Part 37

206 29 17
                                    


"Bu, mana yang akan kau pilih antara cinta atau kesetiaan?"

Chain menatap Taehyung. Konsentrasinya mendadak buyar saat putranya mengajukan pertanyaan barusan. Padahal tugas sekolah Hyungi juga penting. Namun, entah atensinya justru tertuju untuk si sulung.

"Aku akan memilih orang yang mencintaiku." Hyungi menjawab asal.

"Aku tak butuh jawabanmu bocah tengil." Taehyung emosi.

"Aku mendengar dan aku punya mulut untuk menjawab, hyung."

"Berisik."

"Itu lebih baik daripada mesum," timpal Hyungi tak mau kalah. "Kau harusnya berpikir, hyung, kenapa kau terlihat merana akhir-akhir ini. Bahkan aku tak mendengar desahan dari film-film yang kau putar seperti sebelumnya."

"Hush!" Chain memukul pundak Hyungi untuk menghentikan ucapannya. "Kau juga, Tae, masih saja menyimpan video seperti itu dan memutarnya di depan Hyungi."

"Aku tidak begitu, Bu," belanya sembari berdiri. "Anak ini yang sembarangan masuk tanpa permisi ke kamarku." Tunjuknya ke sang adik. Sedangkan Hyungi asyik mengejek.

"Dia yang mesum, aku yang disalahkan. Ugh!" Hyungi merajuk dan pergi.

"Mau kemana Hyungi, PR-mu belum selesai," teriak Chain mengejar si bungsu.

"Bu, saya juga anakmu." Taehyung menarik tangan Chain.

"Jika pertanyaannya tentang cinta dan kesetiaan, jelas ibu akan memilih apa yang membuat nyaman, paham?" Chain menatap sang sulung sejenak. "Dengar, Tae, terkadang cinta tak membuat nyaman juga kesetiaan tak menjamin bahagia." Menepuk pundak Taehyung sebelum berlalu.

"Pikirkanlah."

                      ***

Semakin banyak masalah yang menerpa kehidupannya. Belum lagi tentang bayi yang dikandungnya saat ini. Rasa mual mungkin dapat ditutupi, tetapi bentuk perut takkan bisa menutup kebohongannya kelak.

Pada awal kehamilan, Angela diserang pusing yang teramat dan sekitar pundak terasa berat. Hingga pada bulan kedua, ia kehilangan berat badan. Rasanya cukup menghabiskan tenaga untuk memuntahkan segala isi perut.

Seperti saat ini, setelah menyantap sup ikan masakan ibunya Shin, dirinya buru-buru pergi ke toilet. Bahkan makanan kesukaannya pun sukar untuk ditaklukkan. Banyak yang bilang kehamilan itu anugerah, tetapi mengapa ia sulit untuk tersenyum penuh suka cita.

Sungguh, posisi yang amat sulit untuk dijalani. Sebagian dirinya meminta mengakhiri, tetapi sisi sebagai calon ibu melarang untuk menyerah.

Sebagai calon ibu yang baik, dirinya telah belajar banyak tentang bagaimana cara mengurus bayi dan keperluannya. Tak terpikir apapun saat ini, kecuali sang malaikat kecil. Tas yang semula berisi keperluan pribadi kini dipenuhi vitamin dan obat. Tak lupa susu hamil sebagai pelengkap.

Untung saat ini adalah jam makan siang, jadi kantor sedikit sepi dan ia berharap tak ada siapa pun yang mendengar ia memuntahkan segala isi perut. Sudah menjadi hal rutin tiap kali sang bayi menolak makanan yang tidak disukai. Rasanya sungguh menyiksa.

Angela terhuyung menuju wastafel, ia menyeka mulut kasar setelah membasuh wajah. Mulai tampak perubahan pucat di sekitar.

"Ahh, begini rupanya ibu saat mengandungku dulu." Ia menunduk mengusap perutnya. "Kau harus kuat, Nak. Ibu harap kelak kau bisa jauh lebih tangguh dari para pahlawan Avengers."

Ia segera meninggalkan tempat itu dan berjalan membuka pintu. Baru juga bernapas lega setelah membuang mual yang ada. Kini, Angela justru dikejutkan oleh sesosok pria yang tengah memandanginya tajam.

Zero O'clock Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang