Rasa penyesalan akan dirinya mengurung Taehyung dalam kegalauan. Entahlah, belum genap sebulan Namri menghabiskan cuti, pria bermarga Kim itu memaksa asistennya untuk segera kembali, mendesak.
Cukup lama ia berinteraksi dengan pria paruh baya di sana. Padahal tas dan beberapa barang lainnya masih tertenteng di tangan dan bahkan Taehyung tak membiarkan untuk duduk.
Serangan pertanyaan adalah hal pertama yang Taehyung berikan. Hanya dijeda beberapa detik kemudian melanjutkan ke pertanyaan berikutnya. Sampai terdengar helaan napas berat pria tua itu.
Wajah Taehyung yang terlihat serius menandakan adanya hal penting yang harus segera Namri jawab.
"Saya tidak melihat siapa pun di sana malam itu, Tuan." Nanti meletakkan ransel besar di lantai karena tangannya mulai terasa kram.
"Jika tak ada siapa pun, lalu siapa yang mengirimkan pesan padamu? Hantu?" ketus Taehyung yang emosi.
Namri mengangguk, membenarkan ucapan Taehyung barusan. Tangannya beralih mengusap dagu yang ditumbuhi rambut. Sesekali menatap anak majikannya yang tengah diserang kepanikan.
"Mungkin saja pelayan sebab saat saya ke sana tak lama seorang pelayan masuk membantu saya."
"Dan apakah mungkin saya berjalan sendiri ke hotel seperti itu? Bukankah kau tahu aku tak pernah sekalipun menginjakkan kaki selain hotel berbintang lima atau sekkelasnya."
Kepala Namri mendadak nyeri. Ia yang baru datang dibuat pusing tujuh keliling atas pertanyaan yang tak bisa ia jabarkan. Sedangkan sang anak asuh tampak frustasi akan hal ini.
Taehyung segera melempar tubuh di sofa, kasar. Menenggelamkan pikiran dalam keresahan. Sebenarnya untuk apa ia melakukan ini?
Sedang yang dituduh terus bungkam seribu bahasa. Apalagi yang ia harapkan dan setelah mendapatkan kenyataan, apa yang akan ia lakukan selanjutnya?
Ditemani satu botol bir yang dibeli dari Meksiko sewaktu kunjungan ke perusahaan partner bisnisnya, Taehyung segera menuangkan cairan hitam pekat itu ke dalam gelas. Aroma khas langsung tercium.
Tegukan demi tegukan tak habis ia lakukan. Bahkan sampai tetes terakhir dalam botol tersebut.
Taehyung merasa Tuhan sedang mempermainkan takdirnya, kini. Ia tertawa hambar dengan perasaan hampa menyesak di dada.
Barulah, ia teringat akan satu hal, di mana dirinya pernah sangat dekat dan bahkan lebih dekat dengan sosok yang terus mengusik pikirannya. Bayangan itu tak menghilang meski ia terus memaki dan melemparkan apa pun yang ada.
Seketika kamarnya berubah menjadi kapal pecah. Sangat berantakan dan dirinya terlihat amat menyedihkan.
"Sebenarnya ada apa denganku? Apa yang aku harapkan setelah ini? Apa yang aku inginkan darinya?" pekiknya dalam keheningan kamar yang redup.
Tubuhnya terhempas seketika di sofa. Rambutnya terlihat berantakan setelah ia mengacak asal. Mungkin terdengar aneh, tetapi apa yang Taehyung lakukan saat ini adalah salah satu bentuk panggilan hati.
Pria itu terdampar oleh ombak yang menghantam tubuhnya dalam nestapa. Ia linglung seketika. Otaknya mendadak kosong tanpa bisa memikirkan apa pun selain wanita itu.
Angela.
Sendirinya heran, bagaimana bisa ia melupakan sosok yang menemaninya siang tadi. Sosok yang begitu lembut menyapu wajahnya dan begitu telaten menjaga hatinya agar tak rusak.
Sosok Xia tiba-tiba digantikan oleh sosok menyebalkan yang membuat hatinya tercuri. Ia benci mengakui bahwa Taehyung terlambat menyadari perasaannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Zero O'clock
FanfictionMenjadi pengusaha muda, kaya dan mapan tak lantas membuat pria tampan bernama Kim Taehyung berpuas diri. Dirinya yang selalu haus akan keserakahan dipertemukan dengan dua wanita yang mengubah cara pandang hidup. Mencintai dua wanita yang ternyata su...