Mobil hitam yang dikendarai oleh Vian berhenti melaju ketika sampai di pekarangan rumah Alleta.
Malam memang belum begitu larut, namun udaranya cukup dingin sebab langit mendung dan sepertinya sebentar lagi akan turun hujan.
Vian melepas seat beltnya lalu menoleh kearah Alleta. Tangan kanannya terulur memegang pundak Alleta hendak membangunkan.
Namun, alih-alih bangun. Alleta malah merubah posisi tidurnya dan memeluk tangan kanan Vian yang berada dipundaknya sebagai sandaran.
Refleks!! Vian pun mencodongkan tubuhnya kearah Alletta. Berada sedekat ini membuat jantung Vian berdegup kencang seperti habis maraton.
Ia menatap wajah Alleta dalam, kelopak matanya terpejam rapat. Bibir mungilnya sama sekali tidak mengeluarkan dengkuran halus. Nafasnya juga bergerak dengan teratur.
Sepertinya perempuan itu tampak kelelahan sekali hingga ia tertidur dengan pulas.
Vian berusaha untuk menetralkan detak jantungnya. Ia membiarkan dirinya dalam posisi lengan kanannya dipeluk oleh Alleta selama beberapa saat.
Sebenarnya ada rasa tidak tega untuk membangunkan Alleta. Namun, apa boleh buat. Tidak mungkin juga membiarkan Alleta tidur dimobilnya hingga esok pagi.
"Hei, bangun," ucapnya lirih sambil menepuk-nepuk pipi Alleta dengan tangan kirinya.
"Bangun, udah sampai." Nihil, tidak ada jawaban. Ini orang tidur apa mati sih? Tanyanya dalam hati.
"Alleta, bangun. Tangan gue pegel nih," ujarnya lagi sambil mengusap acak puncak kepala Alleta.
Vian menghela nafas panjang, usahanya sama sekali tidak mampu membuat Alleta tersadar dari lelapnya.
Tiba-tiba ia mendapat sebuah ide, Vian tersenyum jahil. Tangan kirinya dengan sabar mencoba mengalihkan kepala Alleta agar melepas tangan kanannya.
Lalu, kini tangan kirinya menyentuh hidung Alleta dan dipencetnya dengan keras.
Alleta mendelik kaget, tangannya refleks memegan tangan Vian yang memencet hidungnya. Alleta bangun dengan cepat ketika merasa ia tidak bisa bernafas.
Vian melepaskan tangannya sambil tertawa keras. Idenya berhasil dengan cepat.
Alleta mencoba untuk mengatur nafasnya dan mencoba untuk menyesuaikan diri dengan memandang sekelilingnya.
"Lo," matanya terpaku pada Vian yang masih tertawa lepas melihatnya.
"Iseng banget sih lo. Kenapa gak bangunin baik-baik?" Omelnya pada Vian.
Vian pun beralih menatap Alleta, "Baik-baik? Coba gue tanya gimana caranya bangunin lo baik-baik," ucapnya balik bertanya.
Alleta memberengut kesal, "Ya lo kan bisa, nepuk-nepuk pundak gue. Ga peka banget sih jadi cowok."
"Lo nyalahin gue? Gue udah coba berbagai cara biar lo bangun. Nyatanya, lo sama sekali gak bangun. Lo tidur apa mati sih?" Semprotnya pada Alleta.
Alleta meringis, sepertinya ia tertidur begitu pulas di mobil Vian hingga tidak menyadari bahwa sudah sampai dirumahnya. "Jahat banget lo jadi cowok. Gue itu lelap banget juga gara-gara kecapekan nemenin lo," tandasnya pada Vian.
Vian berdecak, "Udah gue anterin juga. Masih aja ngomel-ngomel. Pantes aja lo gak punya pacar."
Alleta mendelik, "Emangnya lo punya? Enggak kan? Ngapain mesti sibuk-sibuk ngurusin hidup gue lo?" Jawabnya tak mau kalah.
Vian tersenyum miring dan mencondongkan tubuhnya lebih dekat, "Lo kan partner gue, kenapa harus cari yang lain kalo udah punya lo didepan gue?"
Damn it,
KAMU SEDANG MEMBACA
NADELEINE (End)✓
Ficção AdolescenteAlleta Nadeleine, gadis cantik yang harus pindah sekolah karena mengikuti papanya yang bekerja. Namun, siapa sangka di sekolah barunya ini membawanya untuk mendapatkan arti kehidupan yang tiada terkira. Berawal dari kekagumannya dengan sosok Davin...