#LavenderWritersSeason4
#TemaMemperjuangkan
#Kelompok4
•••
Hidup dengan segala kemewahan bukan kunci suatu kebahagiaan. Bergelimang harta tak jadi jaminan jika pada akhirnya kamu hidup sendirian, kesepian, dan penuh tekanan. Namun, hidup tetaplah hi...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
🌅 HAPPY READING! 🌅
•••
Evelyn mendongakkan kepalanya. Menatap sekeliling kamarnya yang sangat berantakan, tatapan matanya terhenti pada objek yang membuat dirinya penasaran.
Gumpalan kertas.
Gumpalan lusuh itu membuat Evelyn bangun lalu berjalan mendekat. Ia membungkuk dan mengambil kertas itu.
Evelyn membuka gumpalan lusuh itu. Tertera sebuah tulisan yang sangat dikenalinya.
Bola mata nya bergerak mengikuti tulisan-tulisan yang tertera disana. Evelyn melototkan mata, genangan air itu mengenang disudut mata Evelyn.
KALAU LO GAK BISA BIKIN ZOVIA BAHAGIA DI DUNIA, SETIDAKNYA LO GAK BIKIN DIA SEDIH DI ALAM SANA.
TTD ZOVIA
"A-aapa?" Evelyn terbelalak membaca kalimat yang tertulis di sana. Ia melirik sekeliling kamarnya yang sudah seperti kapal pecah.
Tidak ada orang.
"Kak Zovia!"
Evelyn berteriak memanggil nama Zovia. Matanya bolak-balik menatap kertas lusuh di tangannya sembari mencari-cari siapakah kiranya yang mengirimkan kertas ini. Mungkinkah Zovia? Apakah Kakaknya kembali? Mungkinkah itu terjadi?
"Kakak dimana?" ujar Evelyn berlari menuju balkon kamarnya. Ia berpikir Zovia mungkin berada di sana.
Tapi, nihil. Tak ada seorangpun di sana. Lalu siapa yang mengirim surat ini sampai ke kamarnya?
Berbagai pertanyaan berkeliaran dalam benak Evelyn. Ia beranjak berdiri lalu menyalakan lampu. Terlihat jelas kamarnya yang sudah tak berbentuk lagi. Sudah sedemikian parahkah dirinya? Menyesal, ya ia memang menyesal. Tapi tiba-tiba dalam dirinya terdorong rasa bahwa penyesalan yang ia lakukan saat ini sangat buruk.
Evelyn menghembuskan napas berat.
"Maafin Elyn Kak," ujar Evelyn mengusap sisa-sisa air mata di wajahnya.
Dengan pelan, ia mulai membersihkan kamarnya. Satu persatu ia susun rapi seperti sedia kala. Beling-beling yang melukai tangan dan kaki Evelyn tak menyurutkan semangatnya untuk menyelesaikan pekerjaan itu. Seumur hidupnya, ini pertama kali ia membersihkan kamarnya sendiri. Ah dia semakin merindukan Zovia, Kakaknya yang mandiri.
