Selamat membaca.
Keadaan dapur rumah Fisya saat ini benar-benar tidak tertata rapi, semuanya tidak berada di tempatnya masing-masing setelah kedatangan 2 perusuh yang memaksa masuk ke area dapur padahal sudah di peringatkan oleh Asya untuk tidak merecokinya dan Fisya.
Farel mengupas bawang putih dan bawang merah di wastafel tepat di samping Asya yang sedang memotong daun bawang serta sawi hijau. Tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan pria itu terus mengajak Asya bicara agar mau membalasnya tidak seperti di taman belakang yang diam saja.
Sejujurnya saat tadi duduk bersama lagi dengan Farel. Asya merasakan de javu. Ya, kata rindu yang Farel ucapkan tadi persis seperti pertemuan mereka di kampus di tengah-tengah lautan manusia yang akan menonton konser. Sayangnya kata rindu hari ini sudah dengan hubungan yang berbeda.
"Cara motongnya gimana?" Tanya Farel begitu polosnya.
Asya melirik perkejaan Farel yang sedari tadi tidak usai juga.
"Di kupas dulu Farel baru di potong." Asya menjelaskan sangat lembut sekali.
"Oh gitu,"
"Nanti kalo udah di kupas di cuci dulu sebelum di potong, ngerti kan?"
Farel mengangguk seperti anak kecil. Membuat tanpa sadar senyum di bibir Asya terbit melihat kelakuannya.
Sedangkan pasangan sebelah sepertinya lebih adem dan enjoy. Tidak ada keributan di bagian sana. Tidak, keduanya tidak melakukan pekerjaan bersama-sama melainkan Fisya sendiri yang melakukannya, pacar gadis itu memang diam tetapi saat Fisya berpindah untuk mengambil apapun Rio mengikuti Fisya seperti anak ayam yang mengikuti induknya.
Jika bertanya kenapa hanya ada Rio dan Farel saja, kemana manusia merepotkan satunya lagi. Jawabannya Fisya menyuruh untuk membeli minuman di supermarket agar tidak terlalu merecokinya di dapur. Rio dan Farel saja sudah sangat menganggu bagaimana jika di tambah Agam, makin tidak karuan dapur.
"Tolong ambilin kecap di kulkas," Fisya memandang Rio yang masih setia berada di sampingnya.
"Oke."
Fisya gemas sendiri melihatnya. Rio tidak banyak bicara tetapi selalu menuruti yang dirinya perintahkan tanpa banyak protes dengan wajah datar itu.
Asya berbagi tempat dengan Farel yang sedang sama-sama mencuci di wastafel. Jarak keduanya sungguh dekat bahkan tidak menyisakan jarak sejengkal pun. Asya berdiri canggung di samping laki-laki itu.
"Kalo lagi gini jadi inget lima tahun yang lalu ya, lo inget nggak?" tanya Farel menoleh pada perempuan itu.
Asya gelagapan antara mau menjawabnya atau tidak. Bagaimana bisa Farel mengingat kenangan mereka di waktu pertemuan pertama kalinya setelah bertengkar hebat. Farel masih waras kan?
"Inget nggak waktu itu lo masakin masakan buat Mama Sya. Inget banget gue waktu itu Mama suka banget di bawain makanan sama lo, sampai makanannya nggak boleh ada yang mintain katanya 'makanan ini di buat untuk Mama dari Asya spesial jadi nggak boleh ada yang minta' gitu katanya lucu banget waktu itu." Farel tertawa tanpa melihat kondisi wajah Asya saat ini.
Bingung harus merespon bagaimana. Haruskah senang? Atau sedih? Lagi-lagi harapan itu muncul di saat laki-laki itu menceritakan kisah menyenangkan sewaktu itu, tetapi ketika kembali pada realitanya Farel hanya sekedar mengingat kembali bukan mengajak memperbaiki, ingat Farel sudah ada Karina.
"Haha iya ingat kok."
"Sya katanya abang mau nikah?"
Asya mengangguk menjawabnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
BAPER [COMPLETED]
Dla nastolatkówIni menceritakan kisah dua sejoli yang mempunyai sifat berkebalikan. Satu misi yang malah menimbulkan rasa keterbalikan dari perjanjian awal. Harusnya Farel konsisten dengan kata yang keluar dari mulutnya. Harusnya Farel tidak boleh melanggar yang s...