52. ASING

215 11 2
                                    

☯HAPPY READING☯

Genap satu bulan, absen Rafael dipenuhi oleh huruf S. Hari ini, dengan penuh tekad dan mengabaikan luka yang terkadang tiba-tiba nyeri, Rafael berniat mengakhiri deretan huruf S itu. Laki-laki itu mengacak rambutnya, membuat helai sejuta jelaga itu menyamarkan eksistensi plester yang masih tertempel di dahi.

Tak perlu menunggu lama, Rafael telah bergabung dengan siswa lain, memacu tungkai menuju kelasnya masing-masing. Sejauh pengamatan Rafael, tidak ada pemandangan yang berubah dari sekolahnya setelah ia absen sebulan lamanya, mungkin papan pengumuman bisa dikecualikan.

Kemudian lorong-lorong mulai ramai seiring dengan langkah Rafael yang semakin menjauh melewati barisan murid yang tengah berkonversasi. Bahkan tak sedikit para siswi langsung memutar stir beralih membicarakan Rafael yang tidak ada sangkut pautnya dengan topik pembicaraan sebelumnya.

"Wah, Rafael udah sembuh."

"Ya ampun sayangnya gue udah sehat."

"Lihat! Bekas luka di pipinya malah bikin tampan. Persis kayak badboy idaman begitu."

Rafael tidak mempedulikan—lebih tepatnya tidak pernah peduli—dengan segala ungkapan yang ditujukan padanya. Maka dari itu, langkahnya tetap terjaga menuju kelas.

"Welcome back our best friend!"

Rafael terkejut di tempat ketika suara balon yang diletuskan menggema di daun telinga. Lalu netranya menangkap presensi Andre yang tengah tersenyum kegirangan sembari membawa jarum pentul dan sisa letusan balon.

"ASTAGHFIRULLAHALADZIM, NGAGETIN, SAT!"

Setelah puas memaki Andre di tengah-tengah pintu, Rafael pun mulai melangkah masuk. Laki-laki itu baru sadar jika seluruh temannya tengah berdiri, memberi senyum terbaik, senang bahwa dirinya telah kembali. Kemudian Rafael berbalik, menatap papan tulis yang memuat kalimat 'WELCOME BACK RAFAEL' genap dengan berbagai gambar dan hiasan di sampingnya. Rafael kemudian mengembangkan labiumnya, membentuk senyum tulus yang jarang dilihat oleh siswa lain.

"Thank you all," ungkapnya lembut.

"Sama-sama!" Satu kelas menjawab dengan kompak. Lalu satu persatu dari mereka mulai mengerubungi Rafael, entah untuk memberi semangat, sekedar bertanya kondisi terkini, atau yang hanya ikut-ikutan. Melihat semua ini, membuat Rafael bersyukur karena dia dikenalkan oleh teman kelas yang begitu suportif.

"Raya! Lo nggak tau kalau Rafael udah berangkat?"

Gadis yang rambutnya dikuncir kuda itu mengeryit heran melihat si sahabat tak bereaksi sama sekali setelah seluruh jagat sekolah heboh karena Rafael yang kembali dari sakitnya. Tentu saja itu membuat bibit-bibit curiga muncul walau hanya sejenak, sebab dia sudah menepisnya sebelum merebak.

Seperti yang diduga, si sahabat yang sebelumnya layu seperti bunga tak terawat, kini telah menegakkan badan. Matanya berbinar lalu dalam sekali hitungan, dia sudah melesat pergi.

Walau begitu masih ada timbul tanya, bagaimana mungkin dia tidak tahu kapan kekasihnya akan berangkat?

Entah harus dideskripsikan dengan kata apa, sebab hati Soraya jauh dari kata lega lagi bahagia. Setelah penantian panjang yang seolah tak berujung, hari ini dia bisa melihat sang kekasih di sekolah kembali.

Seperti yang diduga, sang terkasih tengah berkumpul dengan para sahabat. Mengabaikan tatap yang lekat sejak dirinya hadir, Soraya segera memangkas jarak antara dirinya dan Rafael.

"El, Alhamdulillah kamu udah sembuh. Kenapa nggak bilang sama aku kalau hari ini mau berangkat?"

Nada suaranya cerah, selaras dengan suasana pagi di hari Senin ini. Tak lupa, senyum manis terpatri di wajah setara bidadari.

RAFAELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang