Alleta melemparkan tasnya sembarang arah dan menghempaskan tubuhnya kekasur king size miliknya. Sejenak memejamkan mata melepas lelah dan penat untuk hari ini.
Entah mengapa hari ini terasa sangat lambat dan membuatnya bosan hingga ingin cepat-cepat untuk pulang.
Alleta membuka mata dan memandang langit-langit kamarnya. Pikirannya masih berkelana tentang kejadian yang ia lihat di lab sekolah siang tadi.
"Apa bener dia yang namanya Reina? Dia cantik sih. Cocok juga kalo disandingin sama Davin," pikirnya mencoba mencerna semuanya.
Alleta menggigit bibir bawahnya pelan, "Ah, tapi kok gue ga rela Davin bisa sedekat itu sama dia? Apa mungkin gue?" Alleta menjeda ucapannya sendiri.
Berpikir keras tentang yang ia rasa, namun sedetik berikutnya pipinya telah sukses merona membuat ia mengambil boneka awan miliknya dan menenggelamkan wajahnya erat-erat merasa malu atas pikirannya.
"Aaaa, gue cemburuu ... Huaaa," Alleta mengangkat wajahnya dan menatap tajam boneka awan yang dipegangnya.
"Davin, sumpah ya. Lo bikin gue cemburu, kapan sih lo peka kalo gue suka sama lo. Lo gak mikirin perasaan gue apa? Gue gak suka lo deket sama cewek lain." Racaunya memukul gemas bonekanya meluapkan kekesalannya.
"Arghh, kayaknya gue bener-bener gila gara-gara mikirin lo Vin," gumamnya lirih mengusap kasar wajahnya.
***
Hari ini cuaca cukup cerah, entah dorongan darimana Vian ingin sekali bermain skateboard, sudah lama rasanya ia tidak menjalankan skateboard kesayangannya.
Tangannya bergerak membuka almari, dipandangnya isi almari bagian bawah yang penuh dengan kardus berisikan kenangan masa lalu.
Ada rasa sedih jika harus mengingat kenangan waktu dulu. Rasanya seperti kemarin ia baru merasakan kebahagiaan. Namun seolah-olah takdir tengah mempermainkannya membuat kebahagiaan itu tidak berlangsung lama.
Menghempas semua tawa dan kenangan indah hingga tak ada yang tersisa dan membuat luka yang cukup dalam hingga susah ia lupakan sampai kini.
Vian mendesah kasar mengingat potongan memori itu kembali berputar bagaikan sebuah film yang diputar kembali. Menampilkan bayang-bayang canda tawa dan kebersamaan yang tiba-tiba hilang begitu saja.
Tangannya terjeda untuk membuka isi kardus tersebut. Lantas beralih mengambil papan skateboard yang ada disampingnya.
Ia berpikir jika ia membukanya, itu sama saja ia membuka luka lama yang saat ini sedang ia pulihkan. Meski ia tahu itu tidak akan terjadi dalam waktu singkat. Butuh bertahun-tahun lamanya hingga ia mampu berdiri bertahan sampai sekarang.
Setelah mengambil skateboardnya, Vian lantas berganti baju menjadi casual tapi santai. Tak lupa sebuah earphone di telinganya memainkan alunan musik yang membuat suasana hatinya lebih baik.
KAMU SEDANG MEMBACA
NADELEINE (End)✓
Novela JuvenilAlleta Nadeleine, gadis cantik yang harus pindah sekolah karena mengikuti papanya yang bekerja. Namun, siapa sangka di sekolah barunya ini membawanya untuk mendapatkan arti kehidupan yang tiada terkira. Berawal dari kekagumannya dengan sosok Davin...