Vian keluar dari markas, tangannya memegang jaket yang hendak ia pakai. Setelah memenangkan diri beberapa saat yang lalu. Kini ia bergegas ingin pergi ke suatu tempat.
Beruntung hari masih sore, sehingga ia dapat menikmati cuaca sore yang cerah dan segar. Tangannya bergerak memakai jaket hitam dan helmnya.
Motor melaju dengan mulus meninggalkan markas. Suasana di markas masih tampak ramai, mereka masih asyik menghabiskan pizza dan minuman soda yang sengaja dibelikan Vian untuk teman-temannya.
Vian menikmati perjalanannya. Dengan laju standar ia memandang sekitar. Hingga tiba-tiba tatapannya terkunci pada sebuah mobil berwarna silver.
Vian menghentikan motornya di tepi jalan. Tepat diseberang, dimana sebuah hotel bintang lima berdiri dan disinggahi mobil tersebut.
Ada rasa curiga dilubuk hatinya. "Ngapain dia kesini?" Batinnya. Vian ingat betul nomor plat mobil tersebut. Selain itu, ada sticker Pikachu yang menempel di belakang badan mobil.
Tanpa menunggu lama, Vian mengambil ponselnya dan menelpon seseorang. Namun, nihil. Sambungan telponnya terputus. Vian makin gelisah, langkahnya berjalan mendekati mobil tersebut.
Tanpa sengaja, ia mendengar sebuah percakapan dua orang. Dari arah yang bisa ia lihat, keduanya tampak seperti berandalan. Tubuhnya gempal, bertindik juga bertato.
Tangan Vian mengepal kuat begitu melihat apa yang mereka bawa. Seperti dugaannya pasti ada yang tidak beres. Preman tersebut mengambil sebuah tas dan kembali masuk ke hotel.
Tak mau menyia-nyiakan kesempatan, Vian membuntuti mereka dari jarak jauh. Mereka menekan lift menuju lantai 3.
Vian menyamarkan dirinya dengan pura-pura tidak melihat mereka dan memakai headset yang kebetulan ada di saku jaketnya.
***
Alleta mencium bau asap rokok ketika kesadarannya mulai pulih. Telinganya menangkap suara percakapan dua orang laki-laki.
Sesaat ia mencoba mengingat kembali kejadian apa yang baru saja ia alami. Kepalanya terasa pening dan berdenyut-denyut.
Matanya terbuka dengan perlahan. Betapa terkejutnya ia, ketika memandang keseluruhan ruangan tersebut adalah sebuah kamar hotel.
Tangannya memegang kepalanya, "Sudah bangun sayang," sontak Alleta pun menoleh.
Matanya membelalak tak percaya melihat disampingnya ada seorang om-om berwajah menyeramkan dan juga botak.
"Siapa Kau?" Tanyanya kaget.
"Hei, tenang sayang. Om tidak akan menyakitimu. Kita hanya akan bermain-main sebentar saja," jawab om-om tersebut sambil bangkit dari tidurnya.
"Cukup, berhenti atau gue teriak." Cegah Alleta dengan tangan kirinya. Matanya menatap tajam kearah Om botak itu.
"Silahkan saja sayang, ruangan ini kedap suara. Tidak akan ada yang mendengarmu. Ayo, berteriaklah sesuka hatimu," ucap Om itu menyeringai.
"Jangan macam-macam." Alleta mulai ketakutan, Om itu terus merangkak maju kearahnya. Secepat kilat Alleta menampar om itu dan hendak lari.
Plakk
"Ah sial." Kakinya diikat dengan rantai pada sisi ranjang. Hingga membuat Alleta terjatuh kembali ke kasur.
"Brengsek, berani-beraninya menamparku hah?" Bentak om botak itu tidak terima. Wajahnya semakin bengis dan menjijikkan.
"KEMARI," Om itu menggapai tangan Alleta dan menyeretnya lebih dekat.
"Tolong, gue gak mau." Tolak Alleta menggeleng cepat.
KAMU SEDANG MEMBACA
NADELEINE (End)✓
Teen FictionAlleta Nadeleine, gadis cantik yang harus pindah sekolah karena mengikuti papanya yang bekerja. Namun, siapa sangka di sekolah barunya ini membawanya untuk mendapatkan arti kehidupan yang tiada terkira. Berawal dari kekagumannya dengan sosok Davin...
