Epilog

4.2K 228 104
                                        

Kini, Alleta tengah berada di pinggir pantai bersama Davin. Menikmati deburan ombak yang menggulung sambil berjalan-jalan diatas pasir putih.

Matahari perlahan mulai turun. Mereka berdua menikmati keindahan pantai dengan hembusan semilir angin yang menerpa keduanya. Jari jemari mereka saling bertautan.

Dengan memakai baju putih polos Davin sangat tampan dilihat dari samping, jangan lupakan kacamata hitam yang dipakainya. Seakan-akan menambah ketampanannya meningkat seratus kali lipat.

Alleta sungguh bersyukur dipertemukan dengan sosok yang mampu membuatnya jatuh cinta untuk pertama kalinya.

Meski kini, tempat tertinggi di hatinya telah di tempati oleh Vian. Tidak bisa dipungkiri, Alleta juga merasa nyaman dengan Davin. Entah karena perlakuan atau ucapannya yang lembut.

Davin adalah sosok laki-laki yang bertanggung jawab. Siapapun pasti menginginkan Davin menjadi pendampingnya. Dulu Alleta juga menganggap demikian, namun sekarang semua telah berubah.

Tidak ada yang bisa menebak tentang perasaan. Hanya waktu yang bisa menjelaskan. Cepat atau lambat, semua telah diatur. Maka dari itu, jangan terlalu over terhadap manusia.

Karena kita juga tidak tahu, pada siapa kelak hati akan berlabuh. Tuhan telah menyiapkan sesuatu yang lebih baik dari yang kita inginkan.

Meski bisa menerima kehadiran Davin disampingnya. Tapi tidak sedikit ada rasa yang mengganjal dihatinya. Sosok Vian, selalu berhasil memenuhi hati dan pikirannya. Menyita setiap waktu luangnya tanpa permisi.

Ada rasa sesak yang menghantam dadanya. Rasa nyeri begitu terasa di hatinya. Sakit itu belum sembuh. Perlu waktu yang lama untuk menyembuhkan luka batin.

Belum ada obat yang bisa menawarkan rasa sakit hatinya. Mungkin, memang Alleta yang tidak berniat untuk sembuh dengan melupakan semua kenangan yang dulu pernah tercipta.

Karena bagi Alleta, sembuhnya luka batin hanya bisa diobati dengan secarik kabar ataupun sebuah pertemuan. Itulah yang diinginkan Alleta. Sebuah harapan yang dipendamnya sejak lama.

Davin menoleh dan menangkap rautan sendu di wajah cantik Alleta. Tangannya berhenti bertautan dan memegang bahu Alleta untuk berhadapan dengannya.

Benar saja. Sebutir cairan bening melolos begitu saja di pipi Alleta.
"Hei, kenapa menangis?" Tanya Davin khawatir.

Alleta menggeleng, kemudian mengusap kasar air matanya dan mendongak menatap wajah tampan Davin.

"Terimakasih," ucap Alleta tulus.

"Untuk?"

Alleta tersenyum, "Untuk segalanya, terimakasih karena telah hadir, menetap dan berjuang bersamaku. Aku tahu, bahwa aku orang yang beruntung. Sungguh Tuhan sangat baik kepadaku. Mengirimkanmu untuk menjadi menopang ku ketika aku terjatuh. Memelukku ketika aku menangis. Dan menjadi tumpuan ketika aku lelah. Rasanya aku benar-benar tidak menyangka akan dipertemukan dengan manusia berhati malaikat sepertimu."

Davin begitu tersentuh mendengar kalimat yang diucapkan Alleta. Ia menjadi terharu. Ditangkupnya wajah Alleta dengan kedua tangannya. Mengusap perlahan bekas air mata di pipi Alleta.

"Bukan kamu yang beruntung, namun aku. Aku yang beruntung menemukan perempuan tegar dan kuat sepertimu. Kau tahu, banyak wanita di luaran sana yang mengalami hal sepertimu. Tapi mungkin tidak sekuat dirimu. Selamat, kamu lulus. Sekarang saatnya untuk aku yang membahagiakanmu. Ingat Al, jangan bersedih lagi. Ada mereka yang tak ingin melihat air matamu terjatuh. Ada orang yang kini sedang menunggumu. Dirinya sangat mencintaimu. Pergilah temui dia dan katakan bahwa kau siap untuk menghabiskan waktumu bersamanya?"

NADELEINE (End)✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang