ND Part - 42

2.1K 126 25
                                    

Markas Arsenio kini tampak ramai. Puluhan motor besar berjajar di depan gerbang. Sementara bagian depan markas sudah tidak berbentuk lagi, Reon dan anak Charlos lainnya dengan gila menghancurkan gerbang, merusak aset depan markas.

Terdapat asap yang mengepul, mereka membakar ban tepat di depan gerbang. Menandakan bahwa mereka mengumumkan peperangan.

Bug

Satu pukulan keras mendarat di pelipis Juna, hingga membuat kepalanya menoleh ke samping. Belum puas, Raka tangan kanan Reon kembali menendang kasar dada Juna hingga tersungkur.

"Akh," Juna merintih kesakitan saat Raka kembali menendang perutnya. Wajah Juna babak belur, dahinya berdarah belum juga sudut bibirnya.

Raka tersenyum smirk, menekuk satu lututnya, ia mencengkram erat kerah Juna. "Cepat beri tau passcode ruang utama atau lo mati?" Desisnya menatap Juna tajam.

Juna meludah kesamping. Mulutnya terasa amis dan asin karena bercampur dengan darah. Ia tersenyum mengejek. "Lo pikir gue akan ngasih tau secepat itu hah? Bahkan gue lebih baik mati daripada harus membuat temen gue dalam bahaya." Ucapnya tersendat-sendat.

"Bangsat," umpat Raka menendang tubuh Juna hingga limbung. Juna tergeletak tidak berdaya.

Sementara Reon menatap pemandangan didepannya dengan santai. Disela-sela jarinya memegang sebatang rokok. Dihisapnya dalam-dalam dan menghembuskan perlahan.

Asap mengepul seolah menjadi kebahagiaan tersendiri baginya. Menikmati penyiksaan salah satu anggota Arsenio cukup menarik perhatiannya.

Ia membiarkan Raka berbuat semaunya pada salah satu anggota Arsenio yang kebetulan mereka temui saat menuju perjalanan kesini.

Rumah Juna cukup jauh dari markas, tadi dalam grub chat, diberitahukan akan ada kumpul akhir pekan. Sehingga membuat ia harus datang paling terakhir diantara teman-temannya.

Saat itu ia sedang mengisi bensin di salah satu warung, dan bodohnya ia malah memakai jaket Arsenio sehingga membuat mereka mudah mengenalinya.

Akibat kegigihan Juna membuat mereka menggeram, tanpa ampun anggota Charlos membuka paksa gerbang.

Ozi dan teman-temannya yang mengetahui hal itu hanya menatap Juna miris dari dalam. Tepatnya dari bantuan cctv yang berada di depan pintu masuk ruang utama markas Arsenio.

Mereka sama-sama tegang, karena ini taruhannya adalah nyawa. Mereka sama sekali tidak mengetahui bahwa akan mendapat serangan mendadak seperti ini.

Sudah berkali-kali Ozi ingin keluar. Namun, dicegah oleh anak-anak yang lain. Sebab, anggota mereka tidak ada setengahnya dengan anggota Charlos yang membawa pasukan cukup banyak.

Belum lagi senjata yang mereka bawa. Sungguh, mereka seperti sudah menyiapkan hal ini sudah lama. Terlihat dari kesiapan dari mereka yang terlihat. Tak main-main, mereka membawa senjata tajam, berupa celurit.

Mereka sangat cemas menunggu bantuan datang. Bukannya mereka tidak mampu, tapi mengingat banyaknya anak Charlos membuat mereka harus berpikir dua kali.

Keselamatan adalah hal yang paling utama, dan jujur mereka sangat salut kepada kesolidaritasan Juna yang merelakan tubuhnya disiksa demi melindungi teman-temannya.

Juna juga tahu, pasti teman-temannya juga sedang berpikir keras. Beruntung markas mereka jauh dari permukiman, jadi tidak akan ada penduduk yang merasa terganggu.

Reon sampai bertepuk tangan, menatap bagaimana Juna mati-matian mempertahankan dan membela Arsenio. Kini, tubuh Juna sudah benar-benar diambang batas. Matanya mengabur, kepalanya terasa pusing.

NADELEINE (End)✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang