"Al gue duluan ya," ucap Ayuri tersenyum riang.
Alleta menghentikan aktivitasnya lantas mendongak menatap Ayuri sesaat lalu mengangguk, "Oke duluan aja, gue masih ada urusan bentar." Ujar Alleta meringis kecil.
Perlahan Ayuri mengulum senyum mendengar ucapan Alleta, "Uhmm, urusan quality time sama Davin bukan," goda Ayuri langsung menutup mulutnya menahan tawa.
Damn it,
Sontak saja pipi Alleta bersemu merah mendengar kata Davin. "Yuri, ap-apa sih lo. Gue mau belajar kok," ucap Alleta sedikit gugup sekaligus bingung ingin membalas ucapan Ayuri. "Iya, belajar. Cuma belajar," tambah Alleta meyakinkan.
Ayuri memutar kedua bola matanya,"Yaa, cuma belajar. Iya 'Cuma', cuma sama Davin." Ujar Ayuri tergelak sambil menekankan kalimatnya terakhirnya.
"Yuriii," pekik Alleta hingga membuat Ayuri sukses tertawa lebar disela-sela larinya.
***
Alleta berjalan menuju sebuah taman. Sebagian kelas sudah sepi. Sebab ini sudah waktunya pulang. Tatapannya mencari sosok yang akan belajar bersamanya. Tepatnya menjadi pasangan olimpiade.
Menyandang gelar pasangan olimpiade secara tak langsung membuat Alleta tersenyum senang. Bagaimana tidak, jika dia bisa menghabiskan waktu lama dengan Davin.
Matanya celingukan mengedarkan pandangan keseluruh taman. Seketika matanya melebar ketika menemukan seseorang yang akhir-akhir ini sering membuat detak jantungnya berdegup kencang tengah duduk santai disalah satu bangku taman sekolah.
Dengan sedikit kegugupan, ia mencoba untuk menyapa Davin yang kini sedang duduk di kursi taman dengan pandangan tertuju pada meja yang berisikan tumpukan lembaran kertas dan beberapa buku tebal. Tangannya tampak menari-nari diatas salah satu kertas.
"Davin," sapanya ramah sebaik mungkin.
"Hmm," jawab Davin tanpa menoleh.
Alleta memutarkan kedua bola matanya jengah. Selalu saja begini. Sabar Letta sabar, orang sabar pahalanya banyak. Ucapnya membatin.
Dirinya berusaha untuk tetap tersenyum meskipun dalam hatinya ingin sekali dirinya mencakar laki-laki didepannya itu agar mau berbicara dengannya.
"Kita jadi belajar kan," tanya Letta lagi.
"Hmm."
Alleta mengangguk kikuk, "Oh okey. Sekarang?"
"Hemm,"
Damn it,
Alleta menghentakkan kakinya, mulutnya mengerucut menahan kesal. "Sialan, kenapa sih kalo sama gue lo gak pernah jawab pertanyaan gue lengkap, atau panjang. Seenggaknya natap muka gue. Lo pikir gue setan apa. Yang engga kelihatan sama sekali, terus gampang gitu aja lo anggurin. Inget! Kita itu satu team. Gimana kita mau kerjasama kalau lo aja ga pernah mau ngomong sama gue?" Cerocos Alleta panjang lebar dalam sekali tarikan napas.
Dan bahkan tanpa sadar ia terang-terangan mengumpat Davin tepat dihadapannya. Hell no, Alleta mendadak tidak yakin jika barusan adalah dirinya. Gilaa, ngomong apa barusan gue? Dapet keberanian darimana gue bisa ngomong sepanjang itu? Ucapnya membatin.
Emosinya yang sudah sampai di ubun-ubun membuat ia sudah tidak bisa menahannya lagi. Buku yang tadinya ia bawa di lemparkan begitu saja ke meja.
Hal itu sontak membuat Dav menghentikan aktivitasnya. Kemudian mendongak menatap wajah Alleta yang tampak kesal karenanya. Sejujurnya ia juga senang bisa bertemu kembali. Namun, mengerjai Alleta jauh menyenangkan baginya.
KAMU SEDANG MEMBACA
NADELEINE (End)✓
Roman pour AdolescentsAlleta Nadeleine, gadis cantik yang harus pindah sekolah karena mengikuti papanya yang bekerja. Namun, siapa sangka di sekolah barunya ini membawanya untuk mendapatkan arti kehidupan yang tiada terkira. Berawal dari kekagumannya dengan sosok Davin...
