23 | Rumah Lama

5.2K 398 25
                                    

------•------

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

------•------

"Kita sudah sampai?" tanya Violla dengan suara parau dan mata yang sedikit bengkak meski samar-samar.

Entah kapan wanita itu sadar dan pulang ingatan hingga membuat Ufi tertangkap basah tengah memandanginya.

Tak ingin ketahuan sengaja, Ufi membuang kecurigaan itu dan menjawab santai, "Sudah."

"Kenapa belum turun?" Satu usapan tangan di pipi membuat Violla terlihat lebih baik meski bukan Ufi yang mengusapnya.

"Nungguin kamu selesai sedih-sedihnya."

Violla tidak mengerti, walau di detik berikutnya ia sadar. "Jadi ini kita udah sampai sejak tadi?"

"Yeah, bisa dibilang begitu."

Violla mengerti sekarang, Ufi memang tak pernah mau merepotkannya. "Maaf ...."

"Berhenti merasa bersalah atas hal-hal yang sebenarnya di luar kuasa kamu!"

Pandangan yang sempat berserobok itu mendadak terputus. Violla menunduk, jawaban Ufi membuatnya bungkam. Terlalu besar rasa bersalahnya sampai-sampai hal yang biasa ia abaikan di masa lalu jadi berlebihan ia lalukan sekarang.

"Aku nggak mau kesan pertama kita masuk rumah ini dengan keadaan kamu yang sedih. Makanya aku nunggu kamu selesai sedihnya." Pekataan Ufi masih tak mampu membuat Violla mengangkat wajah. "Merasa sedih dan bersalah itu wajar, Vi, tapi jangan terlalu larut di dalamnya. Perasaan manusia nggak ada yang sifatnya abadi. Senang, sedih, semuanya sementara."

Air muka sendu itu beralih menatap pria yang berusaha membuatnya semangat tanpa begitu tersirat. Sejurus kemudian telapak tangan besar dan kekar menyentuh halus pipi Violla sampai di detik berikutnya ibu jari menghapus bulir-bulir yang membuatnya basah. Akhirnya Ufi berani juga, entah dengan hatinya atau tidak.

"Sekarang senyum," ucap Ufi memamerkan senyuman yang mendamaikan. Tangannya sudah tak lagi menempel di sana, ia ingin melihat senyum Violla tanpa ada yang menghalanginya. Melihat wanita itu ragu-ragu Ufi memperluas ekspresinya dengan mata menyipit sampai senyum Violla mengembang dengan pipi merah merekah.

Ya Tuhan ... senyumnya .... Aku tak bisa menahannya.

Cup!

Satu kecupan di pipi Violla begitu saja Ufi lakukan. Batinnya menggerakkan semua otot-otot dari hasrat yang hanya mampu Ufi rasakan menjadi terealisasikan. Kekuatan perasaan memang selalu mengalahkan segala hal, bahkan dirinya sendiri.

Violla mematung. Udara seakan musnah. Ia kesulitan bernapas, degup jantungnya mengencang. Kecupan itu membuatnya senang.

***

Ketika pintu dibuka yang dapat dilihat hanya gelap dengan beberapa benda yang terkena lindasan cahaya malam meski temaram. Ufi berjalan ke sudut ruangan mencari letak stop kontak yang kalau tidak salah ia ingat berada di sisi sebelah kiri pintu masuk.

Memorable Night #N1 ( LENGKAP )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang