Uwu?

287 24 15
                                    

Sudah 2 minggu sejak hari pertama Kahfi dan Eltazafer menginjakkan kaki di lingkungan baru ini. Sudah 14 hari mereka resmi menjadi mahasiswa, dan tentu saja bukanlah hal yang mudah. Tugas bertebaran, waktu main tidak lagi banyak, dan tentu saja Eltazafer jadi sulit untuk berkumpul untuk sekedar mabar PUBG ataupun main PS. Seperti saat ini, keenam cowok itu sedang beristirahat di kantin. Mereka membuat janji untuk berkumpul di kantin FK sesuai permintaan Fadil.

"Jadi kita ngumpulnya kapan? Kan minggu depan Kahfi ada acara, minggu depannya lagi Zach. Jadi fix minggu depannya lagi nih?" Tanya Saka saat kelima temannya tengah berdiskusi.

Raja mengangguk, "Iya. Berarti minggu depan minggu depan minggu depannya lagi. Iya kan?"

"Ya bener, seratus untuk saudara Raja Pahlevi...."

"Lo ada acara apa sih Zach? Kok kaya buru-buru amat?" Tanya Fadil sambil menyesap es teh manis miliknya.

"Ada deh pokoknya," Zach tersenyum, ia tidak berniat memberi tau teman-temannya lebih lanjut.

Alvin mengernyit, "Ga aneh-aneh kan?"

"YA ENGGA LAH, GILA AJA LO. GUE ANAK ALIM GINI MASIH AJA DISUUDZONIN YA ALLAH...."

"Kan kali aja, sumpah gue penasaran bener. Jangan bilang lo mau nikah diem-diem?" Selidik Raja.

Zach terbatuk, es tehnya tersangkut di tenggorokan. "Allahuakbar, temen gue gini amat pikirannya. Udah ga usah kepo, entar juga lo semua bakal tau."

"Oke deh, ditunggu kabar baiknya." Saka mengacungkan jempolnya.

"Kalo lo, Fi? Mau ngapain?" Tanya Fadil kemudian.

Kahfi tersenyum sejenak, "Ketemu itu...calon istri."

"Bukannya keluarga lo waktu itu mau nemuin lo sama dia pas abis UN ya? Ga jadi?" Tanya Raja, ia ingat betul perkataan Kahfi waktu itu. Bahkan ia ingat wajah calon istri Kahfi.

"Ga jadi, soalnya kegiatan gue full banget pas abis UN."

"Emang kegiatan lo apaan aja, Fi?"

"Ngumpul sama kalian, bantuin teh Airyn, nemenin Abi main catur, nemenin Umi ke pasar, mabar bareng kalian, aduh banyak deh pokoknya."

"Beneran minggu depan, Fi? Habis itu mau ngapain lagi lo, langsung nikah apa gimana?" Tanya Alvin lagi, ia cukup tertarik dengan kisah perjodohan temannya.

"Ya ga tau, gue serahin semuanya ke Umi. Gue mah ngikut aja."

"Good luck ya, Fi. Semoga berjodoh~" Saka mengacungkan heart sign yang dibuatnya dengan jari, diikuti Eltazafer. Kahfi hanya bisa tersenyum.

Hari yang Kahfi tunggu-tunggu pun tiba, ruang tamu rumah seseorang yang tidak Kahfi kenal kini dipenuhi keluarga intinya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hari yang Kahfi tunggu-tunggu pun tiba, ruang tamu rumah seseorang yang tidak Kahfi kenal kini dipenuhi keluarga intinya. Umi, Abi, dan Airyn telah duduk rapi di sofa sambil menunggu kedatangan calon istri Kahfi. Airyn sejak tadi terus saja menyubiti pipi Kahfi, ia tidak menyangka adiknya akan bertemu sang tambatan hati. Awalnya Kahfi biasa saja, namun lama-kelamaan ia gugup juga. Dalam hati ia membatin, 'mungkin gini kali ya gugupnya a Fadli pas mau ijab.'

Tidak lama, calon besan pun datang juga. Dua orang dewasa yang Kahfi perkirakan adalah orangtua calonnya, disusul seorang laki-laki yang Kahfi perkirakan seumuran tetehnya, kemudian barulah ia melihat gadis itu. Gadis yang telah ia tunggu sejak beberapa bulan lalu, gadis yang sangat ingin ia temui. Namun sayang, penampilan gadis itu beda jauh dari yang ia lihat difoto.

"Assalamualaikum, calon besan. Apa kabar?" Sapa calon Ibu mertua Kahfi, Kahfi hanya bisa tersenyum. Ia merasa familiar dengan wanita itu.

"Alhamdulillah, baik. Tambah baik lagi habis liat calon istrinya Kahfi, geulis pisan..." Balas Umi sambil memerhatikan gadis yang sedari tadi menunduk itu.

"Dy, ayo disapa calon mertuanya nak. Itu calon kakak iparmu juga." Perintah laki-laki, yang Khafi perkirakan sebagai calon mertuanya itu.

Mendengar namanya disebut, perempuan itu langsung mendongak lantas tersenyum. Tapi belum sempat ia mengenalkan diri, tubuhnya sudah kaku bukan main. Lidahnya kelu seakan-akan sulit untuk diajak bekerja sama. Yang Audy lakukan hanya berulang kali menghela nafasnya, ia benar-benar kaget luar biasa.

"Perkenalkan..." Audy bingung harus memanggil kedua orangtua didepannya dengan sebutan apa. Haruskah ia memanggil dengan sebutan Om dan Tante? Paman dan Bibi? Atau sayang?

"Panggil Umi, Abi aja nak. Kan bentar lagi jadi Umi  jadi Umi mu juga. Kalo yang ini Teh Airyn." Jawab Umi cepat, seakan-akan menyadari kebingungan Audy.

Audy mengangguk samar, "Perkenalkan Umi, Abi, teteh, saya Audy."

"Pemalu ya anak gadisnya? Persis kaya Mamanya pas jaman SMA." Umi tertawa pelan lantas menatap LinaㅡMama Audyㅡdengan tatapan penuh arti.

"Heh, ga usah ingat-ingat masa lalu. Mending kita langsung pilih tanggal aja." Canda Lina yang langsung mendapat tatapan terkejut dari Audy juga Arka yang duduk disamping Papanya.

"Boleh aja, kalo menurut kalian gimana?" Tanya Umi sambil mengedarkan pandangannya kearah Audy dan Kahfi bergantian.

Kahfi dan Audy hanya mengangguk, mungkin mereka berdua terlalu shock untuk sekedar berbicara satu kata. Dan memang pertemuan hari ini sangat mengejutkan bagi keduanya. Bagaimana bisa perempuan yang Kahfi simpan fotonya malah berubah menjadi sosok Audy? Dan bagaimana pula seorang teman Lina yang Audy pikir hanya main-main soal perjodohan kini malah duduk didepannya dengan tatapan bahagia?

Sekali lagi, Audy dan Kahfi cukup terkejut dengan semua ini. Ini terlalu cepat, dan Audy belum bisa menerimanya. Memang, Audy belum sepenuhnya move on dari Kahfi tapi ia juga belum siap sepenuhnya kalau harus bertemu lagi dengan cowok itu. Setelah pertemuan tadi, yang Audy lakukan hanya termenung, berkali-kali ia menyesap cola yang ia pegang sambil memerhatikan air di kolam renang samping rumahnya.

Gadis itu berniat menghubungi Kahfi tapi urung karena ia tau itu bukanlah ide yang bagus. Bagaimana kalau ternyata Kahfi tidak mencintainya? Apakah perjodohan ini malah jadi bumerang bagi keduanya? Dan berbagai overthinking lainnya. Audy berusaha menjernihkan pikiran, ia tidak ingin gegabah. Tapi tetap saja, melihat waja Kahfi tadi malah membuat Audy ingin berbuat gegabah.

Audy mengambil ponselnya lantas mengetikkan pesan, namun kemudian ia hapus lagi. Kemudian mengetik lagi, dan berujung dihapus lagi. Sampai akhirnya ia menyerah dan meletakkan ponselnya sembarangan. Ia lebih memilih meratapi nasibnya di masa depan, gadis itu khawatir ia tidak bahagia hidup dengan Kahfi. Kalau perjodohan ini berujung uwu seperti Zara dan Fadli, Audy sih mau-mau saja. Tapi masalahnya, kalau sebaliknya?

 Tapi masalahnya, kalau sebaliknya?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

FK : Fakultas kedokteran

Geruchtted✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang