NOW PLAYING
PARAMORE - The Only Exception
(cover by Nadin Amizah)00:00 •───────── 04:25
|◁ II ▷|-= HAPPY READING =-
"Terima kasih, ya." Dengan suara lemah Vincent mengatakan rasa bersyukurnya pada Violla. "Maaf baru mengucapkannya sekarang."
Terbaring di rumah sakit selama berbulan-bulan sangat membosankan untuk Vincent, selama ia dirawat banyak sekali yang berubah. Seharusnya sejak awal ia memang mempercayakan perusahaan pada Ufi, seharusnya ia juga ingat kalau Sisca bukan satu-satunya jalan agar perusahaan tetap berjalan. Seharusnya Vincent percaya peribahasa "Banyak jalan menuju Roma" karena Ufi bisa membuktikannya, tanpa Sisca perusahaan tetap berjaya meski masa sulitnya sendiri tidak pernah ia kira.
Violla menerbitkan senyuman ramah. "Saya senang bisa bekerja sama dengan perusahaan Papa."
"Papa?" Di atas sana, alis Vincent hampir menyatu.
Sepertinya Violla salah bicara, karena setelah ia menyelipkan kata "Papa" dalam kalimatnya sontak membuat Miranda terkekeh di sisi sana dan Ufi tampak merah padam entah mengapa. Vincent sendiri terngaga tak percaya, sama kikuknya dengan Violla yang menutup mulut dengan tangan kiri sebab menyadari letak salahnya.
"Maaf ... maksud saya, Pak."
"Tidak apa-apa, saya senang kalau kamu memang menerima Ufi."
"Maksudnya?" tanya Ufi yang merasa rancu dengan pernyataan barusan. "Papa bolehin aku ... u-untuk ...." Perkataannya menggantung saking takutnya menebak maksud Papa, tapi setelah mendapat anggukan, seringaian ia tunjukan. "Ja-jadi aku sama Sisca ... u-udah ...."
"Iya. Papa percaya sama kamu, Fi. Ibumu sudah menceritakan semuanya. Dia juga bilang kalau kamu sering datang ke sini saat Papa koma. Maafkan Papa soal waktu itu ...." Nada bicara Vincent kembali melemah, mungkin karena tubuhnya yang belum pulih seutuhnya, jika dilihat dari tubuhnya yang mengurus membuat Ufi prihatin.
Ufi menggeleng. "Aku bersyukur waktu itu Papa nampar aku. Karena dari sana aku bisa tahu, kalau memilih pasangan yang diseriuskan itu nggak boleh sembarangan."
Hanya sebuah kekehan kecil, tapi sudah membuat rasa bersalah Ufi memudar. Papa memang selalu jadi sumber semangat, walau kadang keras dan tak segan-segan bermain fisik, tapi Ufi bersyukur karena dengan cara itu ia tumbuh menjadi pribadi yang lebih baik—bahkan lebih baik dari papanya.
"Ah iya, Fi. Kata Yayan perusahaan dari—" Miranda membuka obrolan yang tidak ia selesaikan karena Ufi memotongnya.
"Bu, bisa antar Violla nyari minum? Dia harus minum obat." Ufi menelan ludah di akhir pembicaraan, terpaksa ia berdalih karena ini bukan waktu yang tepat untuk pembicaraan berat apalagi menyangkut Violla nantinya. "Vi, diminum obatnya, ya? Biar tenggorokannya sembuh."
KAMU SEDANG MEMBACA
Memorable Night #N1 ( LENGKAP )
Romantizm"Maaf ...." "Berhenti merasa bersalah karena hal-hal yang sebenarnya di luar kuasa kamu!" Niat hati ingin rehat dari aktifitas yang melelahkan sebagi model, Violla Sanjaya justru mendapat dua malapetaka yang tidak pernah ia duga: 1) hampir kehilanga...