21. MEDAN PERANG

324 21 0
                                    

☯ HAPPY READING☯

"Serang!"

Teriakan itu melolong panjang di lorong jalan yang lengang. Hal itu sekaligus menjadi tanda pecahnya perkelahian diantara dua geng tersebut.

Suara teriakan ataupun pukulan sahut menyahut memenuhi langit-langit jalan sempit dan buntu itu. Kedua geng besar yang berkelahi atas nama sekolah tersebut saling beradu tinju, mencari kata kemenangan.

"Mau dipukul mananya, Sob?" Andre bertanya mengejek, memelintir tangan kanan lawannya kuat-kuat.

"Halah banyak bacot lo!" Orang itu balas berteriak seraya meronta guna melepaskan tangan dari Andre.

"Hush, jangan berisik! Lo tinggal bilang mau ditonjok bagian mana, biar gue nggak salah doa!" celoteh Andre sambil mengencangkan pelintirannya.

Jika Andre masih menggunakan hal-hal gila semacam ini, berarti musuhnya masih enteng dan tenaganya belum terkuras. Sebab kata Andre, 'Kita harus selow ketika menghadapi musuh, karena Tuhan bersama dengan jiwa-jiwa yang santuy!'

Kita lupakan masalah Andre dan beralih pada Daniel yang sama gilanya dengan Andre. "Maaf, kekuatan kalian tidak setara dengan pangeran Inggris ini."

Sedari tadi Daniel mengulang-ulang kalimatnya saat dia berhasil membuat lawannya terjatuh ke aspal.

"Dasar bacot lo, Dan! Tinggal diam, lawan pakai tangan apa susahnya sih! Kayak burung aja lo, ngoceh mulu!" seru Elang yang berkelahi tidak jauh dari Daniel. Dirinya muak dengan kata-kata gila yang diucapkan Daniel.

Bugh!

"Iri bilang bos!" balas Daniel setelah berhasil meruntuhkan pertahanan lawannya.

Perkelahian ini semuanya dimulai ketika salah satu pihak lawan mengajak anak Lucifer bertanding futsal. Pihak lawan yang kalah pun tidak terima dan langsung mengajak berkelahi di tempat. Sayangnya upaya itu gagal, sehingga mereka memprovokasi ketuanya agar menyerang Lucifer. Alhasil, mau tak mau Lucifer turun melayani mereka demi membela anggotanya yang ditindas.

"Eh ada warga datang kesini cabut!"

Perkelahian diantara mereka masih berjalan kurang dari setengah jam ketika suara berisik dari arah pemukiman datang mendekat. Satu persatu anak berlari menjauh, tujuan yang awalnya ingin menang pun berubah menjadi tak ingin ditangkap warga.

"Cabut!" seru Leon mengomando para teman-temannya.

"Semuanya berpencar!" Rafael menambahi seraya berlari mengikuti arah Leon.

Dari tempatnya berlari, Rafael bisa melihat pihak musuh yang mulai pergi mengendarai motornya masing-masing. Sementara Lucifer hanya bisa berlari sejauh mungkin mengingat mereka meninggalkan motornya di parkiran sekolah.

Mereka semua mencari jalan memutar, menyusuri gang-gang kecil pergi menuju warung Bi Titik yang telah disepakati sebagai titik kumpul.

Sementara itu, Rafael dan Leon terpaksa mencari jalan yang lebih jauh lagi ketika tau satu persatu jalan telah diblokir warga.

"Sepertinya mereka menjadikan kita target utama." Di tengah larinya, Leon menoleh ke belakang, mengukur jarak yang terbentang antara dirinya dan warga.

"Itu lebih baik daripada mereka menargetkan anak yang lain."

Rafael menoleh ke belakang dan mengkode Leon lewat ekor matanya. Leon yang paham pun langsung mengangguk dan berlari mengikuti instruksi Rafael.

Keduanya kini bersembunyi di balik tembok bangunan tua. Mata liar milik Leon masih setia mengawasi pergerakan warga yang tengah berdiri tak jauh di depan mereka. Syukurlah warga tidak tau keberadaan Rafael juga Leon di sini.

RAFAELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang