Part 5

371 28 11
                                    

"Kau kenapa?" Jimmy menyibakkan rambut Xia ke belakang telinga.

"Tidak ada," jawab Xia dengan senyuman tipis.

"Yakin?" tanya Jimmy lagi. Xia mengangguk.

Akan tetapi, sorot mata itu seolah sedang menyimpan sesuatu. Entahlah, Jimmy merasa ada hal yang sengaja disembunyikan oleh Xia.

Biarlah, itu adalah kehendaknya.

Setelah pertemuan malam itu, bibir tebal nan mungil Xia tak henti berkerucut. Beberapa hal memang ia sembunyikan dari Jimmy, tetapi sebagian lainnya diceritakan pada pria yang dianggap sebagai sahabat terbaiknya.

Pandangan Jimmy tersorot penuh tanya. Namun, dia merasa sungkan untuk mempertanyakan hal yang sengketa dirahasiakan oleh Xia.

Ia tahu betul bagaimana sifat asli wanita itu. Meskipun tergolong ceria, tampak tenang dan jarang mengeluarkan perkataan yang berlebihan, Xia mempunyai komitmen tentang apa yang dipercaya sebagai rahasianya.

Xia bisa saja berubah menjadi wanita super galak ketika diganggu dan dipaksa untuk melakukan hal yang tidak ia suka.

Itulah sebabnya, Jimmy selalu berusaha menjadi penengah dalam hidupnya. Bahkan dalam kehidupan mereka, Xia lah yang menjadi dominan.

"Bagaimana pekerjaanmu? Aku dengar manager memberi banyak pekerjaan karena minat para pendengar. Betulkah itu?" tanya Jimmy sembari memberi Xia minuman rasa buah.

Xia segera menenggak minuman tersebut. Menyapu lembut bibirnya yang basah. Ia tersenyum ke arah Jimmy. Tangannya terulur menyentuh rambut hitam itu.

"Tidak perlu khawatir." Xia mengacak rambut Jimmy.

Jimmy hanya tersenyum. Menikmati indahnya ciptaan Tuhan. Meski hatinya dilanda penasaran. Ia takkan mampu mengungkapkannya.

"Ibu ingin bertemu denganmu, Xia."

"Aaa ... itu ...."

"Ada apa?" Wajah Jimmy penuh harap. Menanti jawaban yang akan keluar dari mulut sang wanita.

Akan tetapi, hingga lima belas menit lamanya, Xia masih enggan bersuara. Sesungguhnya, Jimmy tak memaksanya untuk mengatakan hari ini. Namun, setidaknya beri satu alasan padanya.

Ia pun berlutut sembari menggenggam tangannya. Mencoba mencari titik terendah iris hitam itu. Mengusap dan menepuk lembut punggung tangannya.

Ini bukanlah pertemuan penting. Hanya sebatas jamuan makan malam. Ibu Jimmy mengenal Xia dengan baik. Bahkan tak jarang menyuruh wanita itu untuk menginap di rumahnya.

Persahabatan Jimmy dan Xia terjalin cukup erat. Keduanya berkomitmen untuk saling menjaga dan mengasihi. Sedangkan pria itu, bertindak sebagai sahabat yang mengerti akan kekurangannya.

"Kau sedang sakit?" Jimmy beranjak menyentuh kening Xia. "Sepertinya tidak. Oh, jangan-jangan kau sedang datang bulan? Kalau begitu aku akan membeli obat untukmu."

Baru berjalan satu langkah Xia menarik tangannya. Spontan Jimmy menoleh padanya.

"Jim ...," lirihnya. "Jangan pergi. Duduklah."

Di tengah angin yang berhembus perlahan tapi pasti, Jimmy kembali duduk di sampingnya. Meraih kepala itu, lalu menyandarkan di pundaknya.

Ditemani dua cangkir teh hangat dan sejuknya keadaan sekitar, membuat Xia enggan beralih dari sandaran itu. Menatap kolam yang membentang dengan suara burung berkicau.

"Mau sup bebek pedas?" tawar Jimmy memecah keheningan. Xia mengangkat wajah dan tersenyum ke arahnya.

"Eumm." Xia mengangguk pasti.

Zero O'clock Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang