Kerumunan di dalam aula semakin padat. Ruang bagi peserta terpisah dengan ruang sisi penonton yang berada di tepi aula dan meja juri telah tertata rapi pada tempatnya. Namun masih terlihat dua juri saja yang stand by.
Tin penjurian terdiri dari empat orang juri. Tiga juri diantaranya adalah juri eksekusi yang bertugas memberi penilaian pada tim yang berkompetisi, satu orang juri agung bertugas memberi perintah lagu apa yang akan diputar dan memutuskan siapa tim pemenang. Juri agung inilah juri kunci dalam kompetisi. Siapapun yang ditunjuk sebagai juri agung dia mempunyai otoritas penuh menentukan pemenang. Meskipun ketiga juri eksekutor memberi penilaian bagus pada tim A, tapi jika juri agung memutuskan tim B yang menang maka tak ada yang berhak protes.
Oleh karena keputusan juri agung bersifat mutlak, panitia harus bertanggung jawab memilih juri agung yang adil dan tak memihak pada tim tertentu.
Dan kini kedua juri eksekutor sedang gelisah, mereka menunggu kehadiran juri agung yang tak kunjung terlihat juga.
"Tadi dia bilang ditelefon sudah sampai parkiran, tapi sudah hampir sejam Profesor Gio menghilang dan gak muncul-muncul. Kompetisi akan segera dimulai. Apa kita tak perlu memakai juri agung saja?" Salah satu juri eksekutor cemas karena juri agung tidak tiba di lokasi.
"Kita tunggu saja bentar, si Antok lagi nyari-nyari Profesor Gio."
"Yo!" Tak berselang lama dua orang datang dengan tergesa-gesa, mereka adalah Antok dan Profesor Gio si juri agung yang sedang mereka cari-cari.
"Akhirnya datang juga. Profesor Gio dari mana saja? Kami mencari bapak lama." Seorang juri eksekutor menyambut dengan wajah cemas sekaligus legah melihat kehadiran Profesor Gio.
"Uhuk uhum.. urusan perut."
"Diare pak?"
"Nggak, lagi laper. Ada yang punya burger? Aku minta, biar aku bisa fokus memberi penilaian."
Baru saja datang Profesor Gio langsung minta makan. Mau tak mau panitia segera bergegas memberikan pak Gio sejumlah burger untuk dimakan. Para juri eksekutor saling lirik melirik tak tahu harus ngomong apa.
Di sisi lain..
Panitia kompetisi sudah membagi peserta kedalam sebuah bagan. Geng ciwi-ciwi akan bertanding di match keempat. Sedangkan tim Cyborg yaitu timnya X-Borg beserta kawan-kawannya yang absen semua akan bertanding di match kelima.
"Yah, aku rela timku terdiskualifikasi." Ucap X-Borg lemas pada geng tamvan.
"I know that feels bro!" Zilong menepuk pundak X-Borg.
"Ah!" Claude tiba-tiba terbesit suatu pemikiran "Guys, gimana kalau kita ikut berkompetisi juga menggantikan Saber, Jhonson dan Bruno?" Kalimat Claude sukses mengagetkan geng tamvan.
"Hah? Maksudmu kita ikut berkompetisi?" Ucap Zilong.
"Tepat sekali. Hei X-Borg, mereka tak memperhatikan nama-nama anggota peserta kompetisi kan?" Tanya Claude pada X-Borg.
"Mmm... tidak kok. Asal anggota satu tim lengkap lima orang tidak akan didiskualifikasi. Kalian ingin berkompetisi juga? Apa kalian bisa gerakan tik tok?"
"Tentu saja, kita kemarin sudah berlatih gerakan beberapa lagu. Kalau gak bukan karena koboi kampret itu kita gak akan pernah tau apa itu tik-tok." Claude melirik Clint yang sedang bersama geng ciwi-ciwi beberapa meter dari mereka.
"Hm.. baiklah. Aku tak yakin akan juara dengan tim seperti ini. Tapi baiklah, biar latihanku selama ini terasa tak sia-sia. Aku akan memberikan kalian topi rapper. Berhubung kostum kita gak matching satu sama lain, satu-satunya kostum yang akan menyamakan kita adalah topi ini. Aku sengaja membawa lebih siapa tau Saber, Jhonson, Bruno dan Angela lupa membawa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mobile Legend Amazing Stories!
FantasyZilong, Lancelot, Ling, Claude dan Alucard dikenal sebagai geng tamvan oleh kawan-kawan mereka di Sekolah Pahlawan. Sekolah yang membimbing calon pahlawan muda dalam memerangi kejahatan di Land of Dawn. Suatu ketika Alucard diculik oleh sosok mister...