Part 27

244 30 27
                                    

"Bagaimana bisa aku meninggalkan seseorang yang telah mengorbankan diri demi diriku."

Jimmy termenung menatap indahnya malam yang dihiasi gemerlap bintang. Ia tahu, ini bukan waktu yang tepat mengulang semaunya. Namun, hatinya tak menampik balas budi yang harus dibayar.

Kalau malam gelap yang disertai hujan petir menyambar sekitar. Jimmy mulai melangkah takut menghindari serangan segerombolan orang yang terus menyerangnya. Entah dari mana mereka berasal, yang pasti saat ini, dirinya harus berlari sejauh mungkin.

Badan lemah menggigil menelusuri gelapnya gang yang tidak ia kenali.

Di mana ini?

Baru beberapa menit pria itu bernapas lega dan satu detik kemudian, ia dikejutkan dengan senyum menyeringai di depan sana. Sosok tinggi besar dengan belati di tangan.

Ia menekan saliva sulit. Hendak kabur, tetapi dari belakang sudah dihadang oleh sekelompok orang berpakaian preman.

Tawatlah riwayatku.

"Hei, bangsat! Mau kabur ke mana lagi kau, hah?"

Pertanyaan itu membuat Jimmy melirik pada mereka. Ini sulit, iya yakin akan langsung mati dalam sekejap.

"Cihh, dasar banci! Tak berguna kalian mempunyai otot besar seperti itu," ejek Jimmy menyembunyikan ketakutan.

Mereka tertawa sengit. Senyum mengejek membalas ucapannya yang tak berbobot. Jelas nyali Jimmy kian menciut. Ditambah dengan dirinya yang tak bisa bela diri sama sekali. Ini payah.

"Mereka takkan bertanya bagaimana kau mengerjakannya, tetapi bagaimana dengan hasil akhirnya." Salah satu dari mereka menimpali.

Pria yang dirundung kecemasan terkekeh. Ia tak bisa berpikir jernih lagi. Tak ada harapan sepertinya. Bagaimana dengan nasib ibunya yang sedang terbaring di rumah sakit.

Arghh! Tuhan! Kau tega sekali!

"Kenapa diam? Cepat bunuh dan penggal kepalanya kalau perlu!"

Serangan membabi-buta. Jimmy hampir kalah telak hanya dengan tendangan dan pukulan mereka yang lebih dari sepuluh orang.

Darah mengucur dari bibir dan ia tersungkur. Ia yang mulai kehilangan kesadaran dapat merasakan seseorang menepuk pipinya kasar. Suara tertawa itu membuat amarahnya meledak. Namun, apa daya Jimmy tak mampu membalas.

Hingga beberapa saat kemudian terdengar teriakan seorang wanita yang entah muncul dari mana. Saat dirinya dipaksa berdiri dan hampir sebuah pisau menancap dalam perutnya.

"Kalian ...? Apa yang Kalian lakukan?"

Sayup-sayup suara wanita itu memaksa dirinya untuk segera sadar. Sorot mata itu terlihat begitu takut. Ingin rasanya ia berteriak dan mengatakan 'pergilah!'

"Aku tanya sekali lagi, apa yang kalian lakukan dengannya?"

Mereka justru tertawa. Beberapa saling memukul gemas melihat tingkah bodoh wanita itu. Bagaimana bisa, dia bertindak segila ini.

"Perg-- uhuk!" Baru ingin mengatakan satu kalimat, sebuah pukulan keras menghantam perutnya. Jimmy hampir tersungkur, tetapi berhasil mereka tangkap.

"Hentikan! Aku akan melaporkan ini pada polisi," ancam si wanita yang Jimmy anggap gila.

"Hahaha!" Mereka serempak tertawa geli. "Laporkan saja dan kita lihat siapa yang akan duluan sampai ke nereka atau penjara!"

Dasar bodoh!

Jimmy mengamati gerak-geriknya. Tak lama, ia menangkap si wanita merogoh sesuatu dalam saku. Tangannya terlihat gemetar. Tentu saja, tak ada seorang pun yang tak gentar pada mereka.

Zero O'clock Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang