01 | Telah Terjadi Tabrak Lari

27.1K 1.3K 162
                                    

[Dia Zulfikar]

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

[Dia Zulfikar]

-=•=-

"Pa, udahlah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Pa, udahlah. Lagipula kita udah pilih jalan masing-masing," seru seorang pria dengan langkah jenjang, berusaha menyusul laki-laki yang biasa ia sebut Papa.

Urat-urat yang tertanam di sisi kening mengencang sesuai dengan air muka yang ditampilkan. Vincent marah pada putranya yang bertindak gegabah, itu juga yang membuat salah satu tangannya memerah dan melukiskan lebam di pelipis anaknya.

Kalau saja Zulfikar tidak mengacau, tidak mungkin Vincent rela datang jauh-jauh ke Jakarta. Terjebak macet ibu kota semakin memperparah amarah yang ada, dan yang paling membuat Vincent hilang kesabaran adalah ketika usahanya tak menghasilkan apa-apa.

Zulfikar terus mengejar papanya yang kini keluar dari gedung yang didominasi kaca itu. Papa sangat keras kepala dan masih terbawa suasana, apa yang dirinya lakukan memang sangat mengecewakan. Makanya Papa tak segan mengukir luka di tubuh putranya, dan alasan utama Zulfikar tidak membiarkan papa ke gedung ini karena ia tak mau harga diri Papa diinjak-injak di sini. Belum bertemu dengan pimpinan perusahaan yang mereka datangi saja sudah membuat ia bisa membaca bahwa Papa bisa melakukan segalanya—termasuk membiarkan harga dirinya lenyap—hanya agar Papa tak kehilangan vendor untuk perusahaan.

"Pa, please. Aku sama Sisca udah selesai. Kita juga bisa nyari vendor lain, kan?" Zulfikar menambah laju kecepatan berjalan, dan sebelum Papa menyentuh mulut jalan ia menggenggam salah satu lengan Papa. "Pa!"

"Daripada ngomong terus, lebih baik kamu cari solusinya!" Vincent dengan paksa melepaskan tangannya. "Kalau sampai saham perusahaan turun lagi dan rugi besar, itu salah kamu! Apa susahnya, sih, nurut sama omongan orangtua?"

Tapi aku juga punya perasaan, Pa. Zulfikar ingin mengucapkan itu tapi ia hanya mampu mengatakan dalam hatinya. Ia tak tega jika harus beradu mulut dengan Papa terus menerus, merah di matanya memahat jelas kekecewaan akan dirinya.

Zulfikar menunduk, tak sanggup lagi berkata-kata. Perusahaan Papa adalah satu-satunya aset yang diandalkan dan itu merupakan impian Papa sejak lama, maka ketika segala prediksi kehancuran dilayangkan pada Fikar—sebutan orang kantor padanya—mampu membuat efek lemas serta rasa ketidaksanggupan tersendiri pada dirinya.

"PAPA!!"

Seperti seseorang yang menyaksikan tragedi mengenaskan, Fikar segera bersiap untuk berlari kencang tapi tepat di langkah pertama ... Papa sudah tumbang. Sebuah mobil merah melaju kencang dari arah utara hingga membuat Papa yang hendak menyebrang tersungkur hilang kesadaran di aspal jalan.

Sejenak Fikar bergeming, desiran darah di tubuhnya seolah berhenti. Matanya perlahan berlapis air, Fikar takut kehilangan Papa.

"Papa!" Fikar merangkul tubuh Vincent sejenak, namun ketika hendak melihat siapa pengemudi mobil yang tega menabrak papanya ia kalah cepat. Mobil itu kabur di detik pertama Fikar berniat menghampiri.

"TOLONG!" teriak Fikar beberapa kali yang saat itu juga orang di sekitaran berhamburan memberi bantuan. Pria itu memilih mendekati mobilnya yang terparkir sembari menelepon ambulance untuk datang ke tempat kejadian.

"Tolong cepat! Jalan Jendral Sudirman, telah terjadi tabrak lari!" Fikar mengakhiri panggilan kemudian ia injak pedal gasnya dan melajukan mobil ke arah jalan arteri. Sebongkah amarah menguasai dirinya, ia menggenggam erat setir kemudi dan menjalankan mobil dengan kecepatan tinggi.

Dalam benaknya ia berharap bisa menemukan siapa pengemudi dari kasus tabrak lari ini. Entah itu dalam keadaan hidup atau mati, Fikar ingin itu kenyataannya.

-= Memorable Night =-

Jika tahu akhir dari perbuatan yang dipilih akan merugikan orang lain, Fikar akan—berusaha menerima— melanjutkan hubungannya, meski itu amat pahit baginya.

Tapi penyesalan datang di akhir.
---
---
Jangan lupa cuci tangan guys!

---
Salam :
Pai Baik

Memorable Night #N1 ( LENGKAP )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang