☯ HAPPY READING☯
Dua gadis itu tampak fokus mendengarkan sahabatnya bercerita. Akibat terlarut larut dalam alur yang disajikan sang sahabat, mereka bahkan tak sempat berkedip untuk menjaga mata tetap lembab.
"Woah mantul banget. Emang lo nggak capek obatin inti Lucifer satu-persatu?" tanya Illy penasaran.
"Ya nggak lah, gue malah nggak enak sama mereka. Bayangin! Gue baru aja masuk sekolah nih, tapi gue udah menyebabkan banyak masalah," jelas Soraya muram.
"Bener juga sih." Illy cepat mengangguk. Bukan maksud curiga, tapi terkadang hidup Soraya terdengar seperti drama yang penuh kebetulan. "Tapi! Tapi! Masak sih lo nggak baper sama sikap Rafael?!"
"Mungkin iya? Eh enggak juga? Eh? Nggak tau ah." Demi Allah, Soraya paling menghindari pertanyaan omong kosong ini. Mengapa hidupnya terjebak dalam kehidupan geng motor dan ketuanya? Lalu, mengapa Allah menganugerahkan rasa aneh yang terus menggelitik hati?
"Gue berani bertaruh! Lo bakal jatuh cinta sama Rafael!" Keyla menyentak tegas, menunjuk-nunjuk meja penuh semangat.
Soraya memilih bungkam, separuh tak peduli separuh lagi bertanya-tanya tentang perasaannya.
"Kapan ya gue bisa jadi di posisi Soraya? Ditolongin sama cogan sekolahan." Illy tersenyum lebar, menangkup kepalanya dengan dua tangan.
"Halah, disenyumin sama pakboy cap aligator aja kesengsem apalagi sama cogan sekolahan, pingsan lo!" Keyla menyembur pedas lengkap dengan toyoran di kepala.
"Sakit bego!"
Praktis saja keduanya terlibat saling umpat dan saling tampar. Soraya sebagai saksi bukannya melerai malah menikmati pertengkaran tersebut seolah bagian dari hiburan.
☯
Soraya duduk di halte sambil mendengarkan lagu dari earphone yang tersambung ke ponselnya. Hari ini dia sengaja tidak membawa mobil, dan memilih untuk menaiki angkot saja.
Soraya memejamkan mata dengan bibir mengembang ketika lagu yang mewakili perasaannya berputar. Namun itu berlangsung sebentar, Soraya membuka matanya ketika merasa ada yang menghalangi cahaya datang ke matanya.
Soraya tersenyum canggung ketika melihat Rafael berdiri tegak di sampingnya, menghalangi silau sinar. Gadis itu menengok ke kanan-kiri, mencari orang lain yang mungkin ingin ditemui Rafael. Mengetahui tidak ada orang selain dirinya, Soraya melepas earphone-nya ragu.
"Ada perlu sama gue, Raf?"
Bukannya menjawab Rafael malah duduk di samping Soraya. Menerawang langit seolah hendak menghitung gumpalan awan, membuat si gadis mengerutkan kening.
"Ada apa?" tanya Soraya sekali lagi.
Rafael menoleh lalu tersenyum. "Lo nggak bawa mobil?"
"Gue nggak kuat bawa mobil," jawab Soraya mencoba bercanda.
Rafael mendengus kesal. Ternyata humor Soraya boleh juga. "Ck, maksudnya mengendarai mobil."
"Nggak."
Tak mau basa-basi lagi, Rafael langsung menyatakan maksudnya. "Ayo main sama gue!"
"Hah? Gimana?" Soraya berkedip kaget, bukan karena kata-kata Rafael sulit dipahami atau karena Rafael memakai bahasa alien, hanya saja itu terlalu tiba-tiba.
Rafael terkikik geli, tapi segera mengendalikan diri. "Maksud gue bermain, kayak ke Playground, atau semacamnya lah. Bukan yang macam-macam kayak pikiran lo."
"Dih! Gue nggak mikir macam-macam ya!" Soraya memukul pundak Rafael, kesal karena dituduh berpikiran mesum.
"Iya, gue percaya. Ayo berangkat!"
KAMU SEDANG MEMBACA
RAFAEL
Roman pour Adolescents꧁꧇ FOLLOW DAHULU SEBELUM MEMBACA꧇꧂ Rafael Aditya, salah satu anak kesayangan semua guru. Sifatnya yang tegas membuat Rafael ditunjuk sebagai pemimpin di banyak hal. Materi dan kemewahan selalu mengikutinya. Namun, kejadian dimana dia kehilangan sebu...