ND Part - 32

2.3K 127 102
                                    

Alleta memandang sekelilingnya, entah kemana Vian akan membawanya pergi. Yang jelas, baru saja Vian membelokkan mobilnya melewati jalan yang terbilang sepi. Selain itu, penerangan lampu jalan hanya remang-remang dan berjarak cukup berjauhan.

Suasana terbilang sunyi dan terlihat mencekam, sebab di kanan-kiri jalan di tumbuhi pepohonan yang begitu rindang sehingga menutupi cahaya bulan yang akan menerpa jalanan.

Mendadak Alleta mendesah kasar, tiba-tiba ia menjadi takut. Ia menoleh ke arah Vian yang terlihat fokus mengemudi dan lebih sedikit berbicara sejak berangkat tadi.

"Vian, jujur sama gue? Ini kita mau kemana?" Tanya Alleta yang diselimuti rasa gugup.

"Sebentar lagi sampai? Udah tenang aja, nanti lo juga tau!" Jawabnya acuh tanpa menoleh hingga sukses membuat Alleta dongkol.

"Jangan macem-macem ya, gue bisa aja nelfon bokap gue kalo lo berani apa-apain gue?" Ancamnya menunjuk ke arah Vian.

Vian menatap Alleta sebentar, "Are you seriously?" Ucapnya menyeringai menatap Alleta sambil menaikkan satu alisnya kemudian kembali fokus ke jalanan.

Alleta membuang nafas perlahan. Jujur saja, tangannya telah keluar keringat dingin. Suasana hatinya yang tadi akan tenang mendadak buruk kembali.

Apalagi sedang berada di tempat sepi seperti ini. Bagaimana mungkin ada orang yang akan menolong jika sewaktu-waktu ia berteriak karena Vian berbuat yang macam-macam dengannya.

Alleta lagi-lagi menatap Vian dalam-dalam. Ingin rasanya ia menendang 'aset' berharga milik laki-laki itu agar berhenti bersikap sok misterius yang membuatnya merinding dan takut setengah mati.

"Vian, sumpah ya ini gak lucu sama sekali. Gue udah remaja dan gue paham kalo---"

"Paham apa? Buat dedek bayi?" Potong Vian dengan cepat.

Alleta merasakan pipinya memanas mendengar ucapan tersebut. Ia merasa malu sekaligus jengkel, Vian memang menyebalkan. Membuatnya blushing tidak tau tempat dan waktu.

"Jaga ucapan lo, gue tadi gak bilang gitu," jawabnya cuek.

"Tenang aja, gue gak bakalan apa-apain lo. Kenapa sih lo gak percaya sama gue?" Ucap Vian merasa sedikit jengkel.

"Gimana mau percaya, kalo lo aja sejak tadi cuma bilang 'tenang aja ntar lagi sampek' sampek apanya? Ini udah setengah jam lebih?" Sarkas Alleta mengeluarkan unek-uneknya.

"Gak semua cowok itu brengsek seperti yang lo pikir, hanya saja cowok punya cara tersendiri buat ngebahagiain orang lain," ucap Vian datar namun tegas.

"Dan gak semua cewek bisa percaya begitu aja sama cowok. Dan lo juga tahu kalau gue hampir aja celaka gara-gara cowok. Dan gue---" Alleta menjeda ucapannya.

Rasanya berat sekali mengingat kejadian menyakitkan yang pernah menimpanya. Ia menggeleng pelan, "gue cuma gak mau kejadian itu terulang lagi," cicitnya lirih sambil menunduk.

Hati Vian kini berdesir nyeri mendengar penuturan Alleta. Sejujurnya, ia juga benar-benar merasa marah kepada orang yang telah melakukan hal tersebut.

Ia telah mengetahui siapa pelakunya, namun ia tidak akan cepat-cepat mengambil tindakan. Akan ada saatnya pembalasan itu dimulai.

"I'm sorry," ucap Vian mengalah.

Dengan cepat Alleta menepis air mata yang akan keluar. Semua sudah terlanjur dan ia juga sudah berjanji akan menerima semuanya dengan lapang.

"Gak perlu minta maaf, justru gue yang harusnya gue yang minta maaf. Karena gue selalu bikin lo susah," ucapnya tersenyum samar.

Dahi Vian saling berkerut, "Hei. Gak ada yang bikin gue susah, semua ini udah takdir. Tinggal gimana cara kita buat menyikapi semuanya," jawab Vian melirik Alleta sekilas.

NADELEINE (End)✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang