-= HAPPY READING =-
"Kok nggak ngasih tahu gue dulu, sih, kalau datang ke sini? Jadinya lo nunggu lama, kan?"
Setelah memeluk asistennya dengan erat, Violla merasa bersalah karena sudah membuat Clara lama menunggu. Bahkan katanya sudah satu jam dia di sana, hal itu membuat Violla tak enak hati kepadanya. Sudah jarang bertemu, sekalinya datang dibuat menunggu.
Walau begitu Clara tetap senang saat melihat Violla datang bersama seseorang yang bisa ia tebak adalah pahlawan sahabatnya. Tanpa ditebak pun kirannya pasti benar karena foto-foto CEO perusahaan tas itu sudah menyebar di internet. Bahkan Clara merasa sangat senang sebab Violla sudah berubah, tak lagi jadi perempuan emosian dan raut wajah yang tertekan. Ternyata benar, dekat dengan seseorang bisa membuat sebuah perubahan, tapi tergantung siapa yang didekati, jika ingin membuat perubahan bagus ya harus dengan orang yang baik pula. Prilaku dibentuk tergantung lingkungannya. Itu benar, Clara setuju.
"Cuma nunggu satu jam nggak masalah kali. Gue bahkan pernah lebih lama dari ini, kan, nungguin lo?" Clara terkekeh geli. "Tapi gue seneng banget akhirnya kita ketemu lagi."
"Me too." Violla langsung memeluk temannya lagi. Ia terharu tapi lucu. "Oh iya, Ra. Ini Ufi, orang yang udah bantuin gue selama ini."
Kendati pandangan Clara langsung tertuju pada manusia yang dimaksud Violla. Pikirannya berspekulasi tentang; tidak salah jika Violla jatuh cinta padanya. Ufi pun tampak senang ketika ada di dekatnya.
"Clara," ucapnya yang langsung mendapat jawaban, "Zulfikar."
"Is that your hero?" goda Clara yang membuat perempuan itu memejam sembari menggigit bibir bawahnya.
Dalam sekejap pipi Violla merah semerah orang yang sudah ditampar, tapi tamparan yang ia terima tidak menyakitkan dan warna merah itu terus bermunculan. Violla memang tidak pernah bercerita pada Ufi kalau dia itu pahlawan baginya, karena jika dikatakan sudah pasti laki-laki itu akan besar kepala.
Ini memalukan, godaan Clara membuat Ufi menyunggingkan senyum. Lebih terlihat menahan tawa tapi tetap menawan di mata. Violla tahu itu ketika ia menoleh dan Clara kontan merasa bersalah memilih candaan.
"Ra mending di dalem aja, yuk!" ajak Violla mengalihkan suasana yang semakin lama terasa semakin menekannya.
Tanpa menunggu persetujuan Clara, Violla begitu saja menarik tangan sahabatnya yang kikuk melihat semburat merah muda muncul di pipi Violla dan ekspresinya yang malu-malu segala langsung dibawa masuk ke dalam dengan debaran jantung yang tidak stabil.
Di beranda rumah, Ufi bergumam. "Hero?" Di detik berikutnya ia terkekeh pelan.
Di dalam Violla membawa Clara duduk di depan meja yang letaknya berada di dapur bersih. Pertama kali melihat ruangan yang ada, Clara pikir selera Ufi itu jadul bahkan terlalu jadul untuk orang sekelas Direktur tas.
"Kenapa, Vi? Kok salting gitu?" goda Clara lagi yang melihat temannya mulai menuangkan air.
Violla menghentikan aksinya. "Salah tingkah apanya. Udara di luar panas banget."
Clara mengiyakan saja lewat ekspresinya yang menyebalkan. Setelah menerima segelas air putih, ia kembali bersuara. "Jadi ... pahlawan lo itu nggak tahu kalau dia itu pahlawan buat lo?"
"Kalau gue kasih tahu, bisa besar kepala nanti. Walaupun setelah ini, dia pasti akan terus ketawa lihat gue." Violla menenggak habis minumnya, sebelum itu ia juga memberi Clara air putih.
"Kabar model baru itu gimana?" Daripada pembicaraan hanya sebatas pahlawan dan semua yang menyangkut Ufi, lebih baik juga membahas tentang Clara yang akhir-akhir ini tidak diketahuinya.
"Si anak nyebelin itu? Ah! Males banget gue ceritanya."
Violla hanya menyimak dan duduk di kursi yang bersebrangan dengan Clara.
"Gue lebih baik jadi asisten lo seumur hidup daripada harus ngurus dia satu bulan. Diminta jagain satu minggu aja resenya minta ampun. Seenaknya lagi." Katanya enggan membicarakan, tapi Clara tetap bercerita juga. Perempuan memang tidak pandai menyembunyikan kekesalan.
"Pernah ya waktu itu ada jadwal pemotretan di Lembang di bangunan setengah jadi gitu, karena konsep fotonya bad boy. Gue kan izin ke toilet, eh pas gue balik lagi ternyata pemotretan udah selesai dong."
"Tunggu ...." Violla memotong. "Lo ke wc atau tidur? Lama banget kayaknya."
"Ish bukan gitu! Kalau aja nggak sakit perut, pasti gak akan lama. Eh si brengsek itu malah main pulang gitu aja, gak pamit, gak apa sama gue. Bahkan gue aja pulang dianterin fotografer untungnya ganteng juga."
"Dasar lo! Emangnya nggak bawa mobil?"
"Bawa ... justru gue ke sana bareng dia ...."
"Ah udah ketebak. Pasti kunci mobilnya lo simpen dalem mobil, kan?"
Clara tersenyum malu. "Iya. Hehe."
"Selalu aja kayak gitu," cibir Violla karena kebiasan asistennya memang begitu. "Tapi dia pahlawan lo, kan?"
"Halah! Pahlawan apanya. Ketimbang ngasih air soda doang. Cuma itu kebaikannya. Itu pun setelah minumannya abis langsung sakit perut."
Kini giliran Violla yang tertawa. "Menyedihkan juga ya lo tanpa gue."
"Makanya ...." Clara cemberut. Tapi di menit berikutnya ia tersirat sebuah pertanyaan. Jika ditanyakan sekarang, ia takut Violla tersedak karena sedang minum. "Vi ...."
Violla sudah meneguk airnya. "Iya?"
"Lo kapan pulang. Jadi model lagi kayak biasa."
"Ra ... gue 'kan jadi model perusahaan Ufi."
"Maksud gue pulang ke rumah. Ke apartemen. Jadi model majalah. Pulang ke Pak Emi, ke agensi. Gue kangen urus itu semua."
Dalam sekejap mata Violla terjerumus pada ruang yang tidak bisa memberinya pilihan. Ia bingung harus bagaimana, perjanjiannya dengan Ufi memiliki kontrak dan ia sendiri yang menandatanganinya. Terlebih lagi, Violla sudah menjadikan rumah ini sebagai tempat pulangnya.
"Untuk sekarang, gue harus tetap di sini, Ra."
Mendengar jawaban Violla, Clara hanya bisa menerima dengan menundukan kepala. Entah apa yang harus ia lakukan, jika Violla belum kembali maka ia harus mengurus model menyebalkan itu kembali.
"Apa nggak ada sedikit aja rasa lo ngelanggar SK agensi? Vi jangan terjebak di zona nyaman terus." Clara mendongak, kemudian rasa sedihnya ia tutupi dengan senyuman karena modelnya tak kunjung memberi jawaban. "Um... gue ngerti, kok. Gue senang kalau lo di sini, nyaman sama pahlawan lo."
"Nggak gitu, Ra. Gue mau banget balik ke agensi. Tapi keadannya yang nggak memungkinkan. Gue udah setuju sama kontrak yang dikasih Ufi."
"Oke gue paham, Ra. Sori gue egois."
Violla mengembuskan napas gusar. "Pak Emi gimana? Sehat?""Pak Emi lagi ke Belanda sama salah satu model kita buat photoshoot produk di sana. Gue udah bilang kalau lo ambil cutinya agak lama."
-= MEMORABLE NIGHT =-
KAMU SEDANG MEMBACA
Memorable Night #N1 ( LENGKAP )
Romansa"Maaf ...." "Berhenti merasa bersalah karena hal-hal yang sebenarnya di luar kuasa kamu!" Niat hati ingin rehat dari aktifitas yang melelahkan sebagi model, Violla Sanjaya justru mendapat dua malapetaka yang tidak pernah ia duga: 1) hampir kehilanga...