Sore ini begitu cerah, seolah alam ikut bahagia melihat kebersamaan Alleta dan Vian. Menikmati canda tawa dan saling berbicara tentang satu sama lain.
Posisi mereka saat ini mirip seperti pasangan kekasih. Alleta duduk disebuah tikar yang digelar. Sedangkan Vian tengah tiduran menjadikan paha Alleta sebagai bantalnya.
"Al,"
Alleta menunduk untuk melihat Vian sambil melahap keripik. "Hem, gimana?" Jawabnya.
"Bahagia gak sama gue?" Ucapnya tersenyum.
Alleta mendengus, ini entah keberapa kalinya Vian mengatakan hal itu. Terhitung sejak sampai ditaman hingga berkeliling di pinggiran danau. Dan sekarang, Vian pun masih menanyakan hal yang sama.
"Nggak ada kalimat lain gitu?" Ujarnya mengerucutkan bibirnya.
Vian tergelak menatap Alleta yang begitu menggemaskan, "Gue cuma mau mastiin doang. Siapa tahu lo terpaksa jalan sama gue?"
Alleta tertawa, ia menatap Vian dengan gregetan. "Kalo gue terpaksa gak mungkin sejak tadi gue nurut sama lo curut, hihhh" jawabnya meremas kedua pipi Vian.
Vian tersenyum mendorong jidat Alleta dengan telunjuknya, "Mana ada curut ganteng kek gue? Ya kali lo cantik naksir sama curut," ucapnya terkekeh geli.
Alleta memutar kedua bola matanya jengah,"Percaya diri sekali anda." Jawabnya melipat tangan di depan dada dengan dagu terangkat.
Vian menaikkan satu alisnya, "Dih gak percaya. Harusnya lo beruntung bisa deket cowok ganteng, jago berantem, suka bikin masalah, suka bolos kek gue,"jawabnya dengan tawa yang masih menderai
Alleta mendelik, baru kali ini ia mendengar cowok yang memamerkan keburukannya daripada kelebihannya. "Santui amat ngomongnya,"
"Gue itu orang yang apa adanya, gak perlu sok terlihat kalem ataupun menjaga nama baik sekedar formalitas. Gue ya gue, mau ya silahkan kalo enggak bukan masalah. Bahkan seluruh dunia membenci pun selagi gue masih diri gue sendiri gue gak akan peduli."
Alleta manggut-manggut menyimak ucapan Vian, "Terdengar seperti motto seorang berandal."
Lagi-lagi Vian tertawa. "Tapi ini serius Al," lanjutnya lagi.
"Gue juga serius Vian. Lo gak liat gue berenti makan cuma buat dengerin lo ngomong," jawabnya menahan kesal.
Vian tergelak senang, ia bangkit dari tidurnya dan duduk di samping Alleta. "Sini gantian, lo pasti pegal," ujarnya menarik Alleta masuk dalam pelukannya.
Kini Alleta duduk ditengah-tengah kaki Vian yang disejajarkan. Meletakkan kepalanya di dada bidang milik Vian.
"Ambilin cemilan gue dong," pinta Alleta merengek.
"Jangan ngemil mulu, ga baik buat kesehatan." Omel Vian menolak.
Alleta memanyunkan bibirnya kesal, "Gue baru makan dua bungkus," ucapnya menyangkal.
"Dua bungkus itu kalorinya banyak Alleta, mending makan buah aja." Papar Vian mengambil satu jeruk dan menyodorkannya pada Alleta.
"Nih buah, biar sehat. Jangan kurus-kurus lo kek tiang listrik berjalan tau gak?" Ucapnya tertawa.
"Ledekin aja terus," jawabnya dalam mode mengambek.
"Marah nih," tanya Vian mencubit hidung Alleta.
Alleta menatap Vian tajam, "Dasar pria gila." Ucapnya mendesis kesal.
"Ampun ibuuu negaraa," pinta Vian menyatukan kedua tangannya di depan dada.
Pipi Alleta seketika blushing, namun tak bisa menolak untuk tertawa. "Ngeselin tapi lucu juga ishh,"
KAMU SEDANG MEMBACA
NADELEINE (End)✓
Teen FictionAlleta Nadeleine, gadis cantik yang harus pindah sekolah karena mengikuti papanya yang bekerja. Namun, siapa sangka di sekolah barunya ini membawanya untuk mendapatkan arti kehidupan yang tiada terkira. Berawal dari kekagumannya dengan sosok Davin...
