#LavenderWritersSeason4
#TemaMemperjuangkan
#Kelompok4
•••
Hidup dengan segala kemewahan bukan kunci suatu kebahagiaan. Bergelimang harta tak jadi jaminan jika pada akhirnya kamu hidup sendirian, kesepian, dan penuh tekanan. Namun, hidup tetaplah hi...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
🎇 Happy Reading! 🎇
Pagi hari dengan wajah sembab, Zovia lakukan dengan senyum letih yang suram. Seperti langit diatas, cuaca kini telah mengetahui dan mengerti akan keadaan Zovia.
Zovia lelah.
Lelah batin dan fisik.
Lelah batin akibat ucapan orang tua nya semalam masih membekas di ingatan Zovia. Apalagi dengan kondisi fisiknya yang menurun drastis.
Zovia menghela napas. Menyingkap selimut dan berusaha bangun dengan tubuh yang sedikit linglung.
Zovia bersusah payah berjalan ke arah meja rias. Bercermin melihat kondisinya yang prihatinkan.
Mata sembab seperti panda. Wajah pucat seperti mayat. Dan, bibir kering seperti kekurangan cairan ION.
Zovia menyugar rambutnya ke kiri, melihat leher kirinya yang terdapat ruam. Tangan Zovia perlahan melepas rambut miliknya, ternyata sesuatu seperti jatuh ke tangan Zovia.
Kepala Zovia menunduk ke arah telapak tangannya. Dan melihat jika rambutnya rontok.
Perlahan, satu, dua, tiga sampai lima helai rontok ketangan Zovia.
Bersusah payah Zovia tahan air yang mengenang di sudut matanya.
Tuhan, beri aku waktu. Sedikit saja.
Zovia menghela napas dengan kasar untuk kedua kalinya. Ia berusaha bangkit dan melupakan hal barusan, walau membekas di hati nya.
Zovia mulai bersiap untuk berangkat sekolah.
"Semangat Zovia! Harus senyum. Oke senyum!" gumam Zovia berusaha menyemangati dirinya sendiri sambil berbicara di cermin.
Dicermin, senyum manis itu terukir kembali. Menampakkan gigi rapihnya.
"Hufftt ... semangat!"
Zovia berbalik kearah toilet dan membersihkan diri.
Beberapa menit kemudian, dengan wajah segar sehabis mandi, Zovia tersenyum cerah. Walau, keadaan langit masih suram seperti tadi.
***
Dengan dijemput seperti biasa oleh Clara, kini Zovia sudah duduk manis di sebelah jok mobil pengemudi. Siapa lagi jika bukan Clara? sopir pribadi Zovia menjabat sebagai sahabatnya juga.
Zovia pernah bilang seperti itu, dan respon Clara? hanya memutar matanya. Sedangkan Zovia, cekikikan tak jelas.
Perjalanan kali ini mereka berdua lalui dengan ditemani rintikan hujan. Walau kecil, itu membuat kepala pusing dan berakhir flu.