"Tak semua orang tua bermain fisik terhadap anaknya, tetapi semua orang tua pasti pernah bermain perasaan terhadap anaknya"
–Rafael Aditya
☯HAPPY READING☯
Jam telah menunjukkan pukul delapan malam ketika Rafael sampai di depan rumah Soraya. Mereka menghabiskan waktunya untuk menikmati berbagai jenis kuliner serta permainan yang ditawarkan di pasar malam tadi. Barulah ketika Soraya sadar hari mulai larut dia cepat mengajak Rafael kembali.
"Makasih ya buat hari ini, gue suka banget." Gadis itu mengembangkan senyumnya, manis sekali, apalagi dengan semilir angin yang menerbangkan helai rambutnya.
Rafael membalas senyuman itu tipis. "Syukurlah kalau lo suka."
"Eung, mau masuk dulu?" Soraya mendorong gerbang rumahnya lebih lebar, memberi ruang jika Rafael ingin masuk.
Sebelum Soraya membuka gerbang makin lebar, Rafael menghentikannya. Dia menggeleng pelan ketika Soraya bertanya dengan kilatan mata. "Gue langsung balik, ini udah larut. Maaf kemalaman."
"Oke! Jaketnya, gue bawa dulu ya. Soalnya udah bau keringet gue hehe."
Rafael mati-matian menahan bibirnya yang ingin tersenyum melihat cengiran gadis di hadapannya. Demi menghilangkan itu semua, Rafael berdehem kemudian mengiyakan kalimat Soraya.
"Gue balik dulu," pamit Rafael.
Soraya mengangguk lalu melambaikan tangannya ragu. Rafael membalas lambaian tangan itu ketika dirinya sudah duduk di atas motor Rafael memakai helmnya dan mulai melesat menuju rumah.
Tak perlu waktu lama Rafael sudah sampai di rumah barunya itu. Matanya menyipit heran ketika melihat sebuah mobil terparkir di pekarangan rumah. Rafael tidak terlalu peduli dengan itu, dan langsung memakirkan motornya dalam garasi.
"Tunggu, ini mobil kayak gue kenal." Rafael menghentikan langkah ketika melewati mobil yang menarik perhatiannya tadi. Dia memejamkan mata sejenak, mencari jawaban. Menemui sepuluh detik yang sia-sia, Rafael pun memutuskan masuk rumah untuk mencari jawaban.
Rafael mengernyit heran ketika dirinya mendengar suara rintihan seseorang. Mama?!! Tanpa berpikir panjang Rafael langsung berlari menuju ruang tengah yang diyakini sebagai asal suara.
Rafael melempar tas nya asal, berlari menuju Rini yang duduk menunduk sambil mengusap air matanya. Ekor matanya menangkap jelas sosok ayah yang duduk di sofa seberang.
"Mama kenapa?" tanya Rafael khawatir. Dia langsung memeluk Mamanya dari samping.
"Mama nggak kenapa-napa, El," jawab Rini berusaha menyudahi tangisnya.
Rafael melepas pelukannya lalu menatap papanya tajam. "Apa yang Papa lakukan pada Mama?" Rafael berusaha menjaga nada bicaranya agar tak berubah meninggi.
Yang ditanya menarik napas dalam, tiba-tiba ototnya menegang. Dia berdehem, memperhitungkan segala kemungkinan yang akan dihadapinya setelah berbicara pada Rafael. Setelah cukup mantap, ia melayangkan senyum. "Papa hanya ingin meminta maaf pada kalian dan menjelaskan semuanya."
"Huh? Maaf? Untuk kenyataan yang sudah jelas dan telah lama terjadi?" Rafael menatap ayahnya tajam, memasang topeng dingin andalannya. "Penjelasan hanya membuang waktu, padahal gagasan utamanya telah diketahui."
Rini mengunci pergerakan tangan Rafael, terkadang ia juga mengelusnya dengan lembut. Rini tahu benar, Rafael anak yang keras kepala dan bisa kapan saja lepas kendali. Dia tidak mau anak semata wayangnya melukai sang ayah, meskipun laki-laki itu tega membuat rumah tangganya hancur.
KAMU SEDANG MEMBACA
RAFAEL
Teen Fiction꧁꧇ FOLLOW DAHULU SEBELUM MEMBACA꧇꧂ Rafael Aditya, salah satu anak kesayangan semua guru. Sifatnya yang tegas membuat Rafael ditunjuk sebagai pemimpin di banyak hal. Materi dan kemewahan selalu mengikutinya. Namun, kejadian dimana dia kehilangan sebu...