Mabok

372 34 5
                                    

Cintaku bukan diatas kertas
Cintaku getaran yang sama
Tak perlu dipaksa
Tak perlu dicari
Karena kuyakin ada jawabnya....

Sedari tadi lagu itu sudah berputar puluhan kali, dan Saka tidak menyadarinya. Jika yang terputar versi asli mungkin tidak apa-apa, tapi yang saat ini terdengar adalah versi tiktok. Wafiq yang sedang melewati kamar kakaknya untuk kelantai bawahㅡkarena posisi kamar Saka ada didepan tanggaㅡlangsung menghentikan langkahnya.

"Sak....lo ga mati bundir kan??" Kata Wafiq sambil mengetuk pintu kamar kakaknya, ia tidak berani masuk tanpa izin. Meskipun gadis itu akrab dengan saudaranya, tapi tetap saja ia perlu izin untuk masuk kekamar Saka karena sudah jelas kamar adalah privasi.

Wafiq masih mengetuk, "Sakaa......lo ga mati kan???"

Tak lama kemudian pintu kamar Saka terbuka, menampilkan muka bantal sang empunya kamar. "Apaan sih?? Engga, gue ga mati. Kenapa?"

"Gue kira lo bundir tadi, soalnya lagu yang lo putar itu-itu mulu."

"Engga, itu tadi gue mutar lagu di yutup pas mau tidur eh pas bangun udah aneh-aneh yang keputar. Btw, bundir apaan dah?"

"Bunuh diri, masa gitu aja lo gak tau."

"Apa hubungannya coba bunuh diri sama lagu dikamar gue?" Saka mengernyit bingung.

"Kan biasanya orang kalo mau bundir pasang bgm dulu biar pas dia bunuh diri ga kedengaran orang lain, gitu."

Saka masih mengernyit, "Bgm apaan lagi? Bebek gemes mas? Iya??"

"Background music, norak lo. Udah ah bacot, gue mau kebawah." Wafiq berlari menuruni tangga, ada perasaan lega di dadanya saat Saka membuka pintu tadi. Ia pikir kakaknya itu bunuh diri seperti di drakor yang biasa ia tonton. Dasar Wafiq.

Sementara Saka hanya bisa menatap bingung kearah Wafiq, "Luas amat pengetahuan adek gue."

--

Ini sudah sore, sudah waktunya melaksanakan sholat ashar. Dengan berat hati Fadil melangkahkan kakinya kelantai bawah, ia sudah siap pergi ke masjid. Jarak rumah Fadil lumayan dekat dengan masjid, sehingga hanya perlu berjalan kaki. Saat Fadil sudah menutup pagar setengah, suara Fadli terdengar.

"Dil.....tungguin gue." Fadli setengah berlari sambil memegangi sarungnya.

Fadil menghela nafas, kelakuan kakaknya masih sama seperti bertahun-tahun lalu saat keduanya masih berumur 7 dan 10 tahun. Fadli masih seperti yang dulu, selalu menjadi pihak yang ditunggu untuk pergi ke masjid.

"Kuy lah," Fadli mengaitkan lengannya pada lengan Fadil, ia menggandeng adiknya itu.

Fadil menatap Fadli dengan tatapan aneh, "Idih kenapa lo? Geli, lepasin. Udah kaya homo anjir."

"Idih kiyi himi injir, halah ndasmu. Dulu aja pas masih bocah hobby nya ngegandeng gue, kemana-mana ngintilin gue. Mentang-mentang sekarang film thailand yang homo itu booming, apa-apa langsung dikaitin sama homo." Omel Fadli, masih menggandeng adiknya itu.

"Jadi lo mau marahin siapa? Gue? Gue aja ga tau kalo ada film gituan."

"Ya jelas lo ngga tau, kan yang ada diotak lo cuma bokep doang."

"Gue tonjok beneran ya mulut lo, jangan keras-keras ngomongnya bego."

"Santai aja, gue juga kok." Fadli tertawa renyah, ia memang sereceh ini. Bisa dibilang DNA humor yang Fadli miliki sama dengan milik Eltazafer. "Eh, bentar deh...."

Geruchtted✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang