Vian melajukan motornya dengan kecepatan sedang. Tujuannya kali ini adalah kerumah Alleta. Jujur saja, Vian benar-benar kalut. Bahkan ia tidak bisa berpikir jernih. Yang benar saja ini jam dua dini hari, dan dia nekad pergi ke rumah Alleta.
Alleta menggeliat dari tidurnya ketika samar-samar telinganya mendengar suara ketukan dari arah jendelanya.
Matanya terbuka perlahan, dalam hatinya merutuki orang yang beraninya mengganggu tidur nyenyaknya. Tangan kanan Alleta meraih ponsel diatas nakas lalu membukanya.
Matanya menyipit sesaat ketika cahaya dari ponsel menerpa wajahnya. "Jam dua pagi," gumamnya.
Ponselnya kembali diletakkan diatas nakas, lalu berbaring miring menghadap jendela. Telinganya mencoba menangkap suara dengan baik-baik.
Tok tok tok
Suara ketukan kembali terdengar. Namun tidak terlihat siluet apapun di jendelanya. ''Siapa sih dini hari kek gini ngetok jendela. Kurang kerjaan banget,'' gerutunya kesal.
Sesaat Alleta membulatkan matanya, Jangan-jangan itu maling lagi, ucapnya dalam hati. Perasaannya mendadak was-was. Secepat kilat Alleta bangun lalu mengambil raket nyamuk miliknya.
Ia berjalan mengendap-endap perlahan mendekati jendela. Tangannya yang memegang raket terasa panas dingin, Gimana kalo malingnya tiba-tiba masuk dalam kamarnya, terus ...
Alleta segera menggeleng cepat, ia menepis pikiran negatif yang singgah dalam otaknya. Ia sedikit mengintip dari ujung jendela. Matanya memincing menatap halaman rumahnya.
Sepi, perlahan Alleta memberanikan diri melongokkan kepalanya sedikit menyibak jendela.
Tok
Suara ketukan yang keras kembali berbunyi membuatnya terlonjak kaget, ia sampai memundurkan langkahnya. Mencoba mengatur detak jantungnya yang berdegup kencang.
Tenang Al, itu pasti bukan maling. Lo pasti berani, ucapnya membatin mencoba menyemangati dirinya sendiri.
Baru saja dua langkah ia berjalan, tiba-tiba ponselnya bergetar. Membuat ia menoleh seketika dan menghentikan langkahnya. Shit, Siapa sih malem-malem ngirim pesan, ucapnya mengumpat.
Alleta mengambil ponselnya, keningnya saling bertaut ketika mendapati sebuah nomor dengan nama Vian tertera dilayarnya.
Alleta memutar kedua bola matanya jengah. "Kurang kerjaan banget jam segini masih online," ucapnya pelan. Tangannya membuka isi pesan yang dikirim oleh Vian.
Al, keluar gih. Gue udah di balkon kamar lo.
Alleta melotot tidak percaya. Bagaimana mungkin Vian datang malam-malam seperti ini. Buru-buru melangkah dan ia menyibak gorden kamarnya.
Alleta mendelik kaget mendapati tamu tidak tahu dirinya sedang bersandar di pegangan balkon sambil tersenyum menatapnya. Jujur saja, Vian pantas disebut maling atau sejenisnya daripada tamu.
Mana ada orang bertamu lewat jendela?
Manjat kamar lagi, beruntung tidak ketahuan tetangga sebelahnya. Jika iya, bisa panjang urusannya. Bisa-bisa ia di nikahkan saat ini juga. Please, Alleta tidak mau nikah muda, jiwanya masih terlalu bar-bar untuk menjadi seorang ibu rumah tangga.
Sumpah demi apapun, ingin rasanya Alleta berteriak, melihat tingkah Vian yang diluar nalar. Bisa mampus kalo orangtuanya tau ada laki-laki yang mendatangi kamarnya. Malam hari lagi.
''Ini orang gila ya? Jam segini keluyuran,'' gumam Nadine lantas membuka jendelanya dan berjalan keluar menuju balkon kamarnya.
"Lo gila ya? Jam berapa ini?" Ketus Alleta berbicara sedikit keras sambil menatap Vian nyalang dengan tangan bersedekap dada.
KAMU SEDANG MEMBACA
NADELEINE (End)✓
Fiksi RemajaAlleta Nadeleine, gadis cantik yang harus pindah sekolah karena mengikuti papanya yang bekerja. Namun, siapa sangka di sekolah barunya ini membawanya untuk mendapatkan arti kehidupan yang tiada terkira. Berawal dari kekagumannya dengan sosok Davin...