ND Part - 35

2.5K 153 25
                                    

Vian meraup wajahnya frustasi. Sejak tadi pikirannya di penuhi dengan ucapan Papanya. Ia benar-benar kacau, ia takut jika papanya bertindak nekad mencelakai Alleta. Padahal perempuan itu tidak tahu apa-apa.

Saat ini ia sedang berada di basecamp, enggan sekali pergi kesekolah karena moodnya sedang tidak baik. Apalagi jika sampai bertemu Alleta, ia takut tidak bisa menahan diri.

Tangannya merogoh benda pipih yang ada didalam ponselnya, membuka galeri dan mencari foto Alleta. Ditatapnya dalam-dalam foto Alleta yang ia potret diam-diam beberapa waktu yang lalu.

"Kalo suka orangnya ngomong, jangan dilihatin doang," bisik Redo tepat di samping telinga Vian.

Vian mendengus kasar mendapati kepala Redo menyembul dari belakang punggungnya. Menampilkan senyum lebar tanpa rasa bersalah.

"Gimana mau ngomong, orang ceweknya aja udah di tag oranglain," celetuk Zayn menimpali.

"Ikan hiu makan tahu, ya mana gue tau," jawabnya mengendikkan bahu.

"Anjir, iya gue lupa. Lo kan kudet mana mungkin kabar," jawabnya acuh tanpa menoleh. Sibuk bermain game di ponselnya.

"Gak gitu juga goblok," ucap Redo ngegas.

"Ngomongnya biasa aja woy," jawabnya menggeplak kepala Redo.

"Ini juga biasa," sengitnya tajam. "Ngomong ya ngomong aja, tangannya gak usah melayang juga. Lama-lama minta di tampol balik ya lo," Ujar Redo kesal.

"Apa nih rame-rame, lagi seru kayaknya," cengir Ozi ikut bergabung dengan Redo dan Zayn.

Redo menatap Ozi jengah, "Tolong ya, disini tidak menerima orang bucin. Jadi yang ngerasa harap minggir,"

Ozi tertawa ngakak, "Bangke lo, iri bilang bos," jawabnya bangga.

Redo mengibaskan tangannya ke udara, "Sorry ya Zi, gue itu bukannya iri. Cuma gue itu limited edition, jadi gue terlalu pemilih untuk urusan hati,"

Ozi mengedus, "Tinggal bilang kagak laku doang pake muter-muter segala."

"Hiih, kalo ngomong suka bener," jawabnya tertawa memanyunkan bibirnya.

Ozi bergidik ngeri, sontak mendorong tubuh Redo agar menjauh darinya. "Mukanya gak usah di jelek-jelekin gitu dong, kan tambah jelek gue liatnya," tambah Ozi tanpa rasa bersalah

Redo mendengus kasar, "Susah ya jadi orang ganteng, apa-apa mesti ada yang iri," gumamnya pelan namun masih bisa didengar.

"Iya-in aja lah biar seneng," timpal Zayn. Malas berdebat.

"Pian lo kenapa diem-diem bae? Ngomong napa? Jarang nongol sekali dateng muka kusut kek baju belum di setrika," timpal Ben dengan sebungkus kacang polong di tangannya.

"Ada semut nginjak sapi, Si Pian lagi patah hati," sahut Redo seenaknya.

Vian mendengus kesal mendengar ejekan teman-temannya. "Bangke lo pada, bukannya bantu malah ngejek."

Sontak saja teman-temannya menahan tawa atas ucapan Vian barusan. Sebab secara tidak langsung Vian mengakui bahwa ia jatuh cinta pada Alleta.

"Yhaaa, patah hati kan lo?" Ledek Ozi tertawa lebar. Tangannya sampai memegangi perutnya akibat tawa.

"Oh jadi ini yang kemarin bilang, biit ipi ngirisin ciwi bikin ribit," sindir Ben menye-menye mengulang ucapan Vain yang dulu pernah menjadi jawabannya ketika ditanya tentang cewek.

"Sindir aja terus," cibir Vian mendesah lesu.

"Oh jadi ini, yang katanya di sukai banyak cewek. Sekarang galau setengah mati gara-gara satu cewek. Gak salah nih?" Tutur Zayn ikutan gencar meledek.

NADELEINE (End)✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang