ND Part - 50

3.7K 209 74
                                        

Four year's later

Tak terasa waktu cepat berlalu, kini Alleta telah beranjak menjadi sosok yang dewasa. Perlahan, ia mampu menerima kenyataan yang hadir dalam hidupnya.

Hari ini adalah hari ulangtahunnya tepat yang ke dua puluh satu. Rumahnya terdengar ramai dan riuh, dibawah sana teman-temannya telah berdatangan.

Alleta mematut diri dalam cermin. Mengamati sejenak penampilannya kali ini yang terlihat berbeda. Rambutnya ditata dan wajahnya dipakaikan make up yang terlihat flawless dengan gaun berwarna abu-abu yang melekat pada tubuhnya.

Mungkin ini terlalu berlebihan diumurnya yang telah kepala dua namun, keinginan orangtuanya yang memaksa untuk merayakan ulangtahunnya membuat ia tidak bisa menolak.

Alleta tersenyum,namun tidak ada yang tahu jika didalam sana ada rasa sakit yang mencabik-cabik hatinya. Empat tahun bukanlah waktu yang singkat. Secepat apapun ia berusaha melupakan, tapi hatinya tetap menolak.

Sulit rasanya untuk bangkit, apalagi setelah mengalami kejadian empat tahun yang lalu. Setelah kejadian itu, akhirnya Alleta memilih home schooling dan melakukan perawatan psikis secara perlahan.

Ketika telah lulus SMA Alleta berencana untuk mencari beasiswa kuliah di Jerman. Tentunya agar bisa mencari keberadaan Vian juga.

Namun, orangtuanya tidak mengizinkan dengan alasan disana terlalu jauh dan belum lagi kondisinya yang masih membuat kedua orangtuanya khawatir.

Akhirnya, Alleta memilih untuk mengambil kuliah jurusan manajemen bisnis diselingi les bahasa Jerman agar kelak ia bisa meneruskan pendidikan S2 di Jerman. Kini ia telah memasuki semester enam. Sebentar lagi dia juga akan segera wisuda.

Pintu terbuka, Vani tersenyum menatap anaknya. Lalu beranjak untuk mengajak Alleta keluar. "Sayang, ayo kita keluar sekarang. Acaranya akan segera dimulai."

Alleta mengangguk kemudian menggandeng tangan mamanya untuk segera turun. Suara riuh tepuk tangan terdengar kala Alleta menuruni tangga.

Senyum Alleta mengembang kala matanya bertabrakan dengan netra hitam legam milik seorang laki-laki yang tampak gagah dengan balutan tuxedo abu-abu sangat serasi dengan gaun yang ia pakai sekarang.

Siapa lagi kalau bukan Davin, selama ini hanya Davin yang selalu disamping Alleta. Bahkan Davin merelakan beasiswanya untuk sekolah ke luar negeri demi menjaga Alleta.

Davin dan Alleta berada di satu kampus yang sama. Hanya jurusan mereka saja yang beda. Davin memilih untuk jurusan kedokteran. Jika ditanya alasannya kenapa Davin memilih hal tersebut. Karena Davin ingin menjadi orang pertama yang menolong Alleta kala ia sakit.

Kejadian di masalalu sudah banyak membuat ia khawatir dan cemas. Kini, tidak ada salahnya ia mengambil keputusan untuk kuliah di jurusan kedokteran.

Davin tersenyum menatap Alleta yang malam ini terlihat sangat cantik. Iringan musik terdengar mengalun merdu. Davin mengulurkan tangannya untuk membantu Alleta naik ke tempat yang lebih tinggi seperti panggung.

Setelah beberapa kata sambutan dan lain-lain. Kini tiba saatnya untuk meniup lilin, Alleta memejamkan mata untuk make a wish.

"Tuhan, terimakasih telah memberiku kesempatan untuk bernapas hingga saat ini. Terimakasih untuk segalanya. Kebahagiaan, orangtua dan cinta. Untuk yang terakhir, Tuhan tolong beri aku kesempatan sekali lagi untuk bertemu dengan orang yang ku cinta. Sungguh, tidak ada apapun yang ku minta selain satu hal tersebut. Persatukanlah kami Tuhan, ku mohon."

Setelahnya Alleta segera meniup lilin. Sorak tepuk tangan kembali menggema di ruangan. Alleta memotong kue, suapan pertama ia berikan pada Ayahnya.

Laki-laki kuat yang pertama kali mengajarinya tentang ketegaran hidup. Lalu mamanya, perempuan hebat yang setia menemani papanya untuk menjalani hidup apapun rintangannya.

NADELEINE (End)✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang