46. MY ANGEL

223 15 9
                                    

☯ HAPPY READING☯

"Morning, Mama." Rafael yang baru saja kembali dengan dua buah paper bag berisi buah langsung mencium kening sang ibu ketika tau wanita panutannya telah bangun.

"Morning juga sayangnya Mama." Rini mengenyam senyuman manis.

"Yes, akhirnya hari Minggu juga, jadi bisa jagain Mama sepanjang hari." Sambil meletakkan paper bag-nya di atas nakas, Rafael berseru girang.

"Kemarin-kemarin aja izin, gegayaan banget kamu," ejek Rini sambil menahan tawanya.

"Sini sayang, Mama pengen peluk kamu!" Rafael yang semula mengerucutkan bibir karena kesal diejek pun langsung tersenyum, lalu mendarat dengan indah di pelukan ibunya.

Rini tersenyum penuh arti sambil mengeratkan pelukannya seolah ini adalah yang terakhir. Tangan yang sedikit mengurus itu terulur pelan, mengusak lembut surai kecoklatan si buah hati. "Nanti kalau Mama udah nggak ada, kamu jaga diri baik-baik yah!"

"Mama, jangan bicara sembarangan. El, nggak suka." Ibundanya hanya mengatakan hal yang tak terlalu panjang, tapi pesannya membuat hati Rafael teramat perih.

Rini melepas pelukannya, menangkup wajah tirus buah hatinya dengan kedua tangan. "Dengerin kata, Mama. Kamu harus maafin papa nanti, karena cuma dia yang kamu punya setelah Mama nggak ada."

"Tapi, Ma —"

"Mama mohon Rafael. Tidak ada yang namanya mantan ayah atau mantan anak di dunia ini, sampai kapanpun juga kalian tetaplah sepasang anak dan ayah. Maafkan papamu sayang, dan tinggalah bersamanya saat Mama tak lagi di sampingmu." Rini tahu dia tidak mengasuh Rafael dengan benar, dia bahkan sering meninggalkannya sendirian di rumah yang tidak lagi hangat. Rini hanya ingin, Rafael memaafkan sang ayah agar buah hatinya tidak menjadi anak durhaka.

Netra kembar milik sang ibu yang berkaca-kaca itu membuat hatinya semakin teremas. Rafael masih menyimpan rasa sakit dan kecewa yang ditorehkan ayahnya dengan sangat rapi, tapi dia tidak bisa melihat ibunya terus memohon sampai seperti itu.

Dengan senyum yang semakin lebar, ibunya kembali bicara. "Mama harap kamu bersedia, El."

Rafael memegang tangan Rini yang masih menangkup wajahnya lalu dia mengulas senyum simpul. "Akan, El, usahakan, Ma."

"Terima kasih, sayang. Sini! Mama pengen peluk kamu lagi." Rini merentangkan tangannya dan tersenyum senang ke arah Rafael.

Rafael maju selangkah agar Rini lebih leluasa dalam memeluknya. Rasa hangatnya masih sama, kali ini tangan ibunya mengusap bahunya, memberikan kesan menenangkan.

Beberapa jam kemudian Soraya datang membawa satu parsel buah-buahan segar. Tidak lupa ia mencium tangan Rini sesaat setelah sampai.

"Assalamualaikum, Ma. Semoga cepet sembuh dan keluar dari rumah sakit yah," kata Soraya setelah mencium tangan Rini.

"Waalaikumsalam, aamiin, sayang."

"Rafael, kamu udah mandi?" tanya Soraya pada Rafael yang tengah bermain ponsel di sofa.

"Belum." Rafael tidak mengalihkan pandangannya.

"Kamu mandi gih! Biar aku yang jagain Mama." Soraya menarik tangan kiri Rafael agar pacarnya itu bangkit dari sofa.

"Iyaaa." Rafael berdiri lalu mengambil kunci motor yang tergeletak di nakas, "Mama, Rafael izin pulang dulu ya, baik-baik di sini." Rafael melayangkan satu kecupan di kening Rini sebelum pergi.

Tuk tuk tuk

Langkah kaki yang panjang dan tergesa itu tercipta di sepanjang lorong rumah sakit. Tidak dihiraukannya pasang mata yang menatap heran, atau sumpah serapah yang sesekali muncul karena hampir menabrak. Pikirannya mendadak kosong setelah lima menit yang lalu gadisnya mengabarkan bahwa sang ibu kembali drop. Sesampainya di depan ruang rawat sang ibu dia langsung menghadap pada si gadis, menanyakan kronologi dari semua ini.

RAFAELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang