☯ HAPPY READING☯
"Makasih udah nyelametin gue dari cewek medusa tadi," kata Soraya pada Rafael setelah keduanya sampai di kantin.
Rafael mengangguk sembari mengaduk minumannya.
Kemudian hening. Jam istirahat yang kacau akibat mengurus Azzea membuat keduanya fokus menghabiskan pesanan masing-masing.
"Ray, ntar gue pulangnya nebeng sama lo ya?" pinta Rafael memecah keheningan.
Soraya menghentikan aktifitas makannya. "Lah emang lo enggak bawa motor?" Setelah berkata demikian, Soraya memasukkan pentol bakso yang tadi tertahan.
"Enggak, makanya gue nebeng sama lo."
"Kenapa nggak sama Leon, atau Daniel, Elang, atau An–"
"Gue maunya sama lo," potong Rafael cepat.
Gadis itu mengangguk terpatah. Rafael benar jika Soraya adalah anak yang tak suka dipaksa, tapi entah mengapa Soraya tak dapat berkutik dalam perintah Rafael.
☯
Rafael mengendarai mobil Soraya membelah jalanan kota Jakarta. Mobil merah itu berhenti di depan gedung tua yang terlihat sedikit menyeramkan.
"Kenapa berhenti di sini? Lo mau nyulik gue? Ayo puter balik, gue mau pulang!" cerocos Soraya takut-takut sembari berusaha menyalakan mesin mobil.
Rafael tersenyum tipis, menyingkirkan tangan Soraya yang masih berusaha menggapai kunci mobil. "Ayo keluar! Jangan takut, gue nggak mau nyulik lo."
Rafael keluar dari mobil diikuti oleh Soraya. Gadis itu berjalan persis di balik tubuh Rafael dengan sorot waspada. Dalam hati Rafael ingin tertawa melihat tingkah Soraya yang kelewat menggemaskan. Laki-laki itu kemudian menarik sang gadis ke dalam.
Di lantai pertama gedung ini kosong. Tidak ada apa-apa, lantainya kotor dengan dinding dan langit-langit yang penuh debu dan sarang laba-laba. Soraya bergidik ngeri, refleks menggenggam tangan Rafael erat. Sementara sang adam tak peduli dan terus mengajak si gadis ke lantai selanjutnya.
Soraya menganga, tertegun kagum melihat pemandangan di depannya. Lantai satu yang lusuh, kotor tak terpakai sangat berbeda dengan kondisi lantai dua yang mirip hotel bintang lima. Di sudut kanan ada tv dan beberapa kursi yang terbuat dari tumpukan ban, tak jauh dari sana ada sebuah kulkas kecil. Di sampingnya banyak terdampar berbagai jenis permainan seperti PlayStation dan catur.
"Ayo!"
Soraya mengikuti langkah Rafael menuju ruangan sebelah yang tak berpintu. Kali ini lebih luas daripada yang tadi, di tengah ruangan terlukis jelas lambang Lucifer dengan tulisan graffiti. Dari sini, Soraya mengerti bahwa ia sedang berada di markas Lucifer.
"Hei? Lo ngajak gue kesini emang nggak apa-apa?" Baiklah gadis itu menjadi semakin takut. Yang ia tau, markas ini adalah tempat keramat bagi sebagian besar murid sekolah, lalu dengan seenak jidat laki-laki itu mengajaknya ke sini.
"Santai aja kali. Anak Lucifer nggak akan makan lo." Rafael berhenti di ruangan yang lain. Persis seperti asrama dengan satu lemari besar milik bersama. "Gue minta supaya lo merahasiakan kunjungan ini."
Rafael membuka lemari besar itu, meminta pendapat apa yang harus dia kenakan saat pesta ulang tahun nanti. Soraya ragu-ragu mendekat. Ini suasana yang canggung, tak pernah terpikirkan sedikitpun Soraya akan memilihkan outfit untuk seorang laki-laki yang baru saja dia kenal. Sepuluh menit berlalu dengan cepat, akhirnya pasangan itu berhasil memilih baju yang dirasa tepat.
Keduanya kembali ke ruang santai tadi sembari menikmati cola dingin yang tersedia di kulkas. "Rafael, apakah Lucifer memperlakukan siswa-siswi lain seperti ini? Maksud gue, apa perilaku lo nggak berlebihan dengan mengajak gue masuk ke sini?"
KAMU SEDANG MEMBACA
RAFAEL
Novela Juvenil꧁꧇ FOLLOW DAHULU SEBELUM MEMBACA꧇꧂ Rafael Aditya, salah satu anak kesayangan semua guru. Sifatnya yang tegas membuat Rafael ditunjuk sebagai pemimpin di banyak hal. Materi dan kemewahan selalu mengikutinya. Namun, kejadian dimana dia kehilangan sebu...