BAB 48

6.3K 65 0
                                    

Selang, beberapa lama kedatangan Tirta pulang dari kerja nya.

" Hei sayang " Sapa Tirta, membuat Lisa berdiri dan memeluk sang Papi.

Tapi ia di duluin dengan kedatangan Nesya yang memeluk suami nya.

" Ngga malu ya, Mami. Dia sudah berkhianat tapi dia seperti aktris yang pinter banget bersandiwara " Ucap Lisa dalam hati, menghentikan langkah nya. Dan menatap tidak suka.

" Yok Pap, makan malam udah siapin"

Nesya menawarkan untuk makan malam, bersama. Dikta terlihat sangat cemburu dengan keromantisan yang terjalin antara kedua pasangan suami istri itu. Lisa melirik ke arah Dikta, dengan penuh rasa kekecewaan pasal nya dia sangat menyukai Dikta.

Lisa tidak berani mengadu jika ia mengadu pasti keluarga nya kan berantakan di tambah, pasti ia kehilangan Dikta. Oh ... Sejauh ini kah cinta nya.

Di tengah tengah makan malam bersama. Hanya berbunyi sendok ke piring saja. Dikta dan Nesya berbicara lewat mata, Lisa yang melihat nya pasti tidak suka, terlihat ia bete.

" Mami, mau ngga. Papi ajakin liburan, Papi ada tender di bali. Kalo Mami mau kita pergi kesana? " Ajak Tirta, memecahkan keheningan.

Nesya yang ingin menjawab, ia melihat dulu ke arah Dikta. Dikta menggeleng, tanda nya Nesya tidak harus meninggalkan nya.

Nesya yang ingin menjawab,- terpotong oleh suara dari Lisa.

" Ia Mami ikut aja, temenin Papi. Pasti papi semangat kerja nya. Lisa sama Dikta ngga kok di tinggal. Ia Dikta " Menaikan alis nya ke arah Dikta.

" Ia Kak " Ucap Dikta, tak rela.

Nesya pun mengangguk secara terpaksa, ia tak mau meninggalkan keponakan yang udah ia cintai cuma keponakan nya lah yang mengerti akan dirinya. Tapi, bagaimana lagi Jika ia menolak pasti akan ada rasa kekecewaan dari Suami nya.

Tirta pun bahagia istrinya mau mendampingi nya, seusai makan malam. Mereka semua beriringan menuju kamar Masing-masing.

Tapi, Lisa izin mengambil persedian air putih nya di dapur.

Di dalam kamar, Tirta meluapkan kebahagiaan nya. Memeluk dari belakang, menyender kan dagu nya ke bahu istri nya.

" Papi senang deh Mami, mau ikut "

" Ia pi sekalian Rifershing kan "

" Papi, berdoa jika. Kita balik dari sana Mami hamil ya "

" Ih Papi ngga nyerah nyerah nih " Nesya Membalikan badan nya berjalan arah ranjang.

" Ia dong, kan Papi belum dapet anak dari Mami dan Lisa kan cuma anak adopsi kita " Kata Tirta tampa sadar.

" Sssttt Pi, jika Lisa sampe denger gimana? " Tegur Nesya, dengan suara pelan.

Benar saja Lisa mendengar kan nya, di balik pintu kamar mereka berdua.

Lisa langsung berjalan cepat masuk ke dalam kamar. Dengan menahan air mata yang sudah tak bisa lagi terbendung.

" Hiks... Jadi aku bukan anak kandung mereka, hiks... Pantesan aku tidak ada mirip mirip nya dengan Mami Hiks.. "

Lisa menangis dengan suara yang sangat bergetar, ia menatap cermin di hadapan nya. Mengacak ngacak rambut nya.

" Tapi, aku ngga boleh sedih. Dengan begitu aku lebih besar mendapatkan Dikta . Tidak ada terikatan sama sekali kepada nya "

" Aku cantik kok, semua ini bisa di rubah, aku cuma sedikit tidak percaya diri aja " Menatap  kaca, memutar kan badan lalu memegang wajah.

Dengan rasa lamunan, berbicara kepada nya sendiri. Ketukan pintu membuyar kan semua nya.

Dikta yang mengetuk disana, ia melihat Lisa masuk ke dalam kamar. Dengan air mata yang membasahi Pipi nya. Membuat dia khawatir dengan keadaan Lisa.

" Eh Dikta, ada apa? " Tanya Lisa datar. Dikta menyelonong masuk ke dalam kamar Lisa.

" Kak, kenapa kakak nangis ? Siapa yang udah nyakitin kakak bilang sama Dikta? "

Lisa yang melihat kecemasan Dikta, ia hanya tersenyum simpul.

" Kakak gpp kok "

" Tapi kenapa kakak menangis? " Tanya Dikta menggebu dengan nada kecemasan nya.

Lisa hanya tersenyum tipis, " Aku ngga tau kamu sedang bersandiwara atau kah tidak " Ucap Lisa dalam hati.

" Kak jawab " Mengadarkan lamunan Lisa.

" Kakak sedikit insicure aja, soal nya kakak ngga cantik . Ngga seperti Mami "

" Ngga kok kak, kakak itu cantik. Sebelas dua belas sama tante " Ucap Dikta, bersemangat.

" Makasih pujian nya, aku mau tidur plis kamu keluar kamar ya " Usir Lisa dengan datar.

Dikta pun menuruti nya, Dikta sedikit agak penasaran. Pasti bukan perkara itu Lisa menangis. Ya berlalu ke kamar nya.

****

Keesokan pagi, ketika berangkat sekolah. Dikta yang ingin mendekat pada Nesya tapi terhalang oleh Lisa  yang sengaja menghalangi mereka berdua. Ntah apa motif nya, Lisa dengan tenang. Tidak terlarut dalam kesedihan. Seperti Phytopht melihat adegan yang membuat nya pilu, malah justru tak bergeming.

Malah menyikapi tidak terjadi apa apa, tapi dia seperti nya Merencanakan sesuatu hal. Untuk dia tersenyum, menyadarkan Dikta kalo dia mencintai nya. Semakin ruang dia untuk memiliki Dikta tapi belum ada waktu dan tempat. Untuk semua nya.

Mereka pergi beriringan kedua nya mempunyai tujuan berbeda. Saling memberi amanah, dan nasehat nya.

Next

DIKTA ( Sang Pengisi Sepi) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang