"Maaf ...."
"Berhenti merasa bersalah karena hal-hal yang sebenarnya di luar kuasa kamu!"
Niat hati ingin rehat dari aktifitas yang melelahkan sebagi model, Violla Sanjaya justru mendapat dua malapetaka yang tidak pernah ia duga: 1) hampir kehilanga...
Sudah berulang kali Ufi memperhatikan file-file desain yang ada di diska lepas lewat komputernya. Ia diberi tiga desain baru dengan bentuk yang berbeda-beda. Entah itu handbag, slim bag, atau tas-tas untuk orang sepertinya agar lebih mudah merapikan tatanan berkas.
Pria itu cukup suka dengan desainnya, terbilang fresh dan cerdas untuk diterima pasar. Makanya tadi ia menyuruh Yayan memanggil Andi agar sang desainer bisa ke ruangannya.
Tak lama dari itu mereka—Andi dan Yayan—datang, langsung berdiri di samping Direktur perusahaan.
"Bagaimana, Pak, dengan desainnya?" Andi bertanya. "Modern style is better, right?"
Ufi memberi anggukan pemahaman. "Dari segi pemilihan bentuknya sangat elegan dan mahal, saya suka. Tapi untuk membuat tas yang satu ini," Ufi menunjuk salah satu desain, "saya tidak setuju jika harus gunakan kulit hewan. Bisa pikirkan kemungkinan bahan lain?"
Kali ini, Yayan yang angkat bicara. "Lho, kenapa, Pak? Bukannya Pak Vincent juga sering gunakan kulit hewan. Dan kalau saya simpulkan dari analisis saya, produk mengalami penurunan konsumen ya karena Pak Fikar waktu itu ngerubah bahan kulit hewan, alhasil pelanggan juga pwrgi. Produknya jadi merosot di pasaran." Menyadari sesuatu, Andi merasa tak enak hati. "Ma-maf kalau agak kasar, Pak."
"Saya juga punya alasan. Mau berapa banyak hewan lagi yang kita bunuh?" tatapan Ufi menajam. "Saya tetap tidak setuju."
Keduanya menggangguk tak bisa apa-apa.
"Kalau gitu nanti saya revisi untuk desain yang itu, Pak."
Ufi menggangguk. "Oke, saya tunggu secepatnya. Inget, secepatnya." Sembari mengasongkan diska lepas yang baru dicabutnya.
"Baik, Pak."
Setelah memberi anggukan hormat, Andi pergi dan sekarang sudah tak lagi ada di ruangan. Tinggal mereka berdua, Direktur dan sekretarisnya. Ah iya, sejak tadi Violla tidak ada di sini, Ufi jadi sedikit khawatir karena terakhir kali wanita itu ingin berjalan-jalan melihat kantor seorang diri.
"Yan, Violla di mana?"
"Tadi, sih, waktu mau ke ruangan Andi saya lihat dia ke atap, Pak."
"Atap?"
Ternyata ke sana, tidak masalah. Di sana memang menyejukkan, anginnya juga besar. Mungkin Violla butuh ketenangan setelah beberapa hari ini banyak tertekan.
"Terus nggak lama Mbak Sisca ngikutin."
Jika saja Ufi sedang minum, ada kemungkinan ia tersedak. Bagaimana bisa wanita tidak tahu malu itu datang lagi ke tempat ini? Padahal sudah beberapa hari suasana tenang tanpa ada gangguan siapapun.