☯HAPPY READING☯
Senin pagi terasa berbeda. Bukan karena hari ini bertepatan dengan tanggal merah, tapi karena perginya orang tersayang. Laki-laki itu masih bersandar pada ranjang, lengkap dengan selimut yang masih menutupi tubuh hingga pinggang. Matanya merah, efek terlalu banyak diajak begadang.
Tangannya terulur mengambil pigura yang memuat foto terakhir bersama sang ibu sebelum insiden kecelakaan itu terjadi. "Rasanya baru kemarin kita berbaikan, ma."
Entah berapa lama waktu yang Rafael habiskan untuk merenung. Menyelami rasa sakit yang mengurung hatinya tanpa celah. Sampai akhirnya dia bangkit, memilih untuk membersihkan diri.
"Assalamualaikum, punten!"
Teriakan itu muncul ketika Rafael tengah sibuk mengeringkan rambut. Laki-laki itu turun untuk membuka pintu walau sedikit tidak bergairah.
"Apaan?" tanyanya saat melihat empat laki-laki berjejer seperti hendak mengantri sembako.
"Ya Allah, kita cuma mau hibur lo biar nggak sedih-sedih amat. Nggak suka banget kayaknya kalau kita datang." Taruna yang berdiri di barisan paling depan pun menjawab dengan sinis sebaris pertanyaan dingin milik si empu rumah.
"Masuk!" Rafael mempersilahkan sahabatnya masuk. Dalam hitungan menit dia berani bersumpah rumahnya akan berantakan.
"Uhuy, PlayStation i'm coming!" Seolah rumah sendiri, Andre dan Elang berlomba menuju ruang tengah untuk bermain game.
"Raf, gue ramal lo baru bangun tidur." Daniel yang baru saja duduk itu tiba-tiba menceletuk.
Sementara yang dimaksud hanya menaikkan sebelah alisnya, merasa aneh dengan celetukan Daniel yang terdengar mencurigakan.
"Gue ramal lagi, lo belum makan."
Rafael mengangguk walau ragu. Jangan sampai dia masuk jebakan batman!
Daniel menjentikkan jarinya sambil tersenyum miring. "Pas banget, kita juga belum makan. Delivery kuy!"
"Okey, lo yang traktir," balas Rafael cepat.
Daniel terlonjak lalu menggerakkan jari telunjuknya ke kanan dan ke kiri. "Harusnya tuan rumah yang traktir tamu."
Meski sambil mendengus kesal, Rafael tetap kabulkan permintaan si sahabat. Dia tahu akal bulus mereka yang datang berkunjung pagi sekali. Seperti kata pepatah, ada udang dibalik batu. "Bilang aja kalian mau nebeng sarapan. Ya udah sama pesen!"
Sementara dari arah ruang tengah terdengar sahutan-sahutan kesal. Bahkan tak satu dua kali gebukan keras memenuhi ruang rungu.
"Anjir lo mainnya yang bener dong!" Elang berteriak sambil menengil kepala Andre.
"Lo mainnya jangan kasar!" Andre menampar punggung Elang keras.
"Ngaca bangsat!" geram Elang tanpa mengalihkan pandangannya dari layar.
"Ah goblok bukan gitu! Ke kiri woy! Lah anjir napa malah ke kanan!" Andre berseru geram, menekan tombol pada stik PS dengan brutal.
"Lo bego atau gimana sih?! Lo mencetnya tombol ke kanan bukan ke kiri goblok," ceplos Rafael yang sengaja melewati mereka ketika hendak ke dapur.
"ARGH! SIAL, GUE KALAH! LAIN KALI GUE KAGAK MAU MAIN YANG INI AH! NGGAK SERU!" Andre melempar stik PS kecewa. Laki-laki itu tiba-tiba berdiri, balik kanan dan memilih bergabung dengan Leon dan Daniel di depan.
"Permisi, gofood!"
"Bodo amat, pokoknya gue yang buka!" Belum sampai duduk, Andre sudah berlari kencang menerobos pintu guna cepat sampai di gerbang dan menjemput makanan.
KAMU SEDANG MEMBACA
RAFAEL
Teen Fiction꧁꧇ FOLLOW DAHULU SEBELUM MEMBACA꧇꧂ Rafael Aditya, salah satu anak kesayangan semua guru. Sifatnya yang tegas membuat Rafael ditunjuk sebagai pemimpin di banyak hal. Materi dan kemewahan selalu mengikutinya. Namun, kejadian dimana dia kehilangan sebu...