Selangkah lebih cepat dari rencana awal, Xia membawa bahkan menyeret wanita itu tanpa perasaan. Meski satu jam lalu, ia sempat ditelpon sang ayah, tetapi tetap saja emosinya 'tak kunjung mereda, justru kian menjadi saat Jimmy mencoba menghalangi langkahnya.
Pria itu memang pengganggu, tetapi 'tak sedikitpun ia mampu menghapus maupun melenyapkan sosok itu dalam hidupnya. Seperti sebuah perangkap yang sendirinya terjebak dalam hati Jimmy. Padahal, dulu ia hanya ingin memisahkan Angela darinya, tidak lebih hanya sebuah permainan yang tidak mampu ia akhiri.
Tatapan tajam penuh kecewa terlihat menyayat hati. Sungguh, melihat Jimmy seperti itu membuat sebagian hatinya hancur. Andai saja, Pria itu mau sedikit mengerti tentang apa yang ia rasakan, luka yang didapatkan dan dendam yang sulit dipadamkan.
Dalam relung hati terdalam, Xia enggan melangkah lebih dari ini. Namun, di sisi lain, ia tidak bisa membiarkan wanita itu hidup bahagia di atas penderitaannya selama ini. Apa lagi, sejak Xia tahu tentang rencana-rencana busuk masa lalu Angela. Mungkin juga, segala kejadian buruk yang menimpanya selama ini termasuk dalam daftar rencana saudaranya itu.
Memilukan.
Ia tersenyum menyeringai, sakit.
Dendam yang menggebu-gebu sejak dulu ternyata telah diketahui oleh sosok wanita yang ia anggap lebih busuk dari kotoran. Bisa-bisanya, Angela berperan seolah 'tak mengerti segalanya.
Xia menggeleng sembari tertawa sengit. Masih dalam posisi mencengkeram tangan Angela kuat. Ia menyeret wanita itu masuk ke dalam taksi sedangkan Jimmy, sudah dipastikan pria itu akan mengikuti dari belakang.
Ya, setidaknya ada seseorang yang akan menjaganya nanti. Masih ada satu manusia yang akan khawatir pada dirinya dan akan menangis saat ia mati nanti. Meski sebenarnya, Xia enggan meninggalkan dunia yang terlanjur menulis tentang takdirnya.
Tentang keinginannya bahagia, mempunyai keluarga kecil dan membesarkan anak bersama dia---Jimmy.
Mobil terus melaju membawa keduanya dan anehnya, Angela 'tak memberontak lagi. Sial, kenapa hatinya merasa teriris saat melihat bulir air mata jatuh di pipinya. Namun, Angela segara menghapus kasar seolah ia tegar menghadapinya. Ada luka dibalik senyum wanita itu. Ia tahu.
"Xia, jika saja waktu bisa diputar kembali."
"Heh, kau bercanda."
"Adakah kau akan tetap menjadi saudaraku?"
Xia melirik sekilas, lalu mengalihkan pandangan ke lautan yang luas. Ombak kecil kebiruan seolah memeluk dirinya. Warna senada selalu menjadi hadiah yang diberikan Angela padanya.
"Kau 'tak bisa menolak taksir Tuhan. Mau bagaimana juga kau adalah kakakku, Xia."
Itu hanya ucapan bukan? Tidak ada arti maupun maksud dari perkataan itu, 'kan? Ya, itu hanya sebuah kalimat yang tidak bermakna sama sekali.
***
Debur ombak menghempaskan sebagian karang di sana. Angin berembus menerpa kulit dan rambut mereka. Setelah taksi yang mereka tumpangi pergi, Xia sengaja membiarkan Angela mengikutinya.
Keheningan yang diciptakan 'tak mampu menghantarkan keduanya dalam sepakat kebaikan. Yang ada justru jarak kian menjauh sedangkan iba semakin terkikis.
Angela menatapnya lekat. Mencoba mencari sesuatu dibalik sorot mata yang nampak sedikit sayu. Aneh, bahkan seumur hidup mengenalnya 'tak pernah sekali pun Xia menampakkan kemalangan di depan siapa pun.
Jujur, sedari perdebatan beberapa jam lalu, ia berpikir Xia akan melakukan sesuatu yang membuatnya segera kehilangan nyawa. Mendorong atau memukul dirinya dari belakang menggunakan batu. Ya, seperti itu adegan pada drama yang sering dilihat Angela di televisi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Zero O'clock
FanfictionMenjadi pengusaha muda, kaya dan mapan tak lantas membuat pria tampan bernama Kim Taehyung berpuas diri. Dirinya yang selalu haus akan keserakahan dipertemukan dengan dua wanita yang mengubah cara pandang hidup. Mencintai dua wanita yang ternyata su...