ND Part - 18

3.4K 207 64
                                        

"Ma,"

Suara bariton khas laki-laki itu tiba-tiba menyelusup ke telinga Sinta, sesaat ia tersenyum. Suara itu, sosok yang sangat ia rindukan.

Ia memutar tubuhnya, terlihat diambang pintu, Adrien tengah berdiri disana. "Akhirnya kau datang Adrien." Senyumnya mengembang sempurna, sampai matanya menyipit.

"Mama, apa kabar?" Vian berjalan mendekatkan diri kepada mamanya.

"Lebih baik ketika kau ada disini," jawabnya memeluk erat putra semata wayangnya itu. Ada rasa bahagia bercampur sedih melihat anaknya kini tumbuh dewasa tanpa keluarga yang harmonis.

Air matanya sudah tak sanggup ia tahan, kini bulir bening itu jatuh membasahi wajahnya. "Bagaimana kabarmu hem?"

"Aku sama baiknya dengan mama," jawabnya lalu tersenyum.

"Lalu bagaimana kabar ayahmu? Apa dia masih sibuk bekerja?" Tanyanya setelah melepaskan pelukan.

Vian tersenyum kecut, mamanya masih saja peduli pada ayahnya. "Masih sama seperti terakhir kali aku kesini,"

Mama Sinta menghela nafas panjang, "Laki-laki itu memang gila kerja, entah bagaimana ia bisa berhenti dan lebih perhatian mengurusmu," ujarnya dengan nada putus asa.

"Ma, kenapa bicara seperti itu. Aku baik-baik saja. Lagipula aku sudah dewasa. Percayalah, aku bisa mengurus diriku sendiri," jawab Vian dengan nada menyakinkan.

Alleta seperti menyaksikan anak dan ibu yang tengah kembali bertemu setelah lama berpisah. Terbesit rasa haru didalam hatinya.

Ternyata keluarga Vian tidak seberuntung dirinya. Diam-diam Ia bersyukur karena masih bisa merasakan kehangatan keluarga yang utuh.

Mama Sinta kembali menatapnya, kemudian menangkup wajah Vian dengan kedua tangannya, air matanya kembali melolos. Buru-buru ia memalingkan muka lalu mengusap air matanya. 

Melihat ekspresi sedih dari raut wajah mamanya, Vian segera mengalihkan pembicaraan. "Ma, kenalin temen aku. Namanya Alleta," ujarnya mengalihkan pandangannya pada Alleta.

"Hai Tante," sapa Alleta lalu menyalaminya.

Mama Sinta menatapnya lalu tersenyum lembut. "Gadis yang cantik, kemarilah duduk disampingku nak." Jawabnya mempersilahkan Alleta duduk disampingnya.

Alleta mengangguk lalu ikut bergabung duduk. Sebenarnya Alleta masih gugup, ia takut kalau nanti mamanya Vian tidak menyukainya.

"Apa kau teman sekolahnya sayang?" Tanya mama Sinta kepada Alleta.

"Benar Tante, kebetulan kita satu sekolah namun berbeda kelas."

Mama Sinta mengerutkan keningnya, "Kenapa Adrien baru membawamu sekarang, apa kalian baru saja dekat?" Tanyanya penasaran.

Alleta tersenyum tipis, "Saya murid pindahan Tante, belum lama disekolahnya Adrien" jawabnya lagi.

"Bukan cuma itu, Alleta itu anaknya Om Radit ma, rekan bisnis Papa," tambah Vian.

"Benarkah?"

Vian mengangguk, "Karena itu aku berani ngajak Letta kesini,"

"Emm, apa kalian kesini meminta restu mama," tanya mamanya sambil menahan tawanya.

"Eh," Alleta terkejut, "Maaf maksud Tante restu apa ya?"

"Oh come on ma, jangan memulai," sanggah Vian menatap mamanya.

Mama Sinta tergelak, "Oke mama hanya bercanda," 

"Astaga, aku sampai lupa. Apa kalian sudah makan? Kebetulan mama sudah menyiapkan makan malam untuk kalian," ucapnya memandang Letta dan Vian.

NADELEINE (End)✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang