Aku-Kamu

909 58 4
                                    

Keesokan harinya, Lia berangkat ke sekolah bersama Rangga lagi. Lia sangat penasaran dengan rekaman percakapan Rangga dengan Natasha. Dia sudah tidak sabar untuk mendengarkan semua yang diperbincangkan oleh kedua orang itu.

Semalam, Lia mengirimkan pesan via WhatsApp ke Rangga untuk meminta rekaman tersebut. Tapi, Rangga enggan untuk mengirimkannya ke Lia. Rangga beralasan jika dirinya akan memberikan rekaman percakapan itu ketika Lia sudah menceritakan alasan kenapa dia menangis kemarin.

Sepanjang perjalanan menuju sekolah, Rangga sama sekali tidak mengucapkan sepatah katapun selain selamat pagi yang ia ucap saat sampai di hadapannya. Lia mulai berpikiran aneh-aneh karena sikap Rangga yang seperti itu. Lia takut dirinya membuat kesalahan sehingga Rangga tidak mau berbicara dengannya.

"Kak..." ucap Lia pelan, matanya tidak berani menatap ke arah Rangga.

Keduanya sudah sampai di sekolah, tepatnya di parkiran sekolah. Seperti hari-hari sebelumnya, banyak pasang mata yang menatap ke arah mereka berdua. Lia merasa sedikit risih saat ditatap banyak orang.

"Hmm," balas Rangga singkat.

"Aku buat salah ya? Kalo ada salah aku minta maaf," Lia masih menundukkan kepalanya.

"Gak tau."

"Kak, jangan gitu dong. Maafin karena udah nyuruh Kakak buat rekam semua obrolan kalian kemarin," Lia semakin merasa bersalah. "Yaudah, terserah Kak Rangga mau kasih rekaman itu atau enggak. Tapi, Kak Rangga harus maafin aku."

Rangga menahan tawanya melihat ekspresi Lia ketika sedang menyesal seperti itu. Ekspresinya benar-benar membuat Rangga ingin tertawa.

Sebenarnya, Rangga sama sekali tidak merasa keberatan ketika Lia memintanya untuk melakukan sesuatu. Toh, semua dilakukan Rangga demi mendapatkan kepercayaan Lia kembali.

Rangga berniat untuk membuat Lia semakin merasa bersalah, "Iya, gue gak suka ketika privasi gue diganggu orang lain selain orang yang gue percaya. Gue bener-bener benci sama orang yang kepo dengan segala hal di hidup gue."

Mendengar kalimat yang keluar dari mulut Rangga barusan, membuat Lia menaikkan pandangannya. Dia memberanikan diri untuk menatap Rangga.

"Maafin," lirih Lia, matanya mulai berkaca-kaca.

Rangga mati-matian menahan agar tidak tersenyum ataupun tertawa.

"Lain kali jangan di ulang," Rangga menangkup kedua pipi Lia lalu tertawa setelahnya.

"Ihh, kok ketawa sih? Jangan-jangan ...."

Akhirnya Lia tersadar bahwa dirinya sedang dikerjai oleh cowo dihadapannya itu.

"Ngerjain aku ya? Ish ... bodo, pagi-pagi udah bikin orang panik aja!" ujar Lia kesal.

"Tau gak ekspresi wajah lo pas sedih tadi? Kasian tapi lucu," Rangga tertawa puas.

"Pacaran jangan di tempat parkir kali, Li."

"Weh Lia, hebat banget bisa bikin kak Rangga ketawa."

"Akhirnya bisa liat Rangga ketawa."

Beberapa perkataan siswa yang keluar dan masuk tempat parkir didengar oleh Lia dan Rangga. Ada yang membuat senang dan ada yang membuat kesal. Menyebalkan memang menjadi bahan pembicaraan, tapi itulah konsekuensinya saat pacaran di area sekolah.

"Udah! Gak usah ngomong sama aku lagi!" Lia pergi meninggalkan Rangga yang masih asik tertawa.

Rasa malu, kesal dan senang dibuat Rangga dalam sekejap. Lia merasakan detak jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya. Pemuda itu benar-benar menyebalkan.

Ketua Osis ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang