☯HAPPY READING☯
Hiruk pikuk pesta mulai mereda seiring dengan langkah dua insan yang menjauh dari pusat. Si gadis masih sembunyi di rangkulan sang adam, berusaha keras untuk membuat pikirannya tenang. Tidak dihiraukan semua pertanyaan dari Keyla maupun Illy, apalagi bom pertanyaan milik teman-teman Rafael.
Di dalam mobil yang sudah dinyalakan mesinnya, Soraya masih melamun. Dia kesulitan untuk melupakan kejadian tadi, rasanya aneh, apalagi ketika ia nekad menelpon Rafael. Sementara di sampingnya, Rafael menarik seatbelt, memasangkannya untuk Soraya yang membisu.
Helaan napas panjang terdengar, setidaknya untuk Rafael, sebab laki-laki itu tau Soraya tenggelam dalam lamunan. Tangan kirinya terulur ragu, menggenggam tangan si gadis. "Sorry, gue nggak bermaksud lancang."
Soraya tersentak merasakan tangan hangat Rafael yang menggenggamnya. Gadis itu segera mengeratkan genggaman ketika Rafael hendak menariknya. Sederhana memang, tapi Soraya bersyukur laki-laki itu bersedia menenangkannya.
Sepuluh menit yang menyesakkan pun berakhir. Rafael merangkul Soraya menuju rumah. Tak perlu menunggu bel dibunyikan dua kali, seorang wanita paruh baya datang membukakan pintu.
"Ya ampun, neng Raya kenapa?" Bi Inah membuka pintu semakin lebar, membiarkan Rafael menuntun Soraya masuk.
Soraya tersenyum tipis, senyum yang terlihat dipaksakan. Dia menahan tangan Rafael yang membantunya untuk duduk. "Gue udah nggak apa-apa. Lo bisa duduk dulu sambil nunggu gue selesai ganti baju."
Selepas kepergian Soraya, Bi Inah ikut pergi, menyiapkan minuman untuk Rafael dengan membawa segudang penasaran. Jujur saja Bi Inah merasa curiga dengan Rafael sebab laki-laki itu datang bersama Soraya yang tampak tidak baik-baik saja.
"Silahkan, Den." Bi Inah meletakkan secangkir teh hangat dengan setoples kukis. Matanya melirik curiga, mengawasi gerak-gerik Rafael yang baru saja mematikan smartphone-nya.
"Terima kasih, Bi. Maaf merepotkan." Tindak-tanduk Rafael yang sopan sempat membuat Bi Inah menghilangkan rasa curiga. Namun, Bi Inah tetap pada pendiriannya sebab orang-orang bisa saja menipu.
"Sama sekali tidak, Den. Saya permisi."
Tak lama setelah Bi Inah pergi, Soraya datang dengan setelan piyama bergambar Doraemon. Riasan gadis itu telah hilang tapi pesonanya tak pudar. Soraya mendudukkan diri tepat di samping Rafael, mengamati si laki-laki yang sibuk bersama ponselnya.
"Gimana? Udah baikan?" Merasakan kehadiran orang lain, Rafael menoleh, bertanya terlebih dahulu dengan netra menyorot lembut memancarkan kehangatan.
Si gadis mengangguk pelan. Semua rasa takutnya telah hilang tapi peristiwa tadi masih sedikit mengganggu pikirannya.
"Lo suka coklat panas?" Soraya mengangguk lagi.
Rafael bangkit, menepuk bahu Soraya lembut. Laki-laki itu tersenyum simpul ketika netra mereka bersinggungan. "Gue buatin sebentar."
Tak terasa labium jambon Soraya mengembang. Punggung tegap yang gagah itu ternyata menyimpan hati yang begitu lembut lagi hangat. Siapa yang menyangka kalau laki-laki pemimpin geng Lucifer itu bisa bertingkah laku lembut seperti benang wol?
Di dapur, Rafael tersenyum tipis ketika menemui Bi Inah yang tengah menata piring di rak. "Permisi, Bi. Aku izin mau membuat coklat panas buat Soraya."
Bi Inah balas tersenyum. Dia mendekat, mengambil sebuah mug bergambar astronot yang tergantung di rak. "Pakai ini saja, Den. Mug kesukaan Non Soraya."
"Terima kasih." Rafael mengambil alih mug itu, "apakah ada bahan untuk membuat coklat panas, Bi?" Rafael berbalik, bertanya dengan cengiran tipis.
Dengan sabar Bi Inah mengambil semua bahan-bahan yang dibutuhkan ke hadapan Rafael. "Mari, biar bibi saja, Den," tawar Bi Inah sembari mengulurkan tangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
RAFAEL
Teen Fiction꧁꧇ FOLLOW DAHULU SEBELUM MEMBACA꧇꧂ Rafael Aditya, salah satu anak kesayangan semua guru. Sifatnya yang tegas membuat Rafael ditunjuk sebagai pemimpin di banyak hal. Materi dan kemewahan selalu mengikutinya. Namun, kejadian dimana dia kehilangan sebu...