Part 39

197 27 14
                                    

Jadilah istriku.

Ucapan yang disematkan Taehyung beberapa jam sebelum Neon tiba-tiba menelponnya masih terngiang dalam pikiran. Entahlah, perasaan yang kokoh bahkan hampir tumbang karenanya.

Andai ia dihadapkan lagi dengan situasi seperti tadi, maka mematung adalah jalan utamanya. Bahkan saat teriakan pria itu memanggil namanya, ia sengaja mengabaikan dan lekas pergi  secepat mungkin.

Dibalik kaca mobil taksi yang ia tumpangi, Angela pergi melintasi jalanan dengan pikiran yang terus tertuju pada raut kecewa pria itu. Namun, ada hal yang 'tak patut ia sesali, yaitu harapan untuk bersatu.

Masih dalam balutan pakaian santai, Angela melangkah tergesa menuju sebuah apartemen yang cukup mewah. Jujur ia sedikit kaget dengan hunian yang ditempati Neon. 'Tak pernah terpikir sekalipun bahwa pria itu pun menyimpan banyak rahasia darinya. Ami---sahabatnya 'tak pernah menceritakan secara detail tentang asal usul Neon.

Angela cukup takjub dengan segala hal yang ada di sini. Sempat ia mengintip pakaian yang dirasa 'tak layak untuk masuk ke gedung ini, tetapi karena darurat ia terpaksa menanggung sedikit malu demi Neon.

Ya, sudahlah, setidaknya ia berusaha untuk memenuhi panggilan Neon dengan segera. Saat ingin mendorong pintu kaca di sana, dirinya sudah disambut dengan senyum ramah petugas. Dua pria berseragam membungkuk memberi hormat padanya.

Hal pertama yang ia lihat saat menginjakkan kaki di apartemen itu adalah lampu-lampu kristal mahal nan mewah, ornamen klasik yang mungkin harganya setara dengan satu tahun gajinya di kantor, dinding putih dan alunan musik khas eropa menghantarkannya dalam lamunan sejenak.

"Angel!"

Panggilan yang cukup keras membuyarkan lamunan. Angela menoleh mengulas senyuman merekah.

"Jangan melihatku seperti itu," protesnya saat Neon menyoroti dirinya. Mungkin pria itu merasa heran atau bahkan menganggapnya aneh. Tentu saja, bagaimana mungkin seorang yang belum berstatus sebagai istri sudah berpenampilan layaknya ibu-ibu muda beranak dua. "Aku buru-buru tadi."

"It's okay." Neon tersenyum. "Kau tetap cantik meski memakai karung sekali pun," godanya membuat pipi Angel merona.

"Hati-hati kau bisa jatuh cinta padaku, itu bisa gawat."

Perkataan Neon sontak membuat Angel gemas. Ingin rasanya menarik pipi yang sedikit gembul di sana.

"Apakah berdiri membuatmu nyaman?" Angela melirik sambil merapatkan bibir. Neon terkekeh. "Ke apartemenku atau ...."

"Di sini saja. Terima kasih," potong Angela buru-buru melangkah ke sofa yang tersedia di lobi. Diikuti Neon dari belakang.

Di sekitar 'tak banyak lalu-lalang orang melintas. Padahal ini belum terlalu malam, masih pukul 20.23 seperti jarum jam yang terpampang di dinding depan di sana.

Angela bukanlah orang yang sudah bersosialisasi di tempat baru, tetapi anehnya di tempat senyaman ini, dirinya terus menggerakkan kaki karena gelisah. Sesekali mengigit jari dan mengalihkan pandangan dari tatapan pria di depannya.

Aneh sekali.

Kegelisahan itu jelas dapat dibaca oleh siapa pun termasuk Neon. Meski seorang pria itu bukanlah penerka yang baik, tetapi kali ini ia yakin sekali bahwa Angela sedang dirundung kecemasan.

Ada ragu yang mengusai hati Neon saat dirinya hendak meraih jemari wanita itu. Ia berpikir 'tak sepantasnya seorang pria menyentuh berlian tanpa permisi, apalagi itu adalah berlian yang langka dan berharga untuknya.

Akan tetapi, dengan segenap hati yang dicekam keraguan, Neon menggenggam tangan Angela dengan erat. Sontak wanita itu terperanjat kaget karena dingin tangannya yang berkeringat.

Zero O'clock Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang