Hari telah berganti, namun dua insan masih terbaring lemah di brankar rumah sakit dan belum menunjukkan perubahan apapun. Keduanya masih bertahan memejamkan mata. Dibantu dengan alat-alat medis yang setia menemaninya.
Hari-hari berikutnya dilalui terasa hambar. Anak-anak Arsenio pun telah kembali bersekolah. Mereka bergantian menemani Vian dan Alleta di rumah sakit. Hari ini adalah tepat seminggu keduanya terdiam dan tak berdaya di ruangan berbau obat-obatan.
Davin masih setia menjaga Alleta, tak jarang ketika malam ia menginap agar tidak ketinggalan tentang informasi perubahan yang terjadi pada Alleta.
Ia menggenggam jari-jari mungil Alleta. Seolah menyalurkan kekuatan agar Alleta bisa berjuang melewati masa-masa sulitnya. Davin mengecup punggung tangan Alleta.
Matanya kembali memanas kala melihat wajah Alleta dengan bibir yang pucat dan mata yang setia masih terpejam rapat seolah enggan terbuka.
Akibat benturan keras dan darah yang banyak keluar dari tubuhnya membuat Alleta harus berada di masa kritis. Beruntung dia bisa melewati itu semua.
Jari-jari Alleta bergerak perlahan. Akibat pergerakan kecil itu membuat Davin terbangun dari tidurnya. Akibat kelelahan ia sampai tak sadar jika tertidur di samping Alleta.
Matanya membesar kala melihat Alleta yang mulai menunjukkan perubahan secara perlahan. Rasa bahagia membuncah dalam hati Davin. Ia segera memanggil dokter dengan cepat.
Kedua orang tua Alleta juga berlari menghampiri Alleta dan tersenyum haru. Akhirnya Alleta bisa tersadar dengan cepat. Dokter memeriksa Alleta, lalu melepaskan alat bantu berupa selang oksigen dihidungnya.
"Pasien telah berhasil melewati masa kritisnya, sekarang pasien akan di pindahkan ke ruang rawat. Namun, kondisinya masih belum stabil. Dan butuh istirahat yang cukup, sehingga belum boleh di ajak berbicara."
"Kira-kira kapan bisa menjenguk Alleta dok?" Tanya Davin antusias.
"Besok sudah bisa, tapi harus bergantian ya. Jangan sampai banyak gerak dan bicara, karena luka yang didapat cukup parah sehingga perlu waktu untuk pemulihan." Jawab dokter yang menangani Alleta.
"Baik dok, terimakasih." Ujar Radit langsung memeluk Vani dengan menangis bahagia.
***
Suara bel sekolah berdering nyaring, Davin segera beranjak dari tempat duduknya. Ia sudah tak sabar ingin bertemu Alleta. Kini ia keluar dari kelas ditemani dengan Gerald yang juga ingin mengunjungi Alleta.
Senyum Davin yang mengembang tidak pudar sejak keluar dari salah satu toko bunga. Bahkan Gerald saja sampai berpikir Davin sedang kerasukan. Davin membelikan Alleta bunga lili putih, tak lupa sekeranjang buah-buahan.
Davin sangat antusias menyambut perubahan baik Alleta. Ia sangat menunggu hari ini tiba. Bahkan, di ruangan Alleta kini sudah penuh dengan boneka Pikachu kesukaan Alleta.
Davin sempat menyewa capit boneka dan menaruhnya di kamar rawat Alleta. Beruntung, ruangan yang di pakai Alleta adalah ruangan VVIP sehingga tempatnya luas dan bisa menampung banyak barang.
Katakan saja jika Davin sudah gila. Dia menemani Alleta setiap hari dan jika bosan ia akan bermain capit boneka demi mendapatkan keinginan Alleta dulu. Yaitu, mendapat Pikachu dari capit boneka langsung.
Kedua orangtua Alleta pun tak melarang Davin melakukan hal tersebut. Meskipun mereka sampai geleng-geleng kepala melihat kelakuan Davin.
Tapi disisi lain mereka juga bahagia, anaknya mendapat teman-teman yang begitu baik dan perhatian sampai tiap hari datang menjenguk bergantian.
KAMU SEDANG MEMBACA
NADELEINE (End)✓
Teen FictionAlleta Nadeleine, gadis cantik yang harus pindah sekolah karena mengikuti papanya yang bekerja. Namun, siapa sangka di sekolah barunya ini membawanya untuk mendapatkan arti kehidupan yang tiada terkira. Berawal dari kekagumannya dengan sosok Davin...
