boleh melanggar yang s...